KĀMA-VILĀPA-JĀTAKA
Kāmavilāpajātaka (Ja 297)
“Wahai burung yang terbang,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang godaan (nafsu) oleh mantan istrinya.
Cerita pembukanya dikemukakan di dalam Puppharatta-Jātaka 282 dan juga kisah masa lampau di dalam Indriya-Jātaka283.
Maka orang ini pun dipasung hidup-hidup. Sewaktu tergantung di sana, dia menengadah ke atas dan melihat seekor gagak terbang di angkasa.
Tanpa memedulikan rasa sakitnya, dia berteriak kepada gagak itu untuk mengirimkan pesan kepada istrinya, dengan mengulangi bait-bait berikut:
Wahai Burung yang Terbang di Angkasa,
burung bersayap yang terbang tinggi di sana,
beri tahukanlah istriku, yang memiliki kaki indah:
Waktunya akan terasa amat lama.
Dia tidak tahu di mana pisau dan tombak diletakkan:
dia akan menjadi marah dan murka.
Itulah yang menjadi penderitaan dan ketakutanku,
bukan keadaan diriku yang tergantung di sini.
Baju perang teratai kuletakkan di dekat bantal,
dan permata ada di dalamnya,
di sampingnya terdapat kain dari Kāsi.
Semoga harta itu dapat membuatnya puas.
[444] Setelah mengucapkan ratapan itu, dia pun meninggal dunia.
____________________
Ketika uraian ini berakhir, Sang Guru memaklumkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka: (Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang tadinya menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna): “Pada masa itu, sang istri adalah orang yang sama, sedangkan makhluk dewata yang menyaksikan kejadian ini adalah diri-Ku sendiri.”
____________________
Catatan kaki :
282 No. 147, Vol. I.
283 No. 423, Vol. III.
Cerita pembukanya dikemukakan di dalam Puppharatta-Jātaka 282 dan juga kisah masa lampau di dalam Indriya-Jātaka283.
Maka orang ini pun dipasung hidup-hidup. Sewaktu tergantung di sana, dia menengadah ke atas dan melihat seekor gagak terbang di angkasa.
Tanpa memedulikan rasa sakitnya, dia berteriak kepada gagak itu untuk mengirimkan pesan kepada istrinya, dengan mengulangi bait-bait berikut:
Wahai Burung yang Terbang di Angkasa,
burung bersayap yang terbang tinggi di sana,
beri tahukanlah istriku, yang memiliki kaki indah:
Waktunya akan terasa amat lama.
Dia tidak tahu di mana pisau dan tombak diletakkan:
dia akan menjadi marah dan murka.
Itulah yang menjadi penderitaan dan ketakutanku,
bukan keadaan diriku yang tergantung di sini.
Baju perang teratai kuletakkan di dekat bantal,
dan permata ada di dalamnya,
di sampingnya terdapat kain dari Kāsi.
Semoga harta itu dapat membuatnya puas.
[444] Setelah mengucapkan ratapan itu, dia pun meninggal dunia.
____________________
Ketika uraian ini berakhir, Sang Guru memaklumkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka: (Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang tadinya menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna): “Pada masa itu, sang istri adalah orang yang sama, sedangkan makhluk dewata yang menyaksikan kejadian ini adalah diri-Ku sendiri.”
____________________
Catatan kaki :
282 No. 147, Vol. I.
283 No. 423, Vol. III.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com