EKARĀJA-JĀTAKA
Ekarājajātaka (Ja 303)
“O raja yang sebelumnya berkuasa,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang seorang bawahan Raja Kosala.
Cerita pembukanya berhubungan dengan Seyyaṃsa-Jātaka11. Dalam kisah ini, Sang Guru berkata, “Anda bukanlah satu-satunya orang yang mendapatkan kebaikan dari perbuatan buruk, orang bijak dimasa lampau juga mendapatkan kebaikan dari perbuatan buruk.”
Beliau pun menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Pada suatu ketika, seorang menteri yang bekerja melayani Raja Benares melakukan perbuatan buruk di tempat kediaman selir kerajaan. Raja mengusirnya keluar dari kerajaan setelah menyaksikan sendiri pelanggaran yang dilakukannya. Bagaimana ia menjadi bawahan raja Kosala, yang bernama Dabbasena, diceritakan semuanya dalam Mahāsīlava-Jātaka12.
Dalam kisah ini, Dabbasena menangkap Raja Benares ketika sedang berada di pentas di tengah-tengah para menterinya, dan mengikatnya dengan tali di atas pintu sehingga membuat kepalanya menggantung ke bawah. Raja mengembangkan perasaan cinta kasih terhadap kesatria jahat tersebut, dan dengan meditasi kasiṇa13 memasuki ke dalam tingkat jhana.
Setelah memutuskan semua ikatannya, ia duduk bersila di udara. Kesatria itu kemudian diserang oleh rasa sakit yang amat membara di dalam tubuhnya, dan dengan tangisan, “Saya terbakar, saya terbakar,” ia berguling-guling di atas tanah. Ketika ia bertanya kenapa hal ini bisa terjadi, para menterinya menjawab, “Ini terjadi karena raja yang Anda gantung kepalanya ke bawah dari atas pintu itu adalah seorang yang suci dan tidak bersalah.”
Kemudian ia berkata, “Cepat pergi dan bebaskan dirinya.” Para bawahannya segera pergi, dan ketika melihat raja itu sedang duduk bersila di udara, mereka kembali dan memberi tahu Dabbasena. [14] Maka ia pun bergegas pergi ke sana dan menunduk di hadapan raja seraya meminta maaf dan mengucapkan bait pertama berikut :
O raja yang sebelumnya berkuasa
di kerajaan tempat Anda tinggal,
menikmati kebahagiaan yang demikian
yang hanya sedikit dialami oleh manusia,
Bagaimana bisa, berada di tengah siksaan
seperti alam neraka, Anda masih tetap
begitu tenang dan wajahmu begitu cerah?
Mendengar ini, Bodhisatta mengucapkan bait-bait berikut:
Dahulu pernah saya bertekad dengan sungguh-sungguh,
agar, dari kehidupan sebagai petapa, tidak dihalangi,
Sekarang kejayaan demikian telah diberikan kepadaku,
mengapa harus kukotori raut wajahku?
Akhir telah terwujudkan, tugasku selesai,
Kesatria yang sebelumnya adalah musuh
sekarang bukan lagi seorang musuh,
Ketenaran yang demikian telah dimenangkan,
mengapa harus kukotori raut wajahku?
14Ketika kebahagiaan menjadi kesedihan dan
kesedihan menjadi kebahagiaan,
Jiwa-jiwa yang tabah mungkin memperoleh
kesenangan yang muncul dari rasa sakit mereka,
Tetapi perbedaan perasaan ini tidak akan mereka rasakan,
ketika ketenangan nibbana dicapai.
[15] Setelah mendengar ini, Dabbasena meminta maaf kepada Bodhisatta dan berkata, “Pimpinlah rakyat-rakyatmu dan akan kubersihkan para pemberontak di dalamnya.” Maka setelah menghukum menteri yang jahat tersebut, ia pun pergi. Sedangkan Bodhisatta menyerahkan kerajaannya kepada para menterinya, dan dengan menjalani kehidupan suci sebagai seorang petapa, ia terlahir kembali di alam brahma.
____________________
Setelah selesai menyampaikan uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahirannya: “Pada masa itu, Ānanda (Ananda) adalah Dabbasena, dan saya adalah Raja Benares.”
Cerita pembukanya berhubungan dengan Seyyaṃsa-Jātaka11. Dalam kisah ini, Sang Guru berkata, “Anda bukanlah satu-satunya orang yang mendapatkan kebaikan dari perbuatan buruk, orang bijak dimasa lampau juga mendapatkan kebaikan dari perbuatan buruk.”
Beliau pun menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Pada suatu ketika, seorang menteri yang bekerja melayani Raja Benares melakukan perbuatan buruk di tempat kediaman selir kerajaan. Raja mengusirnya keluar dari kerajaan setelah menyaksikan sendiri pelanggaran yang dilakukannya. Bagaimana ia menjadi bawahan raja Kosala, yang bernama Dabbasena, diceritakan semuanya dalam Mahāsīlava-Jātaka12.
Dalam kisah ini, Dabbasena menangkap Raja Benares ketika sedang berada di pentas di tengah-tengah para menterinya, dan mengikatnya dengan tali di atas pintu sehingga membuat kepalanya menggantung ke bawah. Raja mengembangkan perasaan cinta kasih terhadap kesatria jahat tersebut, dan dengan meditasi kasiṇa13 memasuki ke dalam tingkat jhana.
Setelah memutuskan semua ikatannya, ia duduk bersila di udara. Kesatria itu kemudian diserang oleh rasa sakit yang amat membara di dalam tubuhnya, dan dengan tangisan, “Saya terbakar, saya terbakar,” ia berguling-guling di atas tanah. Ketika ia bertanya kenapa hal ini bisa terjadi, para menterinya menjawab, “Ini terjadi karena raja yang Anda gantung kepalanya ke bawah dari atas pintu itu adalah seorang yang suci dan tidak bersalah.”
Kemudian ia berkata, “Cepat pergi dan bebaskan dirinya.” Para bawahannya segera pergi, dan ketika melihat raja itu sedang duduk bersila di udara, mereka kembali dan memberi tahu Dabbasena. [14] Maka ia pun bergegas pergi ke sana dan menunduk di hadapan raja seraya meminta maaf dan mengucapkan bait pertama berikut :
O raja yang sebelumnya berkuasa
di kerajaan tempat Anda tinggal,
menikmati kebahagiaan yang demikian
yang hanya sedikit dialami oleh manusia,
Bagaimana bisa, berada di tengah siksaan
seperti alam neraka, Anda masih tetap
begitu tenang dan wajahmu begitu cerah?
Mendengar ini, Bodhisatta mengucapkan bait-bait berikut:
Dahulu pernah saya bertekad dengan sungguh-sungguh,
agar, dari kehidupan sebagai petapa, tidak dihalangi,
Sekarang kejayaan demikian telah diberikan kepadaku,
mengapa harus kukotori raut wajahku?
Akhir telah terwujudkan, tugasku selesai,
Kesatria yang sebelumnya adalah musuh
sekarang bukan lagi seorang musuh,
Ketenaran yang demikian telah dimenangkan,
mengapa harus kukotori raut wajahku?
14Ketika kebahagiaan menjadi kesedihan dan
kesedihan menjadi kebahagiaan,
Jiwa-jiwa yang tabah mungkin memperoleh
kesenangan yang muncul dari rasa sakit mereka,
Tetapi perbedaan perasaan ini tidak akan mereka rasakan,
ketika ketenangan nibbana dicapai.
[15] Setelah mendengar ini, Dabbasena meminta maaf kepada Bodhisatta dan berkata, “Pimpinlah rakyat-rakyatmu dan akan kubersihkan para pemberontak di dalamnya.” Maka setelah menghukum menteri yang jahat tersebut, ia pun pergi. Sedangkan Bodhisatta menyerahkan kerajaannya kepada para menterinya, dan dengan menjalani kehidupan suci sebagai seorang petapa, ia terlahir kembali di alam brahma.
____________________
Setelah selesai menyampaikan uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahirannya: “Pada masa itu, Ānanda (Ananda) adalah Dabbasena, dan saya adalah Raja Benares.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com