VĀNARA-JĀTAKA
Vānarajātaka (Ja 342)
[133] “Apakah setelah tiba di,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Veluvana, tentang percobaan Devadatta untuk membunuh Sang Buddha.
Cerita pembukanya telah diceritakan sebelumnya.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor kera di daerah pegunungan Himalaya. Ketika dewasa, ia tinggal di tepi Sungai Gangga.
Kala itu, seekor buaya betina yang ada di Sungai Gangga mengidamkan jantung seekor kera, dan memberitahukannya kepada suaminya. Suaminya berpikir, “Saya akan membunuh kera itu (Bodhisatta) dengan cara menenggelamkannya ke dalam air sungai dan mengambil jantungnya untuk diberikan kepada istriku.” Jadi ia berkata kepada Bodhisatta, “Teman, mari kita pergi dan makan buah-buahan di tengah pulau.”
“Bagaimana caranya saya ke sana?” tanya kera.
“Saya akan meletakkanmu di punggungku dan membawamu ke sana,” jawab buaya.
Karena tidak mengetahui tujuan sebenarnya dari buaya, kera pun melompat ke atas punggungnya dan duduk di sana. Setelah berenang beberapa jauh, buaya mulai menyelam ke dalam air. Kemudian kera berkata, “Mengapa kamu memasukkanku ke dalam air?”
“Saya akan membunuhmu,” kata buaya, “dan memberikan jantungmu kepada istriku.”
“Teman bodoh,” katanya, “apa kamu pikir jantungku ada di dalam tubuhku?”
“Jadi, dimana kamu meletakkannya?”
“Apakah kamu tidak melihatnya tergantung di sana di pohon elo88 itu?”
“Saya melihatnya,” kata buaya, “tetapi apakah kamu bersedia memberikannya kepadaku?”
“Ya, saya bersedia memberikannya,” jawab kera.
Kemudian buaya, yang demikian bodoh, berenang membawa kera sampai di kaki pohon elo itu, di tepi sungai. Bodhisatta melompat dari punggung buaya dan memanjat pohon elo, kemudian mengucapkan bait-bait berikut:
Apakah setelah tiba di daratan
saya harus masuk ke dalam kekuasaanmu lagi?
Saya tidak menyukai pohon nangka dan jambu,
saya lebih memilih pohon elo daripada pohon mangga di sana.
Ia yang gagal untuk bangkit di saat mendapatkan kesempatan besar,
akan berbaring di bawah kaki lawannya dengan perasaan sedih:
[134] Ia yang menghadapi kesulitan di dalam hidupnya
haruslah tahu bahwa ia tidak boleh takut terhadap tekanan dari lawannya.
Dengan demikian lah Bodhisatta dalam empat bait kalimat tersebut memberitahukan bagaimana caranya berhasil dalam urusan duniawi, dan dengan segera menghilang di dalam semak belukar pepohonan.
____________________
Sang Guru, setelah menyampaikan uraian ini, mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, Devadatta adalah buaya dan saya sendiri adalah kera.”
Cerita pembukanya telah diceritakan sebelumnya.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor kera di daerah pegunungan Himalaya. Ketika dewasa, ia tinggal di tepi Sungai Gangga.
Kala itu, seekor buaya betina yang ada di Sungai Gangga mengidamkan jantung seekor kera, dan memberitahukannya kepada suaminya. Suaminya berpikir, “Saya akan membunuh kera itu (Bodhisatta) dengan cara menenggelamkannya ke dalam air sungai dan mengambil jantungnya untuk diberikan kepada istriku.” Jadi ia berkata kepada Bodhisatta, “Teman, mari kita pergi dan makan buah-buahan di tengah pulau.”
“Bagaimana caranya saya ke sana?” tanya kera.
“Saya akan meletakkanmu di punggungku dan membawamu ke sana,” jawab buaya.
Karena tidak mengetahui tujuan sebenarnya dari buaya, kera pun melompat ke atas punggungnya dan duduk di sana. Setelah berenang beberapa jauh, buaya mulai menyelam ke dalam air. Kemudian kera berkata, “Mengapa kamu memasukkanku ke dalam air?”
“Saya akan membunuhmu,” kata buaya, “dan memberikan jantungmu kepada istriku.”
“Teman bodoh,” katanya, “apa kamu pikir jantungku ada di dalam tubuhku?”
“Jadi, dimana kamu meletakkannya?”
“Apakah kamu tidak melihatnya tergantung di sana di pohon elo88 itu?”
“Saya melihatnya,” kata buaya, “tetapi apakah kamu bersedia memberikannya kepadaku?”
“Ya, saya bersedia memberikannya,” jawab kera.
Kemudian buaya, yang demikian bodoh, berenang membawa kera sampai di kaki pohon elo itu, di tepi sungai. Bodhisatta melompat dari punggung buaya dan memanjat pohon elo, kemudian mengucapkan bait-bait berikut:
Apakah setelah tiba di daratan
saya harus masuk ke dalam kekuasaanmu lagi?
Saya tidak menyukai pohon nangka dan jambu,
saya lebih memilih pohon elo daripada pohon mangga di sana.
Ia yang gagal untuk bangkit di saat mendapatkan kesempatan besar,
akan berbaring di bawah kaki lawannya dengan perasaan sedih:
[134] Ia yang menghadapi kesulitan di dalam hidupnya
haruslah tahu bahwa ia tidak boleh takut terhadap tekanan dari lawannya.
Dengan demikian lah Bodhisatta dalam empat bait kalimat tersebut memberitahukan bagaimana caranya berhasil dalam urusan duniawi, dan dengan segera menghilang di dalam semak belukar pepohonan.
____________________
Sang Guru, setelah menyampaikan uraian ini, mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, Devadatta adalah buaya dan saya sendiri adalah kera.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com