AYUKŪṬA-JĀTAKA
Ayakūṭajātaka (Ja 347)
“Mengapa Anda berdiri melayang,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang perbuatan atau tindakan yang bermanfaat.
Cerita pembukanya akan dikemukakan di dalam Mahākaṇha-Jātaka96.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai putra dari permaisuri raja. Ketika dewasa, ia diajari semua ilmu pengetahuan, dan sepeninggal ayahnya, ia naik takhta dan memimpin kerajaan dengan benar.
Pada waktu itu, orang-orang mengabdikan diri dengan memuja dewa-dewa [146] dan memberikan korban persembahan dengan menyembelih banyak kambing, domba, dan lain sebagainya. Dengan tabuhan genderang, Bodhisatta mengumumkan, “Tidak boleh ada lagi makhluk hidup yang dibunuh (untuk dijadikan korban persembahan).”
Para yaksa menjadi sangat marah dengan Bodhisatta karena kehilangan korban-korban persembahan mereka. Dan setelah mengumpulkan bangsa sejenis mereka di Himalaya, kemudian mereka mengutus seorang yaksa yang kejam untuk membunuh Bodhisatta.
Ia mengambil onggokan besi yang menyala-nyala yang berbentuk seperti kubah, berpikir untuk menghantam Bodhisatta dengan satu lemparan segera setelah lewat penggal tengah malam hari. Ia datang dan berdiri melayang tepat di atas ranjang Bohisatta. Pada saat itu juga, takhta Dewa Sakka menjadi panas. Dengan kekuatannya memindai, Sakka menemukan penyebabnya, dan dengan membawa halilintarnya di tangan, ia datang dan berdiri di atas yaksa itu. Bodhisatta, ketika melihat yaksa itu, berpikir, “Ada apa gerangan ia berdiri di sini? Apakah untuk melindungiku atau untuk membunuhku?”
Dan ia mengucapkan bait pertama berikut:
Mengapa Anda berdiri melayang di udara,
Wahai Yaksa, dengan onggokan besi yang besar itu di tanganmu?
Apakah Anda hendak melindungiku
dari segala bahaya, atau dikirim untuk menghabisiku?
Saat itu, Bodhisatta hanya melihat yaksa, ia tidak melihat Sakka. Karena takut dengan Dewa Sakka, yaksa tidak berani menghantam Bodhisatta dengan onggokan itu. Setelah mendengar kata-kata Bodhisatta, yaksa berkata, “Paduka, saya berdiri di sini bukan untuk menjagamu, melainkan saya datang dengan maksud menghantam dirimu dengan onggokan besi yang menyala-nyala ini, tetapi karena takut dengan Dewa Sakka saya tidak melakukannya.”
Dan untuk menjelaskan tujuannya, ia mengucapkan bait kedua berikut:
Saya berada di sini sebagai utusan para yaksa,
saya datang untuk menghancurkanmu.
Tetapi onggokan besi menyala-nyala yang kubawa ini
akan sia-sia saja menghantam kepala
yang dilindungi oleh Indra.
Setelah mendengar ini, Bodhisatta mengucapkan bait-bait kalimat berikut:
Jika Dewa Indra, Sujampati, yang berkuasa di alam surga,
raja para dewa, berkenan menjadi penyebab kemenanganku,
[147] meskipun dengan raungan yang seram,
makhluk-makhluk halus97 memecah langit,
tak ada setan yang mempunyai kekuatan untuk menakutiku.
Biarlah para pisaca yang kotor mengoceh semaunya,
mereka tidaklah sebanding dalam sebuah pertarungan yang demikian.
Kemudian Sakka membuat yaksa itu pergi melarikan diri. Dan setelah memberikan pesan kepada Sang Mahasatwa, “Paduka, jangan takut, mulai saat ini kami akan melindungimu,” Sakka kemudian langsung pergi kembali ke kediamannya.
____________________
Sang Guru menyampaikan uraian-Nya sampai di sini dan mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, Anuruddha adalah Sakka, dan saya sendiri adalah Raja Benares.”
Cerita pembukanya akan dikemukakan di dalam Mahākaṇha-Jātaka96.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai putra dari permaisuri raja. Ketika dewasa, ia diajari semua ilmu pengetahuan, dan sepeninggal ayahnya, ia naik takhta dan memimpin kerajaan dengan benar.
Pada waktu itu, orang-orang mengabdikan diri dengan memuja dewa-dewa [146] dan memberikan korban persembahan dengan menyembelih banyak kambing, domba, dan lain sebagainya. Dengan tabuhan genderang, Bodhisatta mengumumkan, “Tidak boleh ada lagi makhluk hidup yang dibunuh (untuk dijadikan korban persembahan).”
Para yaksa menjadi sangat marah dengan Bodhisatta karena kehilangan korban-korban persembahan mereka. Dan setelah mengumpulkan bangsa sejenis mereka di Himalaya, kemudian mereka mengutus seorang yaksa yang kejam untuk membunuh Bodhisatta.
Ia mengambil onggokan besi yang menyala-nyala yang berbentuk seperti kubah, berpikir untuk menghantam Bodhisatta dengan satu lemparan segera setelah lewat penggal tengah malam hari. Ia datang dan berdiri melayang tepat di atas ranjang Bohisatta. Pada saat itu juga, takhta Dewa Sakka menjadi panas. Dengan kekuatannya memindai, Sakka menemukan penyebabnya, dan dengan membawa halilintarnya di tangan, ia datang dan berdiri di atas yaksa itu. Bodhisatta, ketika melihat yaksa itu, berpikir, “Ada apa gerangan ia berdiri di sini? Apakah untuk melindungiku atau untuk membunuhku?”
Dan ia mengucapkan bait pertama berikut:
Mengapa Anda berdiri melayang di udara,
Wahai Yaksa, dengan onggokan besi yang besar itu di tanganmu?
Apakah Anda hendak melindungiku
dari segala bahaya, atau dikirim untuk menghabisiku?
Saat itu, Bodhisatta hanya melihat yaksa, ia tidak melihat Sakka. Karena takut dengan Dewa Sakka, yaksa tidak berani menghantam Bodhisatta dengan onggokan itu. Setelah mendengar kata-kata Bodhisatta, yaksa berkata, “Paduka, saya berdiri di sini bukan untuk menjagamu, melainkan saya datang dengan maksud menghantam dirimu dengan onggokan besi yang menyala-nyala ini, tetapi karena takut dengan Dewa Sakka saya tidak melakukannya.”
Dan untuk menjelaskan tujuannya, ia mengucapkan bait kedua berikut:
Saya berada di sini sebagai utusan para yaksa,
saya datang untuk menghancurkanmu.
Tetapi onggokan besi menyala-nyala yang kubawa ini
akan sia-sia saja menghantam kepala
yang dilindungi oleh Indra.
Setelah mendengar ini, Bodhisatta mengucapkan bait-bait kalimat berikut:
Jika Dewa Indra, Sujampati, yang berkuasa di alam surga,
raja para dewa, berkenan menjadi penyebab kemenanganku,
[147] meskipun dengan raungan yang seram,
makhluk-makhluk halus97 memecah langit,
tak ada setan yang mempunyai kekuatan untuk menakutiku.
Biarlah para pisaca yang kotor mengoceh semaunya,
mereka tidaklah sebanding dalam sebuah pertarungan yang demikian.
Kemudian Sakka membuat yaksa itu pergi melarikan diri. Dan setelah memberikan pesan kepada Sang Mahasatwa, “Paduka, jangan takut, mulai saat ini kami akan melindungimu,” Sakka kemudian langsung pergi kembali ke kediamannya.
____________________
Sang Guru menyampaikan uraian-Nya sampai di sini dan mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, Anuruddha adalah Sakka, dan saya sendiri adalah Raja Benares.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com