ARAÑÑA-JĀTAKA
Araññajātaka (Ja 348)
“Keraguan ini, Ayahku,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang godaan nafsu seorang wanita gemuk (kasar). Cerita pembukanya dikemukakan di dalam Culla-Nārada-Jātaka98.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam sebuah keluarga brahmana. Dan ketika dewasa, ia mempelajari semua cabang ilmu pengetahuan di Takkasila.
Setelah istrinya meninggal, ia menjalankan kehidupan suci sebagai seorang petapa dan bersama dengan putranya tinggal di daerah pegunungan Himalaya. Di sana, ia meninggalkan putranya di kediamannya di saat ia pergi untuk mengumpulkan buah-buahan.
Pada waktu itu, beberapa penyamun merampok di suatu desa perbatasan. Ketika mereka pergi dengan membawa serta tawanan dari desa itu, seorang wanita melarikan diri dan mencari perlindungan sampai ke pertapaan mereka, [148] dan dengan godaannya, menghancurkan moralitas (sila) anak muda itu. Ia berkata kepada anak muda itu, “Ayo, mari kita pergi.”
“Tunggu ayahku pulang terlebih dahulu,” katanya, “dan saya akan pergi bersamamu setelah berjumpa dengannya.”
“Baiklah, setelah Anda berjumpa dengannya, datanglah kepadaku,” kata wanita itu. Dan ia pergi dari tempat itu, duduk di tengah jalan.
Petapa muda itu mengucapkan bait pertama berikut ketika ayahnya kembali:
Keraguan ini, Ayah, pecahkanlah untukku;
Jika saya pergi ke suatu tempat keluar dari hutan ini,
Orang yang memiliki watak dan perilaku seperti apa
yang seharusnya kujadikan sebagai teman?
Kemudian ayahnya, untuk memberikan nasihat kepadanya, mengucapkan tiga bait berikut ini:
Orang yang mampu mendapatkan kepercayaan diri
dan cinta kasihmu, yang dapat memercayai kata-katamu,
dan yang terbukti sabar.
Orang yang tidak melakukan perbuatan salah
dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan;
Bertemanlah dengan orang-orang yang demikian.
Orang yang pikirannya selalu berubah-ubah
dan labil seperti pikiran seekor kera;
Janganlah berteman dengan orang-orang yang demikian
meskipun harus sendirian berada di tempat itu.
[149] Setelah mendengar ini, petapa muda itu berkata, “Ayah, bagaimana saya bisa menemukan orang yang memiliki sifat-sifat demikian? Saya tidak akan pergi. Saya hanya akan tinggal bersama denganmu.” Dan setelah berkata demikian, ia pun tidak jadi pergi.
Kemudian sang ayah mengajarkan meditasi pendahuluan kasiṇa kepadanya. Dengan tidak terputus dalam keadaan jhana-nya, setelah meninggal, mereka berdua terlahir kembali di alam brahma.
____________________
Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka setelah menyelesaikan uraian-Nya: “Pada masa itu, anak muda dan wanita itu adalah orang yang sama di dalam kisah yang berhubungan dengan ini nantinya. Petapa itu adalah diriku sendiri.”
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam sebuah keluarga brahmana. Dan ketika dewasa, ia mempelajari semua cabang ilmu pengetahuan di Takkasila.
Setelah istrinya meninggal, ia menjalankan kehidupan suci sebagai seorang petapa dan bersama dengan putranya tinggal di daerah pegunungan Himalaya. Di sana, ia meninggalkan putranya di kediamannya di saat ia pergi untuk mengumpulkan buah-buahan.
Pada waktu itu, beberapa penyamun merampok di suatu desa perbatasan. Ketika mereka pergi dengan membawa serta tawanan dari desa itu, seorang wanita melarikan diri dan mencari perlindungan sampai ke pertapaan mereka, [148] dan dengan godaannya, menghancurkan moralitas (sila) anak muda itu. Ia berkata kepada anak muda itu, “Ayo, mari kita pergi.”
“Tunggu ayahku pulang terlebih dahulu,” katanya, “dan saya akan pergi bersamamu setelah berjumpa dengannya.”
“Baiklah, setelah Anda berjumpa dengannya, datanglah kepadaku,” kata wanita itu. Dan ia pergi dari tempat itu, duduk di tengah jalan.
Petapa muda itu mengucapkan bait pertama berikut ketika ayahnya kembali:
Keraguan ini, Ayah, pecahkanlah untukku;
Jika saya pergi ke suatu tempat keluar dari hutan ini,
Orang yang memiliki watak dan perilaku seperti apa
yang seharusnya kujadikan sebagai teman?
Kemudian ayahnya, untuk memberikan nasihat kepadanya, mengucapkan tiga bait berikut ini:
Orang yang mampu mendapatkan kepercayaan diri
dan cinta kasihmu, yang dapat memercayai kata-katamu,
dan yang terbukti sabar.
Orang yang tidak melakukan perbuatan salah
dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan;
Bertemanlah dengan orang-orang yang demikian.
Orang yang pikirannya selalu berubah-ubah
dan labil seperti pikiran seekor kera;
Janganlah berteman dengan orang-orang yang demikian
meskipun harus sendirian berada di tempat itu.
[149] Setelah mendengar ini, petapa muda itu berkata, “Ayah, bagaimana saya bisa menemukan orang yang memiliki sifat-sifat demikian? Saya tidak akan pergi. Saya hanya akan tinggal bersama denganmu.” Dan setelah berkata demikian, ia pun tidak jadi pergi.
Kemudian sang ayah mengajarkan meditasi pendahuluan kasiṇa kepadanya. Dengan tidak terputus dalam keadaan jhana-nya, setelah meninggal, mereka berdua terlahir kembali di alam brahma.
____________________
Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka setelah menyelesaikan uraian-Nya: “Pada masa itu, anak muda dan wanita itu adalah orang yang sama di dalam kisah yang berhubungan dengan ini nantinya. Petapa itu adalah diriku sendiri.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com