LAṬUKIKA-JĀTAKA
Laṭukikajātaka (Ja 357)
“Gajah yang berusia enam puluh tahun,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Veluvana, tentang Devadatta.
Pada suatu hari, para bhikkhu memulai sebuah pembahasan di dalam balai kebenaran, dengan berkata, “Āvuso, Devadatta adalah orang yang kasar, kejam, dan bengis. Ia tidak memiliki sedikit belas kasih pun terhadap mahkluk hidup.” Ketika Sang Guru datang dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan, dan setelah mendengar jawabannya, Beliau berkata, “Para Bhikkhu, bukan hanya kali ini saja, tetapi juga di masa lampau ia adalah orang yang tidak memiliki belas kasih.”
Dan berikut ini Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor gajah. Ia tumbuh menjadi hewan yang elok rupanya dan baik hati sehingga, sewaktu dewasa, ia menjadi pemimpin bagi kawanannya berupa delapan puluh ribu ekor gajah, dan bertempat tinggal di pegunungan Himalaya.
Pada waktu itu, seekor burung puyuh108 bertelur di tempat para gajah itu mencari makanan. Ketika telur-telurnya sudah siap untuk menetas, anak-anak burung di dalamnya pun memecahkan cangkangnya dan keluar. Sebelum sayap-sayap mereka tumbuh (sempurna) dan ketika mereka masih belum mampu untuk terbang, Sang Mahasatwa beserta kawanannya sebanyak delapan puluh ribu ekor gajah lainnya mencari makanan mereka di tempat itu.
Sewaktu melihat kawanan gajah, burung puyuh berpikir, “Gajah-gajah yang besar itu akan menginjak anak-anakku dan membunuh mereka. Saya akan memohon perlindungan dari pemimpin mereka untuk keselamatan anak-anakku.” Kemudian ia membentangkan kedua sayapnya dan berdiri di hadapan pemimpin kawanan tersebut, seraya mengucapkan bait pertama berikut:
Gajah yang berusia enam puluh tahun,
raja di dalam hutan bagi kawananmu,
saya hanyalah seekor burung yang lemah,
sedangkan Anda adalah pemimpin dari kawanan ini;
Dengan sayapku yang terbentang,
kuberi hormat dan kumohon agar
kalian tidak membunuh anak-anakku.
[175] Sang Mahasatwa berkata, “Wahai puyuh, jangan khawatir. Saya akan melindungi anak-anakmu.” Dan ia berdiri di atas anak-anak burung itu selagi delapan puluh ribu ekor gajah lainnya berjalan melewati tempat tersebut. Kemudian ia berkata kepada puyuh: “Di belakang kami ada seekor gajah yang selalu bepergian seorang diri. Ia tidak akan menuruti permintaan kami. Ketika ia datang, Anda harus memohon kepadanya agar keselamatan anak-anakmu terjamin.” Setelah berkata demikian, ia pun pergi. Dan burung puyuh maju ke depan untuk menemui gajah yang satu itu, dengan kedua sayap yang dibentangkan, ia memberikan penghormatan dan mengucapkan bait kedua berikut:
Mengembara melewati bukit dan lembah
dengan perasaan senang seorang diri,
Anda, raja di dalam hutan, saya memohon,
dan memberi penghormatan dengan kedua sayapku yang terbentang.
Saya hanyalah seekor burung puyuh yang lemah,
janganlah membunuh anak-anakku.
Setelah mendengar perkataannya, gajah itu mengucapkan bait ketiga berikut:
Saya akan membunuh anak-anakmu, puyuh;
Apalah gunanya bantuan dari kalian?
Kaki kiriku dapat menghancurkan
beribu-ribu burung seperti ini dengan mudahnya.
[176] Setelah berkata demikian, dengan kakinya ia menginjak anak-anak burung itu hingga hancur berkeping-keping, menghanyutkan mereka dengan menyiramkan air, kemudian pergi sambil meraung keras. Induk burung puyuh bertengger di dahan pohon dan berkata, “Kamu pergi begitu saja, sambil meraung keras. Kamu akan segera melihat apa yang akan kulakukan, kamu tidak tahu perbedaan yang ada di antara kekuatan tubuh dan kekuatan pikiran. Baiklah! akan kuajarkan pelajaran ini kepadamu.”
Demikianlah ia mengancam gajah itu, dan kemudian mengucapkan bait keempat berikut:
Kekuatan yang disalahgunakan bukanlah segalanya,
sering kali kekuatan menjadi penyebab kebodohan.
Hewan yang membunuh anak-anakku,
akan kubalas perbuatan jahatmu.
Setelah berkata demikian, ia membantu seekor burung gagak melakukan sesuatu, dan dengan perasaan senang, burung gagak bertanya, “Ada yang bisa saya bantu?” Burung puyuh berkata, “Tuan, tidak ada hal lain yang kuharapkan darimu, selain saya ingin Anda mematuk kedua mata gajah yang jahat itu dan mencungkilnya keluar.” Gagak pun mengiyakannya.
Kemudian burung puyuh membantu seekor lalat hijau melakukan sesuatu, dan ketika lalat bertanya, “Ada yang bisa saya bantu?” puyuh menjawab, “Nanti, ketika mata gajah yang jahat itu telah dicungkil keluar oleh burung gagak, saya ingin Anda menjatuhkan telurmu di atasnya.” Lalat pun menyetujuinya.
Kemudian burung puyuh membantu seekor kodok melakukan sesuatu, dan ketika kodok bertanya, “Ada yang bisa saya bantu?” ia menjawab, “Nanti, ketika gajah yang jahat itu menjadi buta dan mencari air untuk minum, Anda berdirilah di puncak sebuah gunung dan menguaklah. Kemudian ketika ia sudah sampai di puncak itu, Anda turun kembali ke lembah dan menguaklah lagi di sana. Inilah yang kuminta darimu.” Setelah mendengar apa yang dikatakan burung puyuh, kodok pun mengiyakannya.
[177] Maka pada suatu hari, dengan paruhnya burung gagak mematuk kedua mata gajah itu, lalat menjatuhkan telur di atasnya dan gajah itu merasakan sakit yang luar biasa karena digerogoti oleh larva yang ada di dalam telur lalat. Gajah itu kemudian merasa sangat haus dan pergi mencari air minum. Pada saat itu, kodok berdiri di puncak sebuah gunung dan menguak. Gajah itu pun berpikir, “Pasti ada air di sana,” dan ia mendaki gunung itu. Kemudian kodok turun kembali dan berdiri di lembah gunung, sambil menguak. Gajah itu kembali berpikir, “Ada air di sana,” dan ia berjalan turun ke lembah, tetapi ia terguling jatuh sampai ke lembah gunung dan mati.
Sewaktu mengetahui bahwa gajah itu mati, burung puyuh berkata, “Saya telah membalas musuhku,” dan dengan perasaan senang berjalan di atas tubuh gajah, kemudian melanjutkan kehidupannya sampai akhirnya meninggal menerima hasil sesuai dengan perbuatannya.
____________________
Sang Guru berkata, “Bhikkhu, seseorang tidaklah seharusnya memulai permusuhan dengan siapa pun. Keempat mahkluk ini, dengan bergabung bersama, membawakan kehancuran bagi gajah yang sekuat itu.
Seekor burung puyuh bergabung dengan seekor burung gagak,
seekor lalat hijau dan seekor kodok,
bersama-sama menyelesaikan suatu permusuhan.
Karena mereka, seekor raja gajah mati:
Oleh sebab itu, hindarilah segala bentuk permusuhan.
Bait tersebut diucapkan oleh Ia Yang Sempurna Kebijaksanaan-Nya. Kemudian Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu, Devadatta adalah gajah yang jahat, dan saya sendiri adalah pemimpin dari kawanan gajah.”
Pada suatu hari, para bhikkhu memulai sebuah pembahasan di dalam balai kebenaran, dengan berkata, “Āvuso, Devadatta adalah orang yang kasar, kejam, dan bengis. Ia tidak memiliki sedikit belas kasih pun terhadap mahkluk hidup.” Ketika Sang Guru datang dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan, dan setelah mendengar jawabannya, Beliau berkata, “Para Bhikkhu, bukan hanya kali ini saja, tetapi juga di masa lampau ia adalah orang yang tidak memiliki belas kasih.”
Dan berikut ini Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor gajah. Ia tumbuh menjadi hewan yang elok rupanya dan baik hati sehingga, sewaktu dewasa, ia menjadi pemimpin bagi kawanannya berupa delapan puluh ribu ekor gajah, dan bertempat tinggal di pegunungan Himalaya.
Pada waktu itu, seekor burung puyuh108 bertelur di tempat para gajah itu mencari makanan. Ketika telur-telurnya sudah siap untuk menetas, anak-anak burung di dalamnya pun memecahkan cangkangnya dan keluar. Sebelum sayap-sayap mereka tumbuh (sempurna) dan ketika mereka masih belum mampu untuk terbang, Sang Mahasatwa beserta kawanannya sebanyak delapan puluh ribu ekor gajah lainnya mencari makanan mereka di tempat itu.
Sewaktu melihat kawanan gajah, burung puyuh berpikir, “Gajah-gajah yang besar itu akan menginjak anak-anakku dan membunuh mereka. Saya akan memohon perlindungan dari pemimpin mereka untuk keselamatan anak-anakku.” Kemudian ia membentangkan kedua sayapnya dan berdiri di hadapan pemimpin kawanan tersebut, seraya mengucapkan bait pertama berikut:
Gajah yang berusia enam puluh tahun,
raja di dalam hutan bagi kawananmu,
saya hanyalah seekor burung yang lemah,
sedangkan Anda adalah pemimpin dari kawanan ini;
Dengan sayapku yang terbentang,
kuberi hormat dan kumohon agar
kalian tidak membunuh anak-anakku.
[175] Sang Mahasatwa berkata, “Wahai puyuh, jangan khawatir. Saya akan melindungi anak-anakmu.” Dan ia berdiri di atas anak-anak burung itu selagi delapan puluh ribu ekor gajah lainnya berjalan melewati tempat tersebut. Kemudian ia berkata kepada puyuh: “Di belakang kami ada seekor gajah yang selalu bepergian seorang diri. Ia tidak akan menuruti permintaan kami. Ketika ia datang, Anda harus memohon kepadanya agar keselamatan anak-anakmu terjamin.” Setelah berkata demikian, ia pun pergi. Dan burung puyuh maju ke depan untuk menemui gajah yang satu itu, dengan kedua sayap yang dibentangkan, ia memberikan penghormatan dan mengucapkan bait kedua berikut:
Mengembara melewati bukit dan lembah
dengan perasaan senang seorang diri,
Anda, raja di dalam hutan, saya memohon,
dan memberi penghormatan dengan kedua sayapku yang terbentang.
Saya hanyalah seekor burung puyuh yang lemah,
janganlah membunuh anak-anakku.
Setelah mendengar perkataannya, gajah itu mengucapkan bait ketiga berikut:
Saya akan membunuh anak-anakmu, puyuh;
Apalah gunanya bantuan dari kalian?
Kaki kiriku dapat menghancurkan
beribu-ribu burung seperti ini dengan mudahnya.
[176] Setelah berkata demikian, dengan kakinya ia menginjak anak-anak burung itu hingga hancur berkeping-keping, menghanyutkan mereka dengan menyiramkan air, kemudian pergi sambil meraung keras. Induk burung puyuh bertengger di dahan pohon dan berkata, “Kamu pergi begitu saja, sambil meraung keras. Kamu akan segera melihat apa yang akan kulakukan, kamu tidak tahu perbedaan yang ada di antara kekuatan tubuh dan kekuatan pikiran. Baiklah! akan kuajarkan pelajaran ini kepadamu.”
Demikianlah ia mengancam gajah itu, dan kemudian mengucapkan bait keempat berikut:
Kekuatan yang disalahgunakan bukanlah segalanya,
sering kali kekuatan menjadi penyebab kebodohan.
Hewan yang membunuh anak-anakku,
akan kubalas perbuatan jahatmu.
Setelah berkata demikian, ia membantu seekor burung gagak melakukan sesuatu, dan dengan perasaan senang, burung gagak bertanya, “Ada yang bisa saya bantu?” Burung puyuh berkata, “Tuan, tidak ada hal lain yang kuharapkan darimu, selain saya ingin Anda mematuk kedua mata gajah yang jahat itu dan mencungkilnya keluar.” Gagak pun mengiyakannya.
Kemudian burung puyuh membantu seekor lalat hijau melakukan sesuatu, dan ketika lalat bertanya, “Ada yang bisa saya bantu?” puyuh menjawab, “Nanti, ketika mata gajah yang jahat itu telah dicungkil keluar oleh burung gagak, saya ingin Anda menjatuhkan telurmu di atasnya.” Lalat pun menyetujuinya.
Kemudian burung puyuh membantu seekor kodok melakukan sesuatu, dan ketika kodok bertanya, “Ada yang bisa saya bantu?” ia menjawab, “Nanti, ketika gajah yang jahat itu menjadi buta dan mencari air untuk minum, Anda berdirilah di puncak sebuah gunung dan menguaklah. Kemudian ketika ia sudah sampai di puncak itu, Anda turun kembali ke lembah dan menguaklah lagi di sana. Inilah yang kuminta darimu.” Setelah mendengar apa yang dikatakan burung puyuh, kodok pun mengiyakannya.
[177] Maka pada suatu hari, dengan paruhnya burung gagak mematuk kedua mata gajah itu, lalat menjatuhkan telur di atasnya dan gajah itu merasakan sakit yang luar biasa karena digerogoti oleh larva yang ada di dalam telur lalat. Gajah itu kemudian merasa sangat haus dan pergi mencari air minum. Pada saat itu, kodok berdiri di puncak sebuah gunung dan menguak. Gajah itu pun berpikir, “Pasti ada air di sana,” dan ia mendaki gunung itu. Kemudian kodok turun kembali dan berdiri di lembah gunung, sambil menguak. Gajah itu kembali berpikir, “Ada air di sana,” dan ia berjalan turun ke lembah, tetapi ia terguling jatuh sampai ke lembah gunung dan mati.
Sewaktu mengetahui bahwa gajah itu mati, burung puyuh berkata, “Saya telah membalas musuhku,” dan dengan perasaan senang berjalan di atas tubuh gajah, kemudian melanjutkan kehidupannya sampai akhirnya meninggal menerima hasil sesuai dengan perbuatannya.
____________________
Sang Guru berkata, “Bhikkhu, seseorang tidaklah seharusnya memulai permusuhan dengan siapa pun. Keempat mahkluk ini, dengan bergabung bersama, membawakan kehancuran bagi gajah yang sekuat itu.
Seekor burung puyuh bergabung dengan seekor burung gagak,
seekor lalat hijau dan seekor kodok,
bersama-sama menyelesaikan suatu permusuhan.
Karena mereka, seekor raja gajah mati:
Oleh sebab itu, hindarilah segala bentuk permusuhan.
Bait tersebut diucapkan oleh Ia Yang Sempurna Kebijaksanaan-Nya. Kemudian Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu, Devadatta adalah gajah yang jahat, dan saya sendiri adalah pemimpin dari kawanan gajah.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com