SUSSONDI-JĀTAKA
Suyonandījātaka (Ja 360)
“Saya mencium aroma wangi,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang menyesal.
Beliau menanyakan apakah hal itu benar bahwasanya ia merindukan keduniawian, dan hal apa yang telah dilihatnya sehingga menyebabkan dirinya menjadi menyesal menjalankan kehidupan sebagai seorang bhikkhu. Bhikkhu itu menjawab, “Ini semua disebabkan oleh seorang wanita.”
Sang Guru berkata, “Sesungguhnya, Bhikkhu, adalah merupakan suatu hal yang tidak mungkin untuk menjaga wanita. Orang bijak di masa lampau, meskipun telah berhati-hati dengan memilih tempat tinggal di kediaman burung garuda, tetap tidak bisa menjaga wanitanya.”
Atas permintaannya, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala Raja Tamba memerintah di Benares dan ratunya yang bernama Sussondī (Sussondi) adalah seorang wanita yang amat cantik. Bodhisatta terlahir sebagai seekor burung garuda.
Pada saat itu, Pulau Naga dikenal dengan nama Pulau Seruma, dan Bodhisatta tinggal di pulau ini, di kediaman burung garuda. Ia selalu pergi ke Benares, menyamar sebagai seorang laki-laki, dan bermain dadu dengan Raja Tamba.
Melihat ketampanannya, mereka berkata kepada Sussondi, “Seorang pemuda anu sedang bermain dadu dengan raja kita.” Ratu sangat ingin bertemu dengannya, dan pada suatu hari ia berhias dan datang ke ruangan tempat permainan dadu dilakukan. [188] Di sana, berdiri di antara tamu-tamu yang hadir, ratu menetapkan pandangan matanya kepada pemuda itu. Ia juga menatap kepada ratu, dan pasangan ini pun saling jatuh cinta.
Dengan kesaktiannya, burung garuda membuat badai di dalam istana dan orang-orang yang takut rumahnya runtuh melarikan diri ke luar dari istana. Dan dengan kekuatannya kembali, ia membuat kota menjadi gelap, kemudian ia membawa ratu kabur ke kediamannya di Pulau Seruma. Tidak seorang pun yang tahu tentang kedatangan atau kepergian Sussondi.
Burung garuda bersenang-senang dengan ratu, dan ia masih tetap datang bermain dadu dengan raja. Pada waktu itu, raja memiliki seorang pemusik yang bernama Sagga. Karena tidak mengetahui keberadaan ratu, raja memanggilnya dan berkata, “Pergi sekarang, jelajahi semua daratan dan lautan, dan cari tahu apa yang terjadi dengan ratu.” Setelah berkata demikian, ia memintanya untuk segera pergi.
Pemusik itu mengambil apa yang diperlukannya di dalam perjalanannya, dan memulai pencarian dari gerbang kota dan akhirnya tiba di Bhārukaccha (Bharukaccha). Pada waktu itu, saudagar-saudagar di Bharukaccha sedang bersiap-siap untuk berlayar ke Tanah Emas. Ia mendekati mereka dan berkata, “Saya adalah seorang pemusik. Jika kalian tidak meminta uang untuk perjalananku, saya akan memainkan musik untuk kalian. Bawalah saya bersama kalian.” Mereka setuju untuk melakukannya dan membawanya naik ke kapal, kemudian menaikkan jangkar.
Ketika kapalnya sudah agak jauh berlayar, mereka memanggilnya dan memintanya memainkan musik. Ia berkata, “Saya akan bermain musik, tetapi jika saya melakukannya, ikan-ikan akan menjadi sangat tidak tenang sehingga ditakutkan mereka akan menghancurkan kapal kalian.” Kata mereka, “Jika seorang manusia biasa saja yang bermain musik, tidak akan ada apa-apa yang terjadi dengan ikan-ikan. Mainkanlah musiknya untuk kami.” “Kalau begitu, jangan marah kepadaku nanti,” katanya, dan ia memainkan kecapinya sambil menjaga keserasian antara lirik lagunya dan nada dari tali kecapinya, demikian ia memainkan musik untuk mereka.
Ikan-ikan menjadi tidak tenang mendengar suara itu dan melompat ke sana ke sini, dan kemudian makara114 melompat ke atas dan jatuh tepat di kapal itu, membelahnya menjadi dua. Sagga yang terbaring di sebuah papan dibawa oleh angin sampai di Pulau Naga, tempat raja burung garuda itu tinggal, di bawah sebuah pohon beringin.
Kala itu, Ratu Sussondi selalu pergi ke luar dari kediamannya setiap kali raja burung garuda pergi bermain dadu, [189] ia sedang berkeliaran di sisi pantai dan melihat, kemudian mengenali Pemusik Sagga, dan menanyakan bagaimana ia bisa sampai di sana. Ia pun menceritakannya secara lengkap. Dan ratu menghiburnya dengan berkata, “Jangan takut,” seraya merangkulnya. Ratu membawanya ke kediamannya dan membaringkannya di tempat tidur. Dan ketika ia sudah benar-benar sadar, ratu mempersembahkan makanan yang lezat untuknya, memandikannya dengan air yang wangi, menghiasinya dengan memakaikan pakaian yang mewah dan juga dengan bunga yang wangi, membuatnya nyaman berbaring di tempat itu. Demikianlah ia melayaninya, dan setiap kali raja garuda itu kembali, ia selalu menyembunyikan kekasihnya dan sesudah raja pergi, di bawah kendali nafsu, ia akan bersenang-senang dengan pemusik tersebut.
Setelah satu setengah bulan berlalu, beberapa saudagar yang berasal dari Benares berlabuh di pulau ini, di bawah pohon beringin, untuk mencari kayu bakar dan air. Pemusik Sagga naik ke kapal bersama mereka, dan sesampainya di Benares, begitu melihat raja sedang bermain dadu, ia mengambil kecapinya dan bermain musik, seraya melafalkan bait pertama berikut:
Saya mencium aroma wangi pohon timira,
saya mendengar deruan ombak dari laut ganas itu:
Tamba, saya tersiksa oleh cintaku,
karena Sussondi yang cantik terpisah jauh dariku.
Mendengar perkataan ini, raja garuda mengucapkan bait kedua berikut:
Bagaimana Anda menyeberangi laut berbadai itu,
dan keluar dari Pulau Seruma dengan selamat?
Bagaimana caranya, Sagga, mohon beritahukan saya,
Anda menemukan jalan ke tempat Sussondi berada?
[190] Kemudian Sagga mengucapkan bait ketiga berikut:
Bersama para saudagar dari Bharukaccha,
kapal yang kutumpangi dihancurkan oleh makara;
Saya selamat karena berbaring pada sebuah papan.
Seorang ratu yang wangi dengan tangannya nan lembut
memangku diriku dengan penuh cinta kasih,
seolah-olah saya adalah anak kandungnya sendiri.
Ia memberikan pakaian dan makanan,
dan di saat saya berbaring,
dengan mata yang dipenuhi dengan cinta,
ia berada di ranjangku seharian.
Pahamilah ini dengan baik, Tamba;
Yang saya katakan ini adalah benar adanya.
Burung garuda itu, sewaktu pemusik tersebut berbicara demikian, dipenuhi dengan penyesalan dan berkata: “Walaupun saya tinggal di kediaman burung garuda nan jauh di sana, saya gagal menjaganya dengan aman. Apalah gunanya wanita jahat ini bagiku?” Maka ia membawanya kembali ke pada raja dan terbang pergi. Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi muncul di sana.
____________________
Setelah menyampaikan uraian-Nya, Sang Guru memaklumkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang (tadinya) menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna:—Pada masa itu, Ānanda adalah Raja Benares, dan saya sendiri adalah raja burung garuda.”
Beliau menanyakan apakah hal itu benar bahwasanya ia merindukan keduniawian, dan hal apa yang telah dilihatnya sehingga menyebabkan dirinya menjadi menyesal menjalankan kehidupan sebagai seorang bhikkhu. Bhikkhu itu menjawab, “Ini semua disebabkan oleh seorang wanita.”
Sang Guru berkata, “Sesungguhnya, Bhikkhu, adalah merupakan suatu hal yang tidak mungkin untuk menjaga wanita. Orang bijak di masa lampau, meskipun telah berhati-hati dengan memilih tempat tinggal di kediaman burung garuda, tetap tidak bisa menjaga wanitanya.”
Atas permintaannya, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala Raja Tamba memerintah di Benares dan ratunya yang bernama Sussondī (Sussondi) adalah seorang wanita yang amat cantik. Bodhisatta terlahir sebagai seekor burung garuda.
Pada saat itu, Pulau Naga dikenal dengan nama Pulau Seruma, dan Bodhisatta tinggal di pulau ini, di kediaman burung garuda. Ia selalu pergi ke Benares, menyamar sebagai seorang laki-laki, dan bermain dadu dengan Raja Tamba.
Melihat ketampanannya, mereka berkata kepada Sussondi, “Seorang pemuda anu sedang bermain dadu dengan raja kita.” Ratu sangat ingin bertemu dengannya, dan pada suatu hari ia berhias dan datang ke ruangan tempat permainan dadu dilakukan. [188] Di sana, berdiri di antara tamu-tamu yang hadir, ratu menetapkan pandangan matanya kepada pemuda itu. Ia juga menatap kepada ratu, dan pasangan ini pun saling jatuh cinta.
Dengan kesaktiannya, burung garuda membuat badai di dalam istana dan orang-orang yang takut rumahnya runtuh melarikan diri ke luar dari istana. Dan dengan kekuatannya kembali, ia membuat kota menjadi gelap, kemudian ia membawa ratu kabur ke kediamannya di Pulau Seruma. Tidak seorang pun yang tahu tentang kedatangan atau kepergian Sussondi.
Burung garuda bersenang-senang dengan ratu, dan ia masih tetap datang bermain dadu dengan raja. Pada waktu itu, raja memiliki seorang pemusik yang bernama Sagga. Karena tidak mengetahui keberadaan ratu, raja memanggilnya dan berkata, “Pergi sekarang, jelajahi semua daratan dan lautan, dan cari tahu apa yang terjadi dengan ratu.” Setelah berkata demikian, ia memintanya untuk segera pergi.
Pemusik itu mengambil apa yang diperlukannya di dalam perjalanannya, dan memulai pencarian dari gerbang kota dan akhirnya tiba di Bhārukaccha (Bharukaccha). Pada waktu itu, saudagar-saudagar di Bharukaccha sedang bersiap-siap untuk berlayar ke Tanah Emas. Ia mendekati mereka dan berkata, “Saya adalah seorang pemusik. Jika kalian tidak meminta uang untuk perjalananku, saya akan memainkan musik untuk kalian. Bawalah saya bersama kalian.” Mereka setuju untuk melakukannya dan membawanya naik ke kapal, kemudian menaikkan jangkar.
Ketika kapalnya sudah agak jauh berlayar, mereka memanggilnya dan memintanya memainkan musik. Ia berkata, “Saya akan bermain musik, tetapi jika saya melakukannya, ikan-ikan akan menjadi sangat tidak tenang sehingga ditakutkan mereka akan menghancurkan kapal kalian.” Kata mereka, “Jika seorang manusia biasa saja yang bermain musik, tidak akan ada apa-apa yang terjadi dengan ikan-ikan. Mainkanlah musiknya untuk kami.” “Kalau begitu, jangan marah kepadaku nanti,” katanya, dan ia memainkan kecapinya sambil menjaga keserasian antara lirik lagunya dan nada dari tali kecapinya, demikian ia memainkan musik untuk mereka.
Ikan-ikan menjadi tidak tenang mendengar suara itu dan melompat ke sana ke sini, dan kemudian makara114 melompat ke atas dan jatuh tepat di kapal itu, membelahnya menjadi dua. Sagga yang terbaring di sebuah papan dibawa oleh angin sampai di Pulau Naga, tempat raja burung garuda itu tinggal, di bawah sebuah pohon beringin.
Kala itu, Ratu Sussondi selalu pergi ke luar dari kediamannya setiap kali raja burung garuda pergi bermain dadu, [189] ia sedang berkeliaran di sisi pantai dan melihat, kemudian mengenali Pemusik Sagga, dan menanyakan bagaimana ia bisa sampai di sana. Ia pun menceritakannya secara lengkap. Dan ratu menghiburnya dengan berkata, “Jangan takut,” seraya merangkulnya. Ratu membawanya ke kediamannya dan membaringkannya di tempat tidur. Dan ketika ia sudah benar-benar sadar, ratu mempersembahkan makanan yang lezat untuknya, memandikannya dengan air yang wangi, menghiasinya dengan memakaikan pakaian yang mewah dan juga dengan bunga yang wangi, membuatnya nyaman berbaring di tempat itu. Demikianlah ia melayaninya, dan setiap kali raja garuda itu kembali, ia selalu menyembunyikan kekasihnya dan sesudah raja pergi, di bawah kendali nafsu, ia akan bersenang-senang dengan pemusik tersebut.
Setelah satu setengah bulan berlalu, beberapa saudagar yang berasal dari Benares berlabuh di pulau ini, di bawah pohon beringin, untuk mencari kayu bakar dan air. Pemusik Sagga naik ke kapal bersama mereka, dan sesampainya di Benares, begitu melihat raja sedang bermain dadu, ia mengambil kecapinya dan bermain musik, seraya melafalkan bait pertama berikut:
Saya mencium aroma wangi pohon timira,
saya mendengar deruan ombak dari laut ganas itu:
Tamba, saya tersiksa oleh cintaku,
karena Sussondi yang cantik terpisah jauh dariku.
Mendengar perkataan ini, raja garuda mengucapkan bait kedua berikut:
Bagaimana Anda menyeberangi laut berbadai itu,
dan keluar dari Pulau Seruma dengan selamat?
Bagaimana caranya, Sagga, mohon beritahukan saya,
Anda menemukan jalan ke tempat Sussondi berada?
[190] Kemudian Sagga mengucapkan bait ketiga berikut:
Bersama para saudagar dari Bharukaccha,
kapal yang kutumpangi dihancurkan oleh makara;
Saya selamat karena berbaring pada sebuah papan.
Seorang ratu yang wangi dengan tangannya nan lembut
memangku diriku dengan penuh cinta kasih,
seolah-olah saya adalah anak kandungnya sendiri.
Ia memberikan pakaian dan makanan,
dan di saat saya berbaring,
dengan mata yang dipenuhi dengan cinta,
ia berada di ranjangku seharian.
Pahamilah ini dengan baik, Tamba;
Yang saya katakan ini adalah benar adanya.
Burung garuda itu, sewaktu pemusik tersebut berbicara demikian, dipenuhi dengan penyesalan dan berkata: “Walaupun saya tinggal di kediaman burung garuda nan jauh di sana, saya gagal menjaganya dengan aman. Apalah gunanya wanita jahat ini bagiku?” Maka ia membawanya kembali ke pada raja dan terbang pergi. Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi muncul di sana.
____________________
Setelah menyampaikan uraian-Nya, Sang Guru memaklumkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang (tadinya) menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna:—Pada masa itu, Ānanda adalah Raja Benares, dan saya sendiri adalah raja burung garuda.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com