TACASĀRA-JĀTAKA
Tacasārajātaka (Ja 368)
[204] “Jatuh ke tangan musuh,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, kesempurnaan dalam kebijaksanaan.
Beliau berkata, “Bukan hanya kali ini, para Bhikkhu, tetapi juga di masa lampau Sang Tathāgata telah membuktikan bahwa ia adalah orang yang bijak dan penuh dengan usaha.”
Dan berikut ini Beliau menghubungkannya dengan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta menjadi raja di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam keluarga seorang tuan tanah yang tinggal di desa. Isi ceritanya sama persis seperti di dalam kisah kelahiran yang diceritakan sebelumnya.
Akan tetapi dalam kisah ini, ketika dokter itu meninggal, tetangga-tetangganya berkata, “Anak-anak ini yang menyebabkan kematiannya. Kita harus membawa mereka ke hadapan raja.” Dan dengan kaki yang terikat, mereka dibawa ke Benares.
Di tengah perjalanan, Bodhisatta menasihati anak-anak lainnya dan berkata, “Jangan takut, bahkan di saat kalian berada di hadapan raja, tunjukkanlah bahwa kalian tidak takut, sebaliknya malah gembira. Pertama-tama raja akan berbicara dengan kita, dan setelahnya saya akan tahu apa yang harus dilakukan.” Mereka mengiyakannya dan melakukan sesuai dengan apa yang dikatakannya.
Ketika melihat mereka demikian tenang dan gembira, raja berkata, “Orang-orang yang malang ini dirantai dan dibawa ke sini sebagai pembunuh, walaupun mengalami penderitaan yang demikian, mereka tidak takut dan bahkan bergembira. Saya akan menanyakan alasan mengapa mereka tidak takut.”
Dan ia mengucapkan bait pertama berikut:
Jatuh ke tangan musuh, dengan kaki yang terikat,
bagaimana bisa kalian menyembunyikan penderitaan,
dan senyum tetap kelihatan di wajah kalian?
Mendengar pertanyaan ini, Bodhisatta mengucapkan sisa bait kalimat berikut:
Tidak ada manfaat sedikit pun,
yang didapatkan dari orang yang meratap dan bersedih;
Malah musuhnya akan merasa senang,
ketika melihatnya didera kesedihan.
[205] Tetapi musuhnya akan dipenuhi dengan kekhawatiran
ketika ia menghadapinya dengan berani,
Tidak boleh takut, seperti seorang yang ahli
dalam memutuskan segala permasalahan.
Apakah dengan mantra atau jimat, dengan hadiah yang berlimpah ruah,
atau dengan bantuan dari sanak keluarga yang berkuasa,
seseorang dapat terbebas dari perbuatan buruk,
seseorang itu tetap harus berusaha sendiri
untuk dapat menang (keluar dari permasalahan).
Tetapi jika ia gagal mencapai keberhasilan,
baik dengan bantuan orang lain maupun dirinya sendiri,
ia tidak seharusnya bersedih, melainkan menerimanya;
Permasalahannya terlalu berat, ia sudah melakukan yang terbaik.
[206] Setelah mendengar pemaparan kebenaran oleh Bodhisatta, raja menyelidiki masalahnya dan mengetahui bahwa anak-anak tersebut tidak bersalah. Ia meminta pengawalnya untuk melepaskan rantai kaki mereka dan menganugerahkan Sang Mahasatwa kehormatan yang besar, menjadikannya sebagai penasihat dalam mengurusi kerajaan (pemerintahan) dan spiritual, dan juga sebagai menterinya yang paling berharga. Ia juga menganugerahkan kehormatan kepada anak-anak lainnya dan memberikan mereka kedudukan di beberapa daerah kerajaannya.
____________________
Setelah menyelesaikan uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, Ānanda adalah Raja Benares, para thera adalah anak-anak yang lainnya, dan saya sendiri adalah anak laki-laki yang bijak.”
Beliau berkata, “Bukan hanya kali ini, para Bhikkhu, tetapi juga di masa lampau Sang Tathāgata telah membuktikan bahwa ia adalah orang yang bijak dan penuh dengan usaha.”
Dan berikut ini Beliau menghubungkannya dengan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta menjadi raja di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam keluarga seorang tuan tanah yang tinggal di desa. Isi ceritanya sama persis seperti di dalam kisah kelahiran yang diceritakan sebelumnya.
Akan tetapi dalam kisah ini, ketika dokter itu meninggal, tetangga-tetangganya berkata, “Anak-anak ini yang menyebabkan kematiannya. Kita harus membawa mereka ke hadapan raja.” Dan dengan kaki yang terikat, mereka dibawa ke Benares.
Di tengah perjalanan, Bodhisatta menasihati anak-anak lainnya dan berkata, “Jangan takut, bahkan di saat kalian berada di hadapan raja, tunjukkanlah bahwa kalian tidak takut, sebaliknya malah gembira. Pertama-tama raja akan berbicara dengan kita, dan setelahnya saya akan tahu apa yang harus dilakukan.” Mereka mengiyakannya dan melakukan sesuai dengan apa yang dikatakannya.
Ketika melihat mereka demikian tenang dan gembira, raja berkata, “Orang-orang yang malang ini dirantai dan dibawa ke sini sebagai pembunuh, walaupun mengalami penderitaan yang demikian, mereka tidak takut dan bahkan bergembira. Saya akan menanyakan alasan mengapa mereka tidak takut.”
Dan ia mengucapkan bait pertama berikut:
Jatuh ke tangan musuh, dengan kaki yang terikat,
bagaimana bisa kalian menyembunyikan penderitaan,
dan senyum tetap kelihatan di wajah kalian?
Mendengar pertanyaan ini, Bodhisatta mengucapkan sisa bait kalimat berikut:
Tidak ada manfaat sedikit pun,
yang didapatkan dari orang yang meratap dan bersedih;
Malah musuhnya akan merasa senang,
ketika melihatnya didera kesedihan.
[205] Tetapi musuhnya akan dipenuhi dengan kekhawatiran
ketika ia menghadapinya dengan berani,
Tidak boleh takut, seperti seorang yang ahli
dalam memutuskan segala permasalahan.
Apakah dengan mantra atau jimat, dengan hadiah yang berlimpah ruah,
atau dengan bantuan dari sanak keluarga yang berkuasa,
seseorang dapat terbebas dari perbuatan buruk,
seseorang itu tetap harus berusaha sendiri
untuk dapat menang (keluar dari permasalahan).
Tetapi jika ia gagal mencapai keberhasilan,
baik dengan bantuan orang lain maupun dirinya sendiri,
ia tidak seharusnya bersedih, melainkan menerimanya;
Permasalahannya terlalu berat, ia sudah melakukan yang terbaik.
[206] Setelah mendengar pemaparan kebenaran oleh Bodhisatta, raja menyelidiki masalahnya dan mengetahui bahwa anak-anak tersebut tidak bersalah. Ia meminta pengawalnya untuk melepaskan rantai kaki mereka dan menganugerahkan Sang Mahasatwa kehormatan yang besar, menjadikannya sebagai penasihat dalam mengurusi kerajaan (pemerintahan) dan spiritual, dan juga sebagai menterinya yang paling berharga. Ia juga menganugerahkan kehormatan kepada anak-anak lainnya dan memberikan mereka kedudukan di beberapa daerah kerajaannya.
____________________
Setelah menyelesaikan uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, Ānanda adalah Raja Benares, para thera adalah anak-anak yang lainnya, dan saya sendiri adalah anak laki-laki yang bijak.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com