JĀGARA-JĀTAKA
Jāgarajātaka (Ja 414)
[403] “Siapa itu yang bangun,” dan seterusnya. Sang Guru menceritakan kisah ini ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang upasaka.
Ia adalah seorang siswa yang telah mencapai tingkat kesucian Sotāpanna. Ia bepergian melewati jalan hutan dari Kota Sāvatthi (Savatthi) dengan rombongan kereta.
Di suatu tempat air yang menarik, pemimpin rombongan melepaskan gandengan lima ratus kereta dan menyiapkan makanan, baik yang keras maupun yang lunak, ia juga membuat barak di sana. Orang-orang dalam rombongan itu berbaring di sana dan tertidur.
Upasaka itu berkeliling berjaga-jaga di bawah sebuah pohon yang berada di dekat pemimpin rombongan.
Lima ratus orang perampok berencana untuk merampok rombongan kereta tersebut; dengan beragam jenis senjata di tangan mereka, mereka mengepung rombongan itu dan menunggu. Karena melihat upasaka itu berkeliling, mereka pun hanya berdiri sambil terus menunggu untuk merampok mereka ketika ia tertidur. Tetapi ia tetap berjaga-jaga sepanjang malam.
Di saat subuh, para perampok itu membuang kayu, batu dan senjata lainnya yang dipegang mereka dan pergi dengan berkata, “Tuan pemimpin rombongan, Anda masih menjadi pemilik barang-barang ini, masih bernyawa karena laki-laki ini yang terus berjaga-jaga tanpa tidur: Anda harus memberikan kehormatan kepada dirinya.”
Para pengawal rombongan itu yang bangun di pagi hari melihat bebatuan dan benda lainnya yang dibuang oleh para perampok itu, dan memberikan hormat kepada upasaka tersebut karena mengetahui bahwa mereka berutang nyawa kepadanya.
Upasaka itu melanjutkan perjalanannya kembali ke tempat tujuan dan menyelesaikan urusannya, kemudian kembali ke Savatthi dan pergi ke Jetavana. Di sana, ia memberi penghormatan kepada Sang Tathāgata, duduk di bawah, dan menceritakan kisahnya sewaktu ditanya oleh Beliau.
Sang Guru berkata, “Upasaka, bukan hanya dirimu saja yang pernah mendapatkan jasa-jasa kebajikan dengan tetap terbangun dan terjaga, orang bijak di masa lampau juga mendapatkan hal yang sama.”
Dan atas permintaannya, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam keluarga brahmana.
Ketika dewasa, ia mempelajari semua ilmu pengetahuan di Takkasila dan kemudian kembali hidup sebagai seorang perumah tangga.
Tidak lama kemudian, ia meninggalkan rumahnya dan menjadi seorang petapa.
Cepat sekali waktunya bagi ia untuk memperoleh kesaktian dari meditasi (jhana). Ia tinggal di daerah pegunungan Himalaya dengan tindakannya yang hanya berdiri dan berjalan, ia berjalan keliling sepanjang malam tanpa tidur. [404]
Seorang makhluk dewata yang menghuni salah satu pohon di ujung jalannya merasa senang dengan dirinya dan mengucapkan bait pertama berikut, dengan bertanya kepadanya dari sebuah lubang yang ada di batang pohonnya:—
Siapa itu yang bangun
ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun?
Siapa yang dapat menjelaskan pertanyaanku,
dan mampu memberikan jawabannya?
Bodhisatta, yang mendengar suara dewa pohon tersebut, mengucapkan bait berikut:—
Sayalah orangnya
yang bangun ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun.
Sayalah orangnya yang dapat
menjelaskan pertanyaanmu,
dan mampu memberikan jawabannya.
Dewa pohon menanyakan satu pertanyaan lagi dalam bait kalimat berikut:—
Bagaimana caranya Anda bisa bangun
ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun?
Bagaimana caranya Anda dapat
menjelaskan pertanyaanku,
dan mampu memberikan jawabannya?
Bodhisatta menjelaskan intinya:—
Sebagian orang lupa bahwa
ada kebajikan di dalam kesadaran:
Ketika orang-orang yang demikian tidur,
saya bangun, wahai dewa pohon.
Nafsu, keburukan (kebencian), dan ketidaktahuan
telah berhenti bersinar di dalam diri sebagian orang:
Ketika orang-orang yang demikian bangun,
saya tidur, wahai dewa pohon.
Demikianlah caranya saya bangun
ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun:
Demikianlah saya dapat
menjelaskan pertanyaanmu,
dan mampu memberikan jawabannya.
[405] Ketika Sang Mahasatwa memberikan jawaban ini, dewa pohon itu menjadi bersukacita dan mengucapkan bait terakhir berikut, untuk memuji dirinya:
Bagus, Anda adalah orang yang bangun
ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun:
Bagus, Anda dapat menjelaskan pertanyaanku,
dan memberikan jawabannya.
Dan setelah demikian memberikan pujian kepada Bodhisatta, dewa pohon masuk kembali ke kediamannya di dalam pohon tersebut.
____________________
Setelah uraian-Nya selesai, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, dewa pohon adalah Uppalavaṇṇā, petapa itu adalah saya sendiri.”
Ia adalah seorang siswa yang telah mencapai tingkat kesucian Sotāpanna. Ia bepergian melewati jalan hutan dari Kota Sāvatthi (Savatthi) dengan rombongan kereta.
Di suatu tempat air yang menarik, pemimpin rombongan melepaskan gandengan lima ratus kereta dan menyiapkan makanan, baik yang keras maupun yang lunak, ia juga membuat barak di sana. Orang-orang dalam rombongan itu berbaring di sana dan tertidur.
Upasaka itu berkeliling berjaga-jaga di bawah sebuah pohon yang berada di dekat pemimpin rombongan.
Lima ratus orang perampok berencana untuk merampok rombongan kereta tersebut; dengan beragam jenis senjata di tangan mereka, mereka mengepung rombongan itu dan menunggu. Karena melihat upasaka itu berkeliling, mereka pun hanya berdiri sambil terus menunggu untuk merampok mereka ketika ia tertidur. Tetapi ia tetap berjaga-jaga sepanjang malam.
Di saat subuh, para perampok itu membuang kayu, batu dan senjata lainnya yang dipegang mereka dan pergi dengan berkata, “Tuan pemimpin rombongan, Anda masih menjadi pemilik barang-barang ini, masih bernyawa karena laki-laki ini yang terus berjaga-jaga tanpa tidur: Anda harus memberikan kehormatan kepada dirinya.”
Para pengawal rombongan itu yang bangun di pagi hari melihat bebatuan dan benda lainnya yang dibuang oleh para perampok itu, dan memberikan hormat kepada upasaka tersebut karena mengetahui bahwa mereka berutang nyawa kepadanya.
Upasaka itu melanjutkan perjalanannya kembali ke tempat tujuan dan menyelesaikan urusannya, kemudian kembali ke Savatthi dan pergi ke Jetavana. Di sana, ia memberi penghormatan kepada Sang Tathāgata, duduk di bawah, dan menceritakan kisahnya sewaktu ditanya oleh Beliau.
Sang Guru berkata, “Upasaka, bukan hanya dirimu saja yang pernah mendapatkan jasa-jasa kebajikan dengan tetap terbangun dan terjaga, orang bijak di masa lampau juga mendapatkan hal yang sama.”
Dan atas permintaannya, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir di dalam keluarga brahmana.
Ketika dewasa, ia mempelajari semua ilmu pengetahuan di Takkasila dan kemudian kembali hidup sebagai seorang perumah tangga.
Tidak lama kemudian, ia meninggalkan rumahnya dan menjadi seorang petapa.
Cepat sekali waktunya bagi ia untuk memperoleh kesaktian dari meditasi (jhana). Ia tinggal di daerah pegunungan Himalaya dengan tindakannya yang hanya berdiri dan berjalan, ia berjalan keliling sepanjang malam tanpa tidur. [404]
Seorang makhluk dewata yang menghuni salah satu pohon di ujung jalannya merasa senang dengan dirinya dan mengucapkan bait pertama berikut, dengan bertanya kepadanya dari sebuah lubang yang ada di batang pohonnya:—
Siapa itu yang bangun
ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun?
Siapa yang dapat menjelaskan pertanyaanku,
dan mampu memberikan jawabannya?
Bodhisatta, yang mendengar suara dewa pohon tersebut, mengucapkan bait berikut:—
Sayalah orangnya
yang bangun ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun.
Sayalah orangnya yang dapat
menjelaskan pertanyaanmu,
dan mampu memberikan jawabannya.
Dewa pohon menanyakan satu pertanyaan lagi dalam bait kalimat berikut:—
Bagaimana caranya Anda bisa bangun
ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun?
Bagaimana caranya Anda dapat
menjelaskan pertanyaanku,
dan mampu memberikan jawabannya?
Bodhisatta menjelaskan intinya:—
Sebagian orang lupa bahwa
ada kebajikan di dalam kesadaran:
Ketika orang-orang yang demikian tidur,
saya bangun, wahai dewa pohon.
Nafsu, keburukan (kebencian), dan ketidaktahuan
telah berhenti bersinar di dalam diri sebagian orang:
Ketika orang-orang yang demikian bangun,
saya tidur, wahai dewa pohon.
Demikianlah caranya saya bangun
ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun:
Demikianlah saya dapat
menjelaskan pertanyaanmu,
dan mampu memberikan jawabannya.
[405] Ketika Sang Mahasatwa memberikan jawaban ini, dewa pohon itu menjadi bersukacita dan mengucapkan bait terakhir berikut, untuk memuji dirinya:
Bagus, Anda adalah orang yang bangun
ketika yang lainnya tidur,
dan tidur ketika yang lainnya bangun:
Bagus, Anda dapat menjelaskan pertanyaanku,
dan memberikan jawabannya.
Dan setelah demikian memberikan pujian kepada Bodhisatta, dewa pohon masuk kembali ke kediamannya di dalam pohon tersebut.
____________________
Setelah uraian-Nya selesai, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, dewa pohon adalah Uppalavaṇṇā, petapa itu adalah saya sendiri.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com