CAKKAVĀKA-JĀTAKA
Cakkavākajātaka (Ja 434)
[520] “Dua ekor burung,” dan seterusnya. Sang Guru menceritakan kisah ini ketika bertempat tinggal di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang serakah.
Dikatakan bahwa ia serakah dengan segala perlengkapan bhikkhu dan meninggalkan semua kewajibannya terhadap guru dan pembimbingnya (ācariya dan upajjhāya), datang ke Kota Savatthi di pagi hari, dan setelah menyantap bubur yang disajikan dengan beraneka ragam jenis makanan di rumah Visākhā, dan di siang hari sehabis menyantap beragam makanan yang enak, beras, daging dan nasi, ia merasa tidak cukup dengan semua ini, dan dari sana, ia pergi lagi ke rumah Culla-Anāthapiṇḍika, ke istana Raja Kosala, dan ke berbagai tempat lainnya.
Maka pada suatu hari, pembahasan dilakukan oleh para bhikkhu di dalam balai kebenaran tentang sifat serakahnya itu.
Ketika mendengar apa yang mereka sedang bahas, Beliau memanggil bhikkhu itu dan menanyakan kepadanya apakah itu benar bahwa ia adalah orang yang serakah.
Dan ketika ia menjawab, “Ya,” Sang Guru bertanya lagi, “Bhikkhu, mengapa Anda serakah? Di masa lampau juga, disebabkan oleh keserakahanmu, tidak puas dengan bangkai gajah, Anda meninggalkan Benares dan mengembara di sekitar tepi Sungai Gangga dan masuk ke Himalaya.”
Dan berikut Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, seekor burung gagak yang serakah hidup dengan memakan bangkai gajah, dan karena merasa tidak puas dengan itu, ia berpikir, “Saya akan makan lemak dari daging ikan yang ada di Sungai Gangga,” dan setelah tinggal di sana selama beberapa hari dengan memakan bangkai ikan, ia pergi ke pegunungan Himalaya dan hidup dengan memakan berbagai jenis buah liar.
Tiba di sebuah kolam teratai besar yang penuh dengan ikan dan kura-kura, ia melihat dua ekor angsa250 yang berwarna keemasan yang hidup dengan memakan tanaman lumut251. Ia berpikir, “Burung-burung ini sangat cantik dan menarik. Makanan mereka itu pastinya sangat enak. Saya akan menanyakan mereka apa itu, dan dengan memakan makanan yang sama, saya juga akan menjadi berwarna keemasan.”
Maka ia pun menghampiri mereka, dan setelah memberikan salam seperti biasa kepada mereka, ia mengucapkan bait pertama berikut yang memuji kedua angsa tersebut selagi mereka bertengger di ujung sebuah dahan pohon:
Dua ekor burung yang memiliki warna emas,
begitu bahagianya mengembara dari sini ke sana;
Jenis burung apa yang paling disukai oleh manusia?
Inilah hal yang sangat ingin kuketahui jawabannya.
[521] Angsa emas itu mengucapkan bait kedua berikut setelah mendengar perkataannya:
Wahai burung, jenis yang dianggap mengganggu
bagi manusia, kami adalah yang terberkati
di antara jenis burung lainnya.
Semua daratan menyukai “kesetiaan” kami,
semua manusia dan burung yang lain
melantunkan pujian kepada kami.
Ketahuilah bahwa kami adalah cakkavāka,
tanpa rasa takut kami mengembara di lautan252.
Setelah mendengarnya, burung gagak mengucapkan bait ketiga berikut:
Buah apa yang terdapat di sekitar lautan itu,
dan di manakah dapat ditemukan daging bagi angsa?
Katakanlah Anda memakan makanan dewa apa,
sehingga memiliki kecantikan dan kekuatan yang demikian.
[522] Kemudian angsa emas mengucapkan bait keempat berikut:
Tidak ada buah yang dapat dimakan di lautan,
dan dari mana pula angsa mendapatkan daging?
Tanaman lumut (sevāla), yang terbuka kulitnya,
menjadi makanan yang bebas dari keburukan.
Kemudian burung gagak mengucapkan dua bait kalimat berikut:
Angsa, saya tidak suka dengan kata-katamu:
Dahulu saya percaya bahwa makanan yang kita pilih
untuk kelangsungan hidup kita,
memengaruhi bagaimana penampilan luar kita.
Tetapi sekarang saya meragukannya,
karena saya makan nasi, garam, minyak, buah, dan daging:
Seperti pahlawan yang berpesta sehabis bertarung,
demikian halnya dengan saya yang bersenang-senang.
Tetapi meskipun saya makan makanan yang enak,
penampilanku tidak bisa dibandingkan dengan penampilanmu.
[523] Kemudian angsa emas memberitahukan alasan mengapa burung gagak tidak bisa mendapatkan kecantikan penampilan diri, sedangkan ia bisa mendapatkannya, dengan mengucapkan sisa bait kalimat berikut:
Merasa tidak puas dengan buah,
atau bangkai yang ditemukan di pekuburan,
burung gagak yang serakah mencari di sembarang tempat,
mangsa yang membuatnya memiliki selera makan.
Tetapi semua itu akan membuat keinginan jahatnya muncul,
dan untuk kesenangannya akan membunuh
makhluk hidup lainnya yang tidak bersalah,
dengan hati nurani yang tercela, menjadi kurus,
melihat kekuatan dan kecantikannya menghilang.
Makhluk bahagia yang tidak melukai makhluk hidup lainnya,
dalam fisik mendapatkan kekuatan, dan
dalam penampilan mendapatkan kecantikan,
karena kecantikan itu tentu saja
tidak bergantung hanya pada jenis makanan yang dimakan.
[524] Demikianlah angsa emas itu mengecam burung gagak dengan berbagai cara. Dan burung gagak yang telah menyebabkan dirinya mendapatkan kecaman, berkata, “Saya tidak menginginkan kecantikanmu lagi,” kemudian terbang pergi dengan mengeluarkan suara ‘Caw, Caw’.
____________________
Setelah uraian-Nya selesai, Sang Guru memaklumkan kebenarannya dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang tadinya memiliki sifat serakah itu mencapai tingkat kesucian Anāgāmi:—“Pada masa itu, burung gagak adalah bhikkhu yang serakah ini, angsa betina adalah ibunya Rāhula, dan angsa jantan adalah saya sendiri.”
Dikatakan bahwa ia serakah dengan segala perlengkapan bhikkhu dan meninggalkan semua kewajibannya terhadap guru dan pembimbingnya (ācariya dan upajjhāya), datang ke Kota Savatthi di pagi hari, dan setelah menyantap bubur yang disajikan dengan beraneka ragam jenis makanan di rumah Visākhā, dan di siang hari sehabis menyantap beragam makanan yang enak, beras, daging dan nasi, ia merasa tidak cukup dengan semua ini, dan dari sana, ia pergi lagi ke rumah Culla-Anāthapiṇḍika, ke istana Raja Kosala, dan ke berbagai tempat lainnya.
Maka pada suatu hari, pembahasan dilakukan oleh para bhikkhu di dalam balai kebenaran tentang sifat serakahnya itu.
Ketika mendengar apa yang mereka sedang bahas, Beliau memanggil bhikkhu itu dan menanyakan kepadanya apakah itu benar bahwa ia adalah orang yang serakah.
Dan ketika ia menjawab, “Ya,” Sang Guru bertanya lagi, “Bhikkhu, mengapa Anda serakah? Di masa lampau juga, disebabkan oleh keserakahanmu, tidak puas dengan bangkai gajah, Anda meninggalkan Benares dan mengembara di sekitar tepi Sungai Gangga dan masuk ke Himalaya.”
Dan berikut Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, seekor burung gagak yang serakah hidup dengan memakan bangkai gajah, dan karena merasa tidak puas dengan itu, ia berpikir, “Saya akan makan lemak dari daging ikan yang ada di Sungai Gangga,” dan setelah tinggal di sana selama beberapa hari dengan memakan bangkai ikan, ia pergi ke pegunungan Himalaya dan hidup dengan memakan berbagai jenis buah liar.
Tiba di sebuah kolam teratai besar yang penuh dengan ikan dan kura-kura, ia melihat dua ekor angsa250 yang berwarna keemasan yang hidup dengan memakan tanaman lumut251. Ia berpikir, “Burung-burung ini sangat cantik dan menarik. Makanan mereka itu pastinya sangat enak. Saya akan menanyakan mereka apa itu, dan dengan memakan makanan yang sama, saya juga akan menjadi berwarna keemasan.”
Maka ia pun menghampiri mereka, dan setelah memberikan salam seperti biasa kepada mereka, ia mengucapkan bait pertama berikut yang memuji kedua angsa tersebut selagi mereka bertengger di ujung sebuah dahan pohon:
Dua ekor burung yang memiliki warna emas,
begitu bahagianya mengembara dari sini ke sana;
Jenis burung apa yang paling disukai oleh manusia?
Inilah hal yang sangat ingin kuketahui jawabannya.
[521] Angsa emas itu mengucapkan bait kedua berikut setelah mendengar perkataannya:
Wahai burung, jenis yang dianggap mengganggu
bagi manusia, kami adalah yang terberkati
di antara jenis burung lainnya.
Semua daratan menyukai “kesetiaan” kami,
semua manusia dan burung yang lain
melantunkan pujian kepada kami.
Ketahuilah bahwa kami adalah cakkavāka,
tanpa rasa takut kami mengembara di lautan252.
Setelah mendengarnya, burung gagak mengucapkan bait ketiga berikut:
Buah apa yang terdapat di sekitar lautan itu,
dan di manakah dapat ditemukan daging bagi angsa?
Katakanlah Anda memakan makanan dewa apa,
sehingga memiliki kecantikan dan kekuatan yang demikian.
[522] Kemudian angsa emas mengucapkan bait keempat berikut:
Tidak ada buah yang dapat dimakan di lautan,
dan dari mana pula angsa mendapatkan daging?
Tanaman lumut (sevāla), yang terbuka kulitnya,
menjadi makanan yang bebas dari keburukan.
Kemudian burung gagak mengucapkan dua bait kalimat berikut:
Angsa, saya tidak suka dengan kata-katamu:
Dahulu saya percaya bahwa makanan yang kita pilih
untuk kelangsungan hidup kita,
memengaruhi bagaimana penampilan luar kita.
Tetapi sekarang saya meragukannya,
karena saya makan nasi, garam, minyak, buah, dan daging:
Seperti pahlawan yang berpesta sehabis bertarung,
demikian halnya dengan saya yang bersenang-senang.
Tetapi meskipun saya makan makanan yang enak,
penampilanku tidak bisa dibandingkan dengan penampilanmu.
[523] Kemudian angsa emas memberitahukan alasan mengapa burung gagak tidak bisa mendapatkan kecantikan penampilan diri, sedangkan ia bisa mendapatkannya, dengan mengucapkan sisa bait kalimat berikut:
Merasa tidak puas dengan buah,
atau bangkai yang ditemukan di pekuburan,
burung gagak yang serakah mencari di sembarang tempat,
mangsa yang membuatnya memiliki selera makan.
Tetapi semua itu akan membuat keinginan jahatnya muncul,
dan untuk kesenangannya akan membunuh
makhluk hidup lainnya yang tidak bersalah,
dengan hati nurani yang tercela, menjadi kurus,
melihat kekuatan dan kecantikannya menghilang.
Makhluk bahagia yang tidak melukai makhluk hidup lainnya,
dalam fisik mendapatkan kekuatan, dan
dalam penampilan mendapatkan kecantikan,
karena kecantikan itu tentu saja
tidak bergantung hanya pada jenis makanan yang dimakan.
[524] Demikianlah angsa emas itu mengecam burung gagak dengan berbagai cara. Dan burung gagak yang telah menyebabkan dirinya mendapatkan kecaman, berkata, “Saya tidak menginginkan kecantikanmu lagi,” kemudian terbang pergi dengan mengeluarkan suara ‘Caw, Caw’.
____________________
Setelah uraian-Nya selesai, Sang Guru memaklumkan kebenarannya dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang tadinya memiliki sifat serakah itu mencapai tingkat kesucian Anāgāmi:—“Pada masa itu, burung gagak adalah bhikkhu yang serakah ini, angsa betina adalah ibunya Rāhula, dan angsa jantan adalah saya sendiri.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com