MAHĀ-UKUSA-JĀTAKA
Mahāukkusajātaka (Ja 486)
“Penduduk desa yang jahat,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang Mitta-gandhaka, seorang upasaka.
[299] Orang-orang mengatakan bahwa laki-laki ini, yang merupakan anak dari keluarga yang hancur di Savatthi, mengutus seorang temannya untuk memberikan tawaran pernikahan kepada seorang wanita.
Pertanyaan ini yang ditanyakan, “Apakah ia memiliki teman atau sabahat yang dapat menyelesaikan permasalahan yang perlu diselesaikan?” “Tidak ada sama sekali.” “Kalau begitu, ia harus memiliki teman terlebih dahulu,” kata mereka kepadanya. Laki-laki ini mendengar saran mereka dan memulai persahabatannya dengan empat penjaga pintu gerbang.
Setelah ini, secara bertingkat ia berteman dengan kepala penjara, ahli ilmu perbintangan, pejabat-pejabat istana, bahkan berteman dengan panglima tertinggi dan wakil raja. Dan atas persahabatan yang terjalin dengan mereka, ia menjadi sahabat raja, setelah itu menjadi teman dari delapan puluh bhikkhu senior dan melalui Yang Mulia Ananda ia berteman dengan Sang Tathagata.
Kemudian Sang Guru membawa keluarganya berada dalam perlindungan Ti-Ratana dan kebajikan, raja memberikannya kedudukan yang tinggi dan ia menjadi dikenal dengan Mittagandhaka, “orang dengan banyak teman 184 .” Raja menghadiahkan sebuah rumah mewah baginya dan merayakan pesta pernikahannya, dan banyak orang dari berbagai kerajaan mengirimkan hadiah.
Istrinya mendapatkan hadiah yang dikirim oleh raja, dan hadiah dari wakil raja yang diantar sendiri, hadiah dari panglima tertinggi, dan seterusnya sampai semua orang di kerajaan itu memberikannya. Pada hari ketujuh, Dasabala dengan rombongan-Nya diundang oleh pasangan yang baru menikah ini, derma yang banyak diberikan kepada Sang Buddha dan rombongan-Nya yang berjumlah lima ratus bhikkhu; di akhir perayaan itu, mereka menerima ucapan terima kasih dari Sang Guru dan mencapai tingkat kesucian sotapanna.
Di dhammasabhā, semua orang membicarakan hal ini. “Āvuso, Upasaka Mitta-gandhaka mengikuti nasehat dari istrinya, dan berdasarkan nasehat itu ia menjadi teman bagi siapa saja dan mendapatkan kehormatan tinggi dari tangan raja. Setelah menjadi teman dari Sang Guru, mereka berdua mencapai tingkat kesucian sotapanna.”
Sang Guru yang berjalan masuk ke dalam, menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan. Mereka memberitahu Beliau. Beliau berkata, “Ini bukan pertama kali, para bhikkhu, orang ini mendapatkan kehormatan yang tinggi disebabkan oleh wanita tersebut. Tetapi juga di masa lampau, ketika ia menjadi seekor hewan, dikarenakan nasehat dari wanita tersebut, ia berteman dengan banyak orang dan terbebas dari kecemasan terhadap putranya.”
Setelah berkata demikian, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta menjadi raja Benares, beberapa orang pengembara biasa membuat tempat persinggahan sementara, dimana pun mereka dapat menemukan makanan, dengan tinggal di dalam hutan dan membunuh untuk mendapatkan daging untuk mereka sendiri dan keluarga mereka dalam perburuan hewan yang berlimpah-limpah di sana.
[290] Tidak jauh dari desa mereka ada sebuah danau alami yang besar, dan di darat sebelah selatan danau itu hiduplah seekor burung rajawali, di sebelah barat ada seekor burung rajawali betina, di sebelah utara ada seekor singa, rajanya hewan buas; di sebelah timur seekor burung elang laut, rajanya burung; di tengah-tengah ada seekor kura-kura di pulau kecil.
Rajawali itu mengajak rajawali betina tersebut untuk kawin. Yang betina bertanya kepadanya, “Apakah Anda memiliki teman?” “Tidak, Nona,” jawabnya. “Kita harus memiliki seseorang yang dapat membela kita terhadap bahaya atau masalah apapun yang mungkin timbul nantinya, dan Anda harus mencari teman.” “Dengan siapa saya harus berteman?” “Dengan raja burung elang laut yang tinggal di pantai sebelah timur, dengan singa di sebelah utara, dengan kura-kura yang tinggal di tengah-tengah danau ini.” Ia pun mengikuti nasehatnya dan melakukan hal tersebut. Kemudian keduanya hidup bersama (harus diberitahukan bahwa di satu pulau kecil yang berada di danau yang sama tumbuh sebuah pohon kadamba, yang semua sisinya dikelilingi oleh air) di dalam sebuah sangkar yang dibuat oleh mereka.
Setelah itu, mereka dikaruniai dua ekor anak burung jantan. Suatu hari, di saat sayap anak-anak burung tersebut masih kecil, beberapa penduduk desa pergi mencari makanan di dalam hutan sepanjang hari dan tidak mendapatkan apapun. Tidak ingin pulang dengan tangan kosong, mereka pergi ke kolam itu untuk menangkap ikan atau kura-kura. Mereka sampai ke pulau tersebut, berbaring di bawah pohon kadamba itu, dan karena terganggu dengan gigitan dari nyamuk-nyamuk, mereka membuat perapian dengan menggosok-gosokkan kayu untuk mengusir nyamuk-nyamuk tersebut, dan perapian ini menimbulkan asap. Asap yang naik ke atas pohon membuat burung-burung kecil itu merasa terganggu dan mereka pun mengeluarkan suara. “Ini adalah suara burung!” kata penduduk desa. “Bangun, besarkan apinya. Kita tidak bisa berbaring kelaparan di sini. Sebelum kita berbaring, kita akan memakan daging burung terlebih dahulu.” Mereka membesarkan nyala api itu.
Tetapi induk burung yang mendengar suara ini berpikir, “Orang-orang ini ingin memakan anak-anak kami. Kami berteman dengan yang lainnya untuk dapat menyelamatkan kami dari bahaya yang demikian. Saya akan meminta suamiku untuk pergi ke burung elang laut yang besar itu.” [291] Kemudian ia berkata, “Pergilah, suamiku, beritahu burung elang laut tentang bahaya yang sedang mengancam anak-anak kita,” sambil mengucapkan bait kalimat berikut:
“Penduduk desa yang jahat itu membuat perapian di pulau,
Untuk memakan anak-anakku sebentar lagi:
O rajawali! pergilah kepada teman-teman,
Beritahukan bahaya yang sedang mengancam mereka!”
Burung rajawali jantan itu terbang dengan cepat ke tempat yang dituju dan bersuara dengan keras untuk memberitahukan kedatangannya. Setelah izin diberikan, ia datang menghampiri burung elang laut, memberikan salam. “Mengapa Anda datang kemari?” tanya elang laut. Kemudian rajawali jantan mengucapkan bait kedua berikut ini:
“O unggas yang bersayap!
Anda adalah raja para burung:
Jadi, raja burung elang laut,
saya datang meminta bantuanmu sekarang.
Beberapa penduduk desa yang tidak mendapatkan hasil buruannya saat ini
Sedang berusaha untuk memakan anak-anakku:
semoga Anda dapat membawa kebahagiaanku kembali!”
“Jangan takut,” kata elang laut kepada rajawali, dan untuk menenangkannya ia mengucapkan bait ketiga berikut:
“Pada musim, atau di luar musim, orang bijak Berteman
untuk mendapatkan perlindungan: Untukmu, O rajawali!
saya akan melakukannya;
Orang yang baik harus saling membantu saat diperlukan.”
[292] Kemudian ia menyambung pertanyaannya, “Teman, apakah penduduk desa yang jahat itu telah memanjat pohon tersebut?” “Mereka belum memanjatnya, mereka sedang menumpuk kayu untuk perapian.” “Kalau begitu, lebih baik Anda segera kembali untuk menenangkan temanku, istrimu, katakan saya akan datang.” Ia pun melakukan demikian.
Burung elang laut itu juga pergi, dan dengan bertengger di atas sebuah pohon yang dekat dengan pohon kadamba itu, ia mengawasi orang-orang itu memanjat. Persis ketika salah satu dari orang jahat yang memanjat pohon itu hampir sampai ke sarang burung itu, elang laut tersebut masuk menyelam ke dalam danau dan dari sayap dan paruhnya ia memercikkan air di perapian mereka sehingga api menjadi padam.
Orang-orang itu kembali turun dan menyalakan api lagi untuk memanggang induk dan anak-anak burung tersebut. Ketika mereka memanjat lagi, elang laut sekali lagi memadamkan nyala api. Jadi kapan saja api itu dinyalakan, elang laut akan terus memadamkannya, dan sampai hari menjelang tengah malam. Burung elang itu menjadi sangat menderita, kulit di bawah perutnya menjadi tipis, matanya radang dan merah. Melihatnya dalam keadaan demikian, rajawali betina berkata kepada suaminya, “Suamiku, burung elang laut itu sudah kelelahan. Pergilah beritahu kura-kura, jadi burung elang dapat beristirahat.” Ketika mendengar ini, rajawali jantan menghampiri elang laut dan berkata kepadanya dalam satu bait kalimat berikut:
“Yang baik menolong yang baik, perbuatan yang patut
Telah Anda lakukan dengan susah payah bagi kami.
Anak-anak kami sedang aman sekarang ini, karena Anda: perhatikanlah
Dirimu sendiri, jangan sampai menghabiskan semua kekuatanmu.”
Mendengar ini, dengan sekeras auman singa ia mengucapkan bait kelima berikut ini:
“Di saat saya menjaga pohon ini
Saya tidak peduli meskipun harus kehilangan nyawa untukmu:
Itulah gunanya yang baik: teman yang baik akan melakukannya bagi seorang teman:
Ya, bahkan jika ia harus mati akhirnya.
[293] Bait keenam berikut ini diulangi oleh Sang Guru, dalam kebijaksanaan-Nya yang sempurna, untuk memuji kebaikan dari burung tersebut:
“Burung yang menetaskan telur itu yang terbang di udara
melakukan pekerjaan yang paling menderita,
Burung elang laut, menjaga anak-anak burung itu
dengan baik sebelum tengah malam tiba.”
Kemudian rajawali berkata, “Istirahatlah sejenak, temanku, elang laut,” dan kemudian pergi menjumpai kura-kura yang dibangunkannya. “Apa keperluanmu, teman?” tanya kura-kura.—“Bahaya ini mengancam diri kami, dan burung elang laut yang besar itu telah berusaha keras sejak awal penjagaannya dan sekarang menjadi sangat lelah. Itulah sebabnya saya datang mencari Anda.” Setelah mengatakan kata-kata tersebut, ia mengucapkan bait ketujuh berikut ini:
“Bahkan mereka yang terjatuh karena perbuatan dosa atau perbuatan jahat
Dapat bangkit kembali jika mendapatkan bantuan pada waktunya.
Anak-anakku berada dalam bahaya, saya langsung datang mencari Anda:
O penghuni danau ini, datanglah, bantu diriku!”
Mendengar ini, kura-kura mengucapkan bait kalimat berikutnya:
“Orang yang baik, kepada seseorang yang merupakan temannya,
Baik makanan ataupun bantuan, bahkan nyawanya sendiri, akan memberikan.
Untuk Anda, O rajawali! saya akan melakukannya:
Orang yang baik harus selalu saling membantu saat diperlukan.”
Anak kura-kura itu, yang sedang berada tidak jauh darinya, mendengar perkataan ayahnya tersebut dan berpikir, “Saya tidak akan membiarkan ayahku berada dalam masalah. Saya sendiri yang akan melakukan pekerjaan ayahku,” dan oleh karena itu, ia mengucapkan bait kesembilan berikut ini:
“Di sini, tempat dimana Anda mendapat ketenangan, tetaplah tinggal, O ayahku.
[294] Seeorang anak akan berbakti kepada ayahnya, jadi inilah yang terbaik;
Saya akan menyelamatkan anak-anak rajawali itu yang ada di sangkarnya.”
Induk kura-kura itu membalas perkataan anaknya dalam satu bait kalimat berikut:
“Memang demikian perbuatan yang baik, anakku, dan benar
Bahwasannya seorang anak wajib melayani orang tuanya.
Tetapi, orang-orang itu mungkin akan berhenti mengganggu anak-anak burung rajawali,
Kemungkinan besar, jika mereka melihat diriku yang besar ini.”
Setelah mengatakan ini, induk kura-kura itu menyuruh rajawali untuk kembali, sambil menambahkan, “Jangan takut, temanku. Pergilah terlebih dahulu, saya akan menyusul nanti.”
Kura-kura itu masuk ke dalam air, mengumpulkan lumpur, pergi ke pulau tersebut, memadamkan apinya dan berbaring diam. Kemudian penduduk desa berkata dengan suara keras, “Mengapa kita harus repot dengan urusan anak-anak burung rajawali itu? Mari kita balikkan kura-kura terkutuk ini dan membunuhnya! Ia akan cukup bagi kita semua.” Maka mereka memetik beberapa tanaman yang merambat dan mengambil benang. Akan tetapi, ketika mereka mengikat benang dan tanaman menjalar tersebut di bagian ini atau itu, dan mengoyak pakaian mereka sendiri untuk mendapatkan benang, mereka tidak mampu membalikkan kura-kura tersebut.
Kura-kura menyeret mereka ikut bersamanya dan menceburkan diri masuk ke dalam air. Orang-orang itu sangat ingin mendapatkan kura- kura sehingga mereka juga ikut terjatuh masuk ke dalam danau; tercebur, dan bersusah payah keluar dari air dengan perut yang terisi air. “Perhatikan,” kata mereka, “seekor elang laut memadamkan perapian kita sampai pertengahan malam, dan sekarang seekor kura-kura membuat kita terjatuh ke dalam air, menelan air, yang membuat kita menderita. Baiklah, kita akan membuat perapian lagi, dan di saat matahari terbit kita akan memakan anak-anak burung rajawali itu.” Kemudian mereka mulai menyalakan api.
Kemudian induk rajawali betina yang mendengar suara ribut yang mereka buat, berkata, “Suamiku, cepat atau lambat orang-orang ini akan berhasil memakan anak-anak kita dan pergi. Pergilah beritahu teman kita, si singa.” [295] Dengan segera, ia pergi menjumpai singa, yang bertanya kepadanya mengapa ia datang pada jam yang tidak pantas. Burung itu memberitahu singa semuanya mulai dari awal, dan mengucapkan bait kesebelas berikut ini:
“Raja para hewan buas, hewan dan manusia
Datang menjumpai yang terkuat di saat menghadapi ketakutan.
Anak-anakku berada dalam bahaya, tolonglah saya:
Anda adalah raja kami; oleh karenanya, saya berada di sini.”
Setelah ini dikatakan, singa mengucapkan satu bait kalimat berikut :
“Ya, saya akan melakukan ini, rajawali, untukmu:
Ayo, mari kita pergi dan bunuh musuh-musuh itu!
Pastinya ia yang bijaksana, yang mengetahui kebijaksanaan,
Harus berusaha menjadi pelindung bagi seorang teman.”
Setelah berkata demikian, ia memintanya untuk pergi dengan berkata, “Sekarang pergilah dan tenangkan anak-anakmu.” Kemudian singa itu datang, dengan membuat air kristal itu bergelombang.
Ketika melihat singa yang mendekat, orangorang jahat itu ketakutan setengah mati. Mereka berkata dengan keras, “Burung elang laut memadamkan api; kura-kura membuat kita kehilangan pakaian; tetapi kali ini habislah kita. Singa ini akan memusnahkan kita dengan segera.” Mereka lari pontang-panting.
Di saat sampai di bawah pohon itu, singa tidak melihat ada apapun. [296] Kemudian elang laut, rajawali, dan kura-kura muncul menyapanya. Ia memberitahukan mereka tentang keuntungan daripada persahabatan dan berkata, “Mulai saat ini, berhati-hatilah agar tidak pernah merusak ikatan persahabatan.” Dengan mengatakan nasehat ini, ia pergi. Dan mereka juga masing-masing kembali ke tempat kediamannya.
Kemudian rajawali betina yang melihat ke anak-anaknya berpikir—“Ah, karena teman-teman, anak-anakku dapat kembali bersamaku!” dan karena merasa gembira, ia berkata kepada pasangannya dengan mengucapkan enam bait kalimat berikut yang memaparkan keuntungan dari persahabatan:
“Dapatkan teman, sebanyak satu rumah penuh tanpa kegagalan,
Dapatkan teman yang agung: ia akan mendapat berkah:
Sia-sia bagi anak panah yang menghantam baju besi.
Dan kita dapat bergembira, anak-anak kita berada dalam keadaan aman dan selamat.
“Dikarenakan bantuan teman-teman mereka sendiri,
teman yang melakukan tugasnya,
Yang satu berkicau, disambut oleh kicauan anak-anaknya,
dengan perasaan yang memikat hati.
“Yang bijak meminta bantuan kepada teman-temannya,
Hidup bahagia dengan barang dan anak-anaknya:
Sehingga saya, suamiku, dan anak-anakku, dapat berkumpul bersama,
Karena teman kami menunjukkan welas asihnya.
“Orang memerlukan raja dan ksatria sebagai perlindungan:
Dan ini adalah miliknya yang persahabatannya sempurna:
Anda yang mendambakan kebahagiaan; ia adalah yang terkenal dan kuat;
Ia pastinya akan hidup makmur jika berteman dengannya.
“Bahkan kepada yang miskin dan lemah,
O rajawali, persahabatan harus dilakukan:
Lihatlah sekarang, dikarenakan kebaikan,
kita dan anak-anak berada dalam keadaan sehat dan selamat.
“Burung yang mendapatkan pahlawan
benar-benar menjalankan peranan seorang teman,
Seperti saya dan Anda yang gembira, rajawali,
juga memiliki perasaan bahagia.”
[297] Demikianlah rajawali betina itu memaparkan kualitas persahabatan dalam enam bait kalimat. Dan semua kumpulan teman tersebut tetap hidup panjang umur tanpa memutuskan ikatan persahabatan, dan akhirnya meninggal sesuai dengan kamma masing-masing.
____________________
Setelah selesai menyampaikan uraian ini, Sang Guru berkata, “Ini bukan pertama kali, para bhikkhu, ia mendapatkan kebahagiaan dikarenakan cara istrinya. Tetapi juga sama sebelumnya di masa lampau.”
Dengan kata-kata ini, Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu, pasangan yang baru menikah itu adalah pasangan burung rajawali, Rahula adalah anak kura-kura, Moggallana adalah induk kura-kura, Sariputta adalah burung elang laut, dan saya sendiri adalah singa.”
[299] Orang-orang mengatakan bahwa laki-laki ini, yang merupakan anak dari keluarga yang hancur di Savatthi, mengutus seorang temannya untuk memberikan tawaran pernikahan kepada seorang wanita.
Pertanyaan ini yang ditanyakan, “Apakah ia memiliki teman atau sabahat yang dapat menyelesaikan permasalahan yang perlu diselesaikan?” “Tidak ada sama sekali.” “Kalau begitu, ia harus memiliki teman terlebih dahulu,” kata mereka kepadanya. Laki-laki ini mendengar saran mereka dan memulai persahabatannya dengan empat penjaga pintu gerbang.
Setelah ini, secara bertingkat ia berteman dengan kepala penjara, ahli ilmu perbintangan, pejabat-pejabat istana, bahkan berteman dengan panglima tertinggi dan wakil raja. Dan atas persahabatan yang terjalin dengan mereka, ia menjadi sahabat raja, setelah itu menjadi teman dari delapan puluh bhikkhu senior dan melalui Yang Mulia Ananda ia berteman dengan Sang Tathagata.
Kemudian Sang Guru membawa keluarganya berada dalam perlindungan Ti-Ratana dan kebajikan, raja memberikannya kedudukan yang tinggi dan ia menjadi dikenal dengan Mittagandhaka, “orang dengan banyak teman 184 .” Raja menghadiahkan sebuah rumah mewah baginya dan merayakan pesta pernikahannya, dan banyak orang dari berbagai kerajaan mengirimkan hadiah.
Istrinya mendapatkan hadiah yang dikirim oleh raja, dan hadiah dari wakil raja yang diantar sendiri, hadiah dari panglima tertinggi, dan seterusnya sampai semua orang di kerajaan itu memberikannya. Pada hari ketujuh, Dasabala dengan rombongan-Nya diundang oleh pasangan yang baru menikah ini, derma yang banyak diberikan kepada Sang Buddha dan rombongan-Nya yang berjumlah lima ratus bhikkhu; di akhir perayaan itu, mereka menerima ucapan terima kasih dari Sang Guru dan mencapai tingkat kesucian sotapanna.
Di dhammasabhā, semua orang membicarakan hal ini. “Āvuso, Upasaka Mitta-gandhaka mengikuti nasehat dari istrinya, dan berdasarkan nasehat itu ia menjadi teman bagi siapa saja dan mendapatkan kehormatan tinggi dari tangan raja. Setelah menjadi teman dari Sang Guru, mereka berdua mencapai tingkat kesucian sotapanna.”
Sang Guru yang berjalan masuk ke dalam, menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan. Mereka memberitahu Beliau. Beliau berkata, “Ini bukan pertama kali, para bhikkhu, orang ini mendapatkan kehormatan yang tinggi disebabkan oleh wanita tersebut. Tetapi juga di masa lampau, ketika ia menjadi seekor hewan, dikarenakan nasehat dari wanita tersebut, ia berteman dengan banyak orang dan terbebas dari kecemasan terhadap putranya.”
Setelah berkata demikian, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala ketika Brahmadatta menjadi raja Benares, beberapa orang pengembara biasa membuat tempat persinggahan sementara, dimana pun mereka dapat menemukan makanan, dengan tinggal di dalam hutan dan membunuh untuk mendapatkan daging untuk mereka sendiri dan keluarga mereka dalam perburuan hewan yang berlimpah-limpah di sana.
[290] Tidak jauh dari desa mereka ada sebuah danau alami yang besar, dan di darat sebelah selatan danau itu hiduplah seekor burung rajawali, di sebelah barat ada seekor burung rajawali betina, di sebelah utara ada seekor singa, rajanya hewan buas; di sebelah timur seekor burung elang laut, rajanya burung; di tengah-tengah ada seekor kura-kura di pulau kecil.
Rajawali itu mengajak rajawali betina tersebut untuk kawin. Yang betina bertanya kepadanya, “Apakah Anda memiliki teman?” “Tidak, Nona,” jawabnya. “Kita harus memiliki seseorang yang dapat membela kita terhadap bahaya atau masalah apapun yang mungkin timbul nantinya, dan Anda harus mencari teman.” “Dengan siapa saya harus berteman?” “Dengan raja burung elang laut yang tinggal di pantai sebelah timur, dengan singa di sebelah utara, dengan kura-kura yang tinggal di tengah-tengah danau ini.” Ia pun mengikuti nasehatnya dan melakukan hal tersebut. Kemudian keduanya hidup bersama (harus diberitahukan bahwa di satu pulau kecil yang berada di danau yang sama tumbuh sebuah pohon kadamba, yang semua sisinya dikelilingi oleh air) di dalam sebuah sangkar yang dibuat oleh mereka.
Setelah itu, mereka dikaruniai dua ekor anak burung jantan. Suatu hari, di saat sayap anak-anak burung tersebut masih kecil, beberapa penduduk desa pergi mencari makanan di dalam hutan sepanjang hari dan tidak mendapatkan apapun. Tidak ingin pulang dengan tangan kosong, mereka pergi ke kolam itu untuk menangkap ikan atau kura-kura. Mereka sampai ke pulau tersebut, berbaring di bawah pohon kadamba itu, dan karena terganggu dengan gigitan dari nyamuk-nyamuk, mereka membuat perapian dengan menggosok-gosokkan kayu untuk mengusir nyamuk-nyamuk tersebut, dan perapian ini menimbulkan asap. Asap yang naik ke atas pohon membuat burung-burung kecil itu merasa terganggu dan mereka pun mengeluarkan suara. “Ini adalah suara burung!” kata penduduk desa. “Bangun, besarkan apinya. Kita tidak bisa berbaring kelaparan di sini. Sebelum kita berbaring, kita akan memakan daging burung terlebih dahulu.” Mereka membesarkan nyala api itu.
Tetapi induk burung yang mendengar suara ini berpikir, “Orang-orang ini ingin memakan anak-anak kami. Kami berteman dengan yang lainnya untuk dapat menyelamatkan kami dari bahaya yang demikian. Saya akan meminta suamiku untuk pergi ke burung elang laut yang besar itu.” [291] Kemudian ia berkata, “Pergilah, suamiku, beritahu burung elang laut tentang bahaya yang sedang mengancam anak-anak kita,” sambil mengucapkan bait kalimat berikut:
“Penduduk desa yang jahat itu membuat perapian di pulau,
Untuk memakan anak-anakku sebentar lagi:
O rajawali! pergilah kepada teman-teman,
Beritahukan bahaya yang sedang mengancam mereka!”
Burung rajawali jantan itu terbang dengan cepat ke tempat yang dituju dan bersuara dengan keras untuk memberitahukan kedatangannya. Setelah izin diberikan, ia datang menghampiri burung elang laut, memberikan salam. “Mengapa Anda datang kemari?” tanya elang laut. Kemudian rajawali jantan mengucapkan bait kedua berikut ini:
“O unggas yang bersayap!
Anda adalah raja para burung:
Jadi, raja burung elang laut,
saya datang meminta bantuanmu sekarang.
Beberapa penduduk desa yang tidak mendapatkan hasil buruannya saat ini
Sedang berusaha untuk memakan anak-anakku:
semoga Anda dapat membawa kebahagiaanku kembali!”
“Jangan takut,” kata elang laut kepada rajawali, dan untuk menenangkannya ia mengucapkan bait ketiga berikut:
“Pada musim, atau di luar musim, orang bijak Berteman
untuk mendapatkan perlindungan: Untukmu, O rajawali!
saya akan melakukannya;
Orang yang baik harus saling membantu saat diperlukan.”
[292] Kemudian ia menyambung pertanyaannya, “Teman, apakah penduduk desa yang jahat itu telah memanjat pohon tersebut?” “Mereka belum memanjatnya, mereka sedang menumpuk kayu untuk perapian.” “Kalau begitu, lebih baik Anda segera kembali untuk menenangkan temanku, istrimu, katakan saya akan datang.” Ia pun melakukan demikian.
Burung elang laut itu juga pergi, dan dengan bertengger di atas sebuah pohon yang dekat dengan pohon kadamba itu, ia mengawasi orang-orang itu memanjat. Persis ketika salah satu dari orang jahat yang memanjat pohon itu hampir sampai ke sarang burung itu, elang laut tersebut masuk menyelam ke dalam danau dan dari sayap dan paruhnya ia memercikkan air di perapian mereka sehingga api menjadi padam.
Orang-orang itu kembali turun dan menyalakan api lagi untuk memanggang induk dan anak-anak burung tersebut. Ketika mereka memanjat lagi, elang laut sekali lagi memadamkan nyala api. Jadi kapan saja api itu dinyalakan, elang laut akan terus memadamkannya, dan sampai hari menjelang tengah malam. Burung elang itu menjadi sangat menderita, kulit di bawah perutnya menjadi tipis, matanya radang dan merah. Melihatnya dalam keadaan demikian, rajawali betina berkata kepada suaminya, “Suamiku, burung elang laut itu sudah kelelahan. Pergilah beritahu kura-kura, jadi burung elang dapat beristirahat.” Ketika mendengar ini, rajawali jantan menghampiri elang laut dan berkata kepadanya dalam satu bait kalimat berikut:
“Yang baik menolong yang baik, perbuatan yang patut
Telah Anda lakukan dengan susah payah bagi kami.
Anak-anak kami sedang aman sekarang ini, karena Anda: perhatikanlah
Dirimu sendiri, jangan sampai menghabiskan semua kekuatanmu.”
Mendengar ini, dengan sekeras auman singa ia mengucapkan bait kelima berikut ini:
“Di saat saya menjaga pohon ini
Saya tidak peduli meskipun harus kehilangan nyawa untukmu:
Itulah gunanya yang baik: teman yang baik akan melakukannya bagi seorang teman:
Ya, bahkan jika ia harus mati akhirnya.
[293] Bait keenam berikut ini diulangi oleh Sang Guru, dalam kebijaksanaan-Nya yang sempurna, untuk memuji kebaikan dari burung tersebut:
“Burung yang menetaskan telur itu yang terbang di udara
melakukan pekerjaan yang paling menderita,
Burung elang laut, menjaga anak-anak burung itu
dengan baik sebelum tengah malam tiba.”
Kemudian rajawali berkata, “Istirahatlah sejenak, temanku, elang laut,” dan kemudian pergi menjumpai kura-kura yang dibangunkannya. “Apa keperluanmu, teman?” tanya kura-kura.—“Bahaya ini mengancam diri kami, dan burung elang laut yang besar itu telah berusaha keras sejak awal penjagaannya dan sekarang menjadi sangat lelah. Itulah sebabnya saya datang mencari Anda.” Setelah mengatakan kata-kata tersebut, ia mengucapkan bait ketujuh berikut ini:
“Bahkan mereka yang terjatuh karena perbuatan dosa atau perbuatan jahat
Dapat bangkit kembali jika mendapatkan bantuan pada waktunya.
Anak-anakku berada dalam bahaya, saya langsung datang mencari Anda:
O penghuni danau ini, datanglah, bantu diriku!”
Mendengar ini, kura-kura mengucapkan bait kalimat berikutnya:
“Orang yang baik, kepada seseorang yang merupakan temannya,
Baik makanan ataupun bantuan, bahkan nyawanya sendiri, akan memberikan.
Untuk Anda, O rajawali! saya akan melakukannya:
Orang yang baik harus selalu saling membantu saat diperlukan.”
Anak kura-kura itu, yang sedang berada tidak jauh darinya, mendengar perkataan ayahnya tersebut dan berpikir, “Saya tidak akan membiarkan ayahku berada dalam masalah. Saya sendiri yang akan melakukan pekerjaan ayahku,” dan oleh karena itu, ia mengucapkan bait kesembilan berikut ini:
“Di sini, tempat dimana Anda mendapat ketenangan, tetaplah tinggal, O ayahku.
[294] Seeorang anak akan berbakti kepada ayahnya, jadi inilah yang terbaik;
Saya akan menyelamatkan anak-anak rajawali itu yang ada di sangkarnya.”
Induk kura-kura itu membalas perkataan anaknya dalam satu bait kalimat berikut:
“Memang demikian perbuatan yang baik, anakku, dan benar
Bahwasannya seorang anak wajib melayani orang tuanya.
Tetapi, orang-orang itu mungkin akan berhenti mengganggu anak-anak burung rajawali,
Kemungkinan besar, jika mereka melihat diriku yang besar ini.”
Setelah mengatakan ini, induk kura-kura itu menyuruh rajawali untuk kembali, sambil menambahkan, “Jangan takut, temanku. Pergilah terlebih dahulu, saya akan menyusul nanti.”
Kura-kura itu masuk ke dalam air, mengumpulkan lumpur, pergi ke pulau tersebut, memadamkan apinya dan berbaring diam. Kemudian penduduk desa berkata dengan suara keras, “Mengapa kita harus repot dengan urusan anak-anak burung rajawali itu? Mari kita balikkan kura-kura terkutuk ini dan membunuhnya! Ia akan cukup bagi kita semua.” Maka mereka memetik beberapa tanaman yang merambat dan mengambil benang. Akan tetapi, ketika mereka mengikat benang dan tanaman menjalar tersebut di bagian ini atau itu, dan mengoyak pakaian mereka sendiri untuk mendapatkan benang, mereka tidak mampu membalikkan kura-kura tersebut.
Kura-kura menyeret mereka ikut bersamanya dan menceburkan diri masuk ke dalam air. Orang-orang itu sangat ingin mendapatkan kura- kura sehingga mereka juga ikut terjatuh masuk ke dalam danau; tercebur, dan bersusah payah keluar dari air dengan perut yang terisi air. “Perhatikan,” kata mereka, “seekor elang laut memadamkan perapian kita sampai pertengahan malam, dan sekarang seekor kura-kura membuat kita terjatuh ke dalam air, menelan air, yang membuat kita menderita. Baiklah, kita akan membuat perapian lagi, dan di saat matahari terbit kita akan memakan anak-anak burung rajawali itu.” Kemudian mereka mulai menyalakan api.
Kemudian induk rajawali betina yang mendengar suara ribut yang mereka buat, berkata, “Suamiku, cepat atau lambat orang-orang ini akan berhasil memakan anak-anak kita dan pergi. Pergilah beritahu teman kita, si singa.” [295] Dengan segera, ia pergi menjumpai singa, yang bertanya kepadanya mengapa ia datang pada jam yang tidak pantas. Burung itu memberitahu singa semuanya mulai dari awal, dan mengucapkan bait kesebelas berikut ini:
“Raja para hewan buas, hewan dan manusia
Datang menjumpai yang terkuat di saat menghadapi ketakutan.
Anak-anakku berada dalam bahaya, tolonglah saya:
Anda adalah raja kami; oleh karenanya, saya berada di sini.”
Setelah ini dikatakan, singa mengucapkan satu bait kalimat berikut :
“Ya, saya akan melakukan ini, rajawali, untukmu:
Ayo, mari kita pergi dan bunuh musuh-musuh itu!
Pastinya ia yang bijaksana, yang mengetahui kebijaksanaan,
Harus berusaha menjadi pelindung bagi seorang teman.”
Setelah berkata demikian, ia memintanya untuk pergi dengan berkata, “Sekarang pergilah dan tenangkan anak-anakmu.” Kemudian singa itu datang, dengan membuat air kristal itu bergelombang.
Ketika melihat singa yang mendekat, orangorang jahat itu ketakutan setengah mati. Mereka berkata dengan keras, “Burung elang laut memadamkan api; kura-kura membuat kita kehilangan pakaian; tetapi kali ini habislah kita. Singa ini akan memusnahkan kita dengan segera.” Mereka lari pontang-panting.
Di saat sampai di bawah pohon itu, singa tidak melihat ada apapun. [296] Kemudian elang laut, rajawali, dan kura-kura muncul menyapanya. Ia memberitahukan mereka tentang keuntungan daripada persahabatan dan berkata, “Mulai saat ini, berhati-hatilah agar tidak pernah merusak ikatan persahabatan.” Dengan mengatakan nasehat ini, ia pergi. Dan mereka juga masing-masing kembali ke tempat kediamannya.
Kemudian rajawali betina yang melihat ke anak-anaknya berpikir—“Ah, karena teman-teman, anak-anakku dapat kembali bersamaku!” dan karena merasa gembira, ia berkata kepada pasangannya dengan mengucapkan enam bait kalimat berikut yang memaparkan keuntungan dari persahabatan:
“Dapatkan teman, sebanyak satu rumah penuh tanpa kegagalan,
Dapatkan teman yang agung: ia akan mendapat berkah:
Sia-sia bagi anak panah yang menghantam baju besi.
Dan kita dapat bergembira, anak-anak kita berada dalam keadaan aman dan selamat.
“Dikarenakan bantuan teman-teman mereka sendiri,
teman yang melakukan tugasnya,
Yang satu berkicau, disambut oleh kicauan anak-anaknya,
dengan perasaan yang memikat hati.
“Yang bijak meminta bantuan kepada teman-temannya,
Hidup bahagia dengan barang dan anak-anaknya:
Sehingga saya, suamiku, dan anak-anakku, dapat berkumpul bersama,
Karena teman kami menunjukkan welas asihnya.
“Orang memerlukan raja dan ksatria sebagai perlindungan:
Dan ini adalah miliknya yang persahabatannya sempurna:
Anda yang mendambakan kebahagiaan; ia adalah yang terkenal dan kuat;
Ia pastinya akan hidup makmur jika berteman dengannya.
“Bahkan kepada yang miskin dan lemah,
O rajawali, persahabatan harus dilakukan:
Lihatlah sekarang, dikarenakan kebaikan,
kita dan anak-anak berada dalam keadaan sehat dan selamat.
“Burung yang mendapatkan pahlawan
benar-benar menjalankan peranan seorang teman,
Seperti saya dan Anda yang gembira, rajawali,
juga memiliki perasaan bahagia.”
[297] Demikianlah rajawali betina itu memaparkan kualitas persahabatan dalam enam bait kalimat. Dan semua kumpulan teman tersebut tetap hidup panjang umur tanpa memutuskan ikatan persahabatan, dan akhirnya meninggal sesuai dengan kamma masing-masing.
____________________
Setelah selesai menyampaikan uraian ini, Sang Guru berkata, “Ini bukan pertama kali, para bhikkhu, ia mendapatkan kebahagiaan dikarenakan cara istrinya. Tetapi juga sama sebelumnya di masa lampau.”
Dengan kata-kata ini, Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu, pasangan yang baru menikah itu adalah pasangan burung rajawali, Rahula adalah anak kura-kura, Moggallana adalah induk kura-kura, Sariputta adalah burung elang laut, dan saya sendiri adalah singa.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com