HĀṀSA-JĀTAKA
Cūḷahaṃsajātaka (Ja 502)
“Ke sana perginya unggas-unggas itu,” dan seterusnya— Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Veluvana, tentang pelepasan kehidupan duniawi dari Ananda Thera.
Saat itu para bhikkhu juga sedang membicarakan tentang sifat-sifat baik dari sang Thera di dhammasabhā ketika Sang Guru masuk dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan di sana.
Beliau berkata, “Ini bukan pertama kalinya, para bhikkhu, Ananda meninggalkan kehidupan duniawi demi diriku, tetapi sebelumnya ia juga melakukan hal yang sama.”
Dan kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala, berkuasalah seorang raja di Benares yang bernama Bahuputtaka, atau Ayah dari banyak putra, dan ratunya yang berkuasa, Khema.
Pada waktu itu, Sang Mahasatwa terlahir sebagai seekor angsa yang bertempat tinggal di Gunung Cittakūṭa, sebagai pemimpin dari sembilan puluh ribu ekor angsa liar lainnya. [424] Dan seperti yang telah diceritakan sebelumnya, sang ratu mendapatkan sebuah mimpi dan memberitahu raja bahwa ia memiliki keinginan seorang wanita untuk mendengarkan wejangan dari seekor angsa emas.
Ketika raja menanyakan apakah ada makhluk demikian berupa angsa emas, ia diberitahukan bahwasannya memang ada, yaitu di Gunung Cittakūṭa. Kemudian ia membuat sebuah danau yang diberinya nama Khema, dan meminta orang-orang untuk menanam semua jenis tanaman yang dapat dimakan. Dan setiap harinya di keempat penjuru danau, raja memerintahkan pengawalnya untuk mengumumkan perlindungan (kekebalan) terhadap hewan yang nantinya berada di dalam danau itu dan mengutus para pemburu untuk menangkap angsa.
Tentang bagaimana pemburu ini dipanggil, bagaimana cara sang pemburu mengawasi unggas-unggas itu, bagaimana kabar ini diberitahukan kepada raja di saat angsa emas itu muncul, bagaimana jerat itu dipasang dan Sang Mahasatwa tertangkap di dalam jerat itu, bagaimana Sumukha—Panglima para angsa—yang tidak melihat pemimpinnya dalam tiga kelompok angsa kemudian kembali, semuanya ini akan diceritakan di dalam Mahā-Haṁsa-Jātaka262.
Sekarang dalam cerita ini Sang Mahasatwa tertangkap di jerat itu dan kayunya; bahkan di saat ia tergantung di ujung kayu jerat itu dan menjulurkan lehernya untuk melihat ke arah perginya angsa-angsa yang lain, ia melihat Sumukha datang dan berpikir, “Di saat ia datang nanti, saya akan mengujinya.”
Maka ketika Sumukha datang, Sang Mahasatwa mengucapkan tiga bait kalimat berikut:
“Ke sana perginya unggas-unggas itu,
angsa-angsa merah, semuanya dirundung oleh rasa takut:
O Sumukha yang berwarna kuning keemasan, pergilah!
Apa yang ingin Anda lakukan di sini?
“Sanak keluargaku telah meninggalkanku,
mereka semuanya telah terbang pergi,
Tanpa adanya pertimbangan apapun, mereka terbang pergi:
Mengapa Anda datang kemari sendirian?
“Pergilah, unggas yang mulia! tidak ada persahabatan yang dapat terjalin
dengan sesuatu yang tertangkap;
Terbanglah, Sumukha! Jangan menghilangkan kesempatan
dimana Anda masih bisa bebas.”
[425] Yang kemudian Sumukha menjawabnya, dengan duduk di lumpur—
“Tidak, saya tidak akan meninggalkanmu, angsa yang agung,
di saat masalah menghampirimu”
Saya akan tetap di sini,
di sisimu, baik hidup atau mati.”
Demikianlah yang dikatakan Sumukha, dengan suara yang keras seperti singa. Dan Dhataraṭṭha menjawabnya dalam bait berikut ini:
“Suatu hati yang mulia, Sumukha,
yang Anda katakan ini adalah kata-kata yang berani:
Tadi saya mengujimu
dengan memintamu untuk terbang pergi.”
Selagi mereka berdua berbicara demikian, sang pemburu datang dengan kecepatan penuh, sambil membawa senjata di tangan. Sumukha memberi dorongan semangat kepada Dhataraṭṭha dan terbang menjumpai pemburu itu, dengan hormat memaparkan kebajikan dari unggas yang agung tersebut.
Segera hati sang pemburu pun menjadi lemah, yang diketahui oleh Sumukha yang kemudian kembali dan berdiri memberikan semangat kepada raja angsa tersebut. Dan sang pemburu menghampiri raja angsa sambil mengucapkan bait keenam berikut:
“Cara mereka berjalan adalah dengan terbang,
unggas-unggas terbang tinggi di langit:
Dan apakah Anda, O angsa mulia,
tidak melihat jerat ini dari kejauhan?”
Sang Mahasatwa berkata:
“Di saat kehidupan akan berakhir
dan waktu kematian sudah mendekat,
Meskipun berada dekat dengan jerat,
Anda tidak akan dapat melihatnya.”
[426] Pemburu yang merasa senang dengan pernyataan unggas itu, kemudian mengucapkan tiga bait kalimat kepada Sumukha.
“Ke sana perginya unggas-unggas itu,
angsa-angsa merah, semuanya dirundung oleh rasa takut:
Dan Anda, O unggas yang berwarna kuning keemasan,
masih tetap menunggu di sini.
“Mereka makan dan minum, angsa-angsa merah itu:
dengan tidak pedulinya, mereka terbang pergi;
Dengan tergesa-gesa mereka terbang di udara,
dan Anda tinggal sendirian.
“Apa maksudnya ini, Unggas, di saat yang lainnya telah terbang
pergi meninggalkan dirinya;
Meskipun tidak terjerat, namun Anda ikut bergabung
dengan yang tertangkap—
Mengapa Anda tetap berada sendirian di sini?”
Sumukha menjawab:
“Ia adalah teman setiaku, Teman,
dan dalam hidupku ia adalah pemimpin:
Meninggalkan dirinya—tidak, tidak akan pernah saya lakukan,
sampai kematian memanggilku.”
Mendengar perkataan ini, pemburu tersebut menjadi lebih bahagia dan berpikir sendiri—“Jika saya melukai makhluk yang demikian bajik seperti ini, bumi akan terbuka menganga dan menelanku. Apalah artinya imbalan hadiah dari raja? Saya akan membebaskan mereka.” Dan ia mengucapkan bait kalimat berikut:
“Karena melihat Anda siap mati demi persahabatan,
Saya akan membebaskan raja sekaligus temanmu itu,
untuk mengikuti kemana Anda terbang.”
Setelah mengatakan ini, ia membawa turun Sang Mahasatwa dari batang pohon, melepaskan jeratnya, membawanya ke sungai dan dengan hati-hati membersihkan darah dari tubuhnya, [427] dan memulihkan kembali tulang otot tulang dan urat dagingnya.
Dikarenakan kebaikan hati sang pemburu dan dengan kekuatan dari kesempurnaan Sang Mahasatwa263; pada saat itu juga kakinya menjadi pulih kembali seperti sedia kala, bahkan tidak ada bekas luka yang menunjukkan tempat dimana ia terjerat.
Sumukha melihat Sang Mahasatwa dengan kegembiraan dan berterima kasih dengan mengucapkan perkataan berikut ini:
“O Pemburu, semoga Anda bersama dengan sanak keluarga
dan teman-temanmu berbahagia,
Seperti diriku yang bahagia
melihat raja unggas ini dibebaskan.”
Ketika mendengar ini, sang pemburu berkata, “Sekarang Anda boleh pergi, Teman.” Kemudian Sang Mahasatwa berkata kepadanya, “Apakah tadinya Anda menangkapku atas keinginan sendiri, Tuanku yang baik, atau atas permintaan orang lain?” Pemburu itu memberitahukan hal yang sebenarnya.
Dhataraṭṭha bertanya-tanya apakah lebih baik kembali ke Cittakūṭṭa atau pergi ke kota. “Jika saya pergi ke kota,” pikirnya, “pemburu ini akan diberikan hadiah, keinginan ratu akan dapat dipenuhi, persahabatan Sumukha akan diketahui, kemudian juga dengan kekuatan kebijaksanaanku saya akan mendapatkan danau Khema sebagai hadiah yang gratis. Oleh karena itu, lebih baik pergi ke kota.”
Setelah bertekad melakukan ini, ia berkata, “Tuan pemburu, bawa kami dengan keranjangmu untuk bertemu dengan raja, dan ia akan membebaskan diriku jika ia bersedia.”—“Angsa, para raja itu sangat keras orangnya. Kembali sajalah ke tempatmu.”—“Apa! Saya berhasil membuat hati seorang pemburu seperti dirimu menjadi lembut, dan tidak bisakah saya mendapatkan simpati dari seorang raja? Serahkan hal itu kepadaku, Teman, bagianmu adalah membawa kami kepadanya.” Sang Pemburu pun melakukan keinginannya.
Ketika melihat angsa-angsa tersebut, raja merasa senang. Ia menempatkan kedua angsa tersebut di tempat hinggap yang berwarna keemasan, memberikan madu kepada mereka, biji-bijian kering, air gula, dan dengan merangkupkan kedua tangannya memohon mereka untuk memberikan wejangan.
Melihat betapa inginnya raja untuk mendengarnya, raja angsa itu menyapanya terlebih dahulu dengan menggunakan kata-kata yang menyenangkan. Berikut ini adalah kalimat-kalimat yang menggambarkan percakapan antara raja dan angsa tersebut.
“Sekarang apakah kehormatannya memiliki kesehatan dan kekayaan,
dan apakah kerajaan dipenuhi dengan Kesejahteraan dan kemakmuran,
dan apakah ia telah memerintah dengan adil?”
[428] “O di sini terdapat kesehatan dan kekayaan, O angsa,
dan kerajaan di sini penuh dengan
Kesejahteraan dan kemakmuran,
dengan kepemimpinan yang adil dan benar.”
“Tidak adakah noda yang terlihat di dalam istanamu,
dan Apakah musuh-musuhmu tidak ada,
dan seperti bayangan di arah selatan,
yang tidak pernah berkembang?”
“Dan apakah ratumu memiliki kelahiran yang sama,
patuh, berkata yang manis,
Penuh keberhasilan, cantik, terkenal,
melayani keinginanmu, dalam melakukan semuanya?”
“O ya, ratuku memiliki kelahiran yang sama,
patuh, berkata yang manis,
Penuh keberhasilan, cantik, terkenal,
melayani keinginanku, dalam melakukan semuanya.”
“O pemimpin besar! Apakah Anda memiliki banyak putra,
dengan kelahiran mulia,
Cepat dalam berpikir, orang yang mudah tenang
menghadapi hal apapun yang mendesak?”
“O Dhataraṭṭha! Saya memiliki putra-putra yang terkenal,
seratus satu putra:
Beritahukan mereka tentang kewajibannya:
mereka tidak akan menelantarkan nasehat baikmu.”
Mendengar ini, Sang Mahasatwa memberikan nasehat dalam lima bait kalimat berikut ini:
“Ia yang menunda terlalu lama
usaha untuk berbuat kebajikan,
Meskipun memiliki kelahiran mulia, dan dikaruniai sifat bajik,
masih tetap akan tenggelam di dalam banjir.
[429] “Pengetahuannya memudar, mengalami kehilangan yang amat besar;
seperti bulan yang buta tanpa bintang264
Melihat semua benda membesar dua kali ukuran sebenarnya
dikarenakan sinarnya yang tidak sempurna.
“Yang melihat kebenaran dalam kepalsuan,
tidak mendapatkan kebijaksanaan sama sekali,
Sama seperti rusa yang sering jatuh
di jalan pegunungan yang tidak rata.
“Jika ada seseorang yang berani dan kuat
yang mencintai kebajikan, mengikuti kebenaran,
Meskipun terlahir sebagai orang yang berkasta rendah,
ia akan menyala terang seperti api unggun di malam hari.
“Dengan menggunakan perumpamaan ini,
semua kebenaran dari kebijaksanaan telah dijelaskan,
Sayangi putra-putramu sampai mereka tumbuh menjadi bijak,
seperti benih tanaman di musim hujan.”
[430] Demikian Sang Mahasatwa memberikan wejangan kepada raja sepanjang malam. Keinginan ratu pun terpenuhi. Di saat matahari terbit, raja angsa itu membuat raja memiliki kebajikan seorang raja dan menasehatinya untuk menjadi tidak lengah.
Kemudian bersama dengan Sumukha, ia terbang keluar dari jendela arah utara menuju ke Cittakūṭa.
____________________
Setelah menyampaikan uraian ini, Sang Guru berkata: “Demikianlah, para bhikkhu, orang ini memberikan hidupnya kepadaku sebelumnya,” dan kemudian Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu Channa adalah pemburu, Sariputta adalah raja, seorang bhikkhuni adalah ratu Khema, suku Sākiya adalah kawanan angsa, Ananda adalah Sumukha, dan saya sendiri adalah raja angsa.”
Saat itu para bhikkhu juga sedang membicarakan tentang sifat-sifat baik dari sang Thera di dhammasabhā ketika Sang Guru masuk dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan di sana.
Beliau berkata, “Ini bukan pertama kalinya, para bhikkhu, Ananda meninggalkan kehidupan duniawi demi diriku, tetapi sebelumnya ia juga melakukan hal yang sama.”
Dan kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________
Dahulu kala, berkuasalah seorang raja di Benares yang bernama Bahuputtaka, atau Ayah dari banyak putra, dan ratunya yang berkuasa, Khema.
Pada waktu itu, Sang Mahasatwa terlahir sebagai seekor angsa yang bertempat tinggal di Gunung Cittakūṭa, sebagai pemimpin dari sembilan puluh ribu ekor angsa liar lainnya. [424] Dan seperti yang telah diceritakan sebelumnya, sang ratu mendapatkan sebuah mimpi dan memberitahu raja bahwa ia memiliki keinginan seorang wanita untuk mendengarkan wejangan dari seekor angsa emas.
Ketika raja menanyakan apakah ada makhluk demikian berupa angsa emas, ia diberitahukan bahwasannya memang ada, yaitu di Gunung Cittakūṭa. Kemudian ia membuat sebuah danau yang diberinya nama Khema, dan meminta orang-orang untuk menanam semua jenis tanaman yang dapat dimakan. Dan setiap harinya di keempat penjuru danau, raja memerintahkan pengawalnya untuk mengumumkan perlindungan (kekebalan) terhadap hewan yang nantinya berada di dalam danau itu dan mengutus para pemburu untuk menangkap angsa.
Tentang bagaimana pemburu ini dipanggil, bagaimana cara sang pemburu mengawasi unggas-unggas itu, bagaimana kabar ini diberitahukan kepada raja di saat angsa emas itu muncul, bagaimana jerat itu dipasang dan Sang Mahasatwa tertangkap di dalam jerat itu, bagaimana Sumukha—Panglima para angsa—yang tidak melihat pemimpinnya dalam tiga kelompok angsa kemudian kembali, semuanya ini akan diceritakan di dalam Mahā-Haṁsa-Jātaka262.
Sekarang dalam cerita ini Sang Mahasatwa tertangkap di jerat itu dan kayunya; bahkan di saat ia tergantung di ujung kayu jerat itu dan menjulurkan lehernya untuk melihat ke arah perginya angsa-angsa yang lain, ia melihat Sumukha datang dan berpikir, “Di saat ia datang nanti, saya akan mengujinya.”
Maka ketika Sumukha datang, Sang Mahasatwa mengucapkan tiga bait kalimat berikut:
“Ke sana perginya unggas-unggas itu,
angsa-angsa merah, semuanya dirundung oleh rasa takut:
O Sumukha yang berwarna kuning keemasan, pergilah!
Apa yang ingin Anda lakukan di sini?
“Sanak keluargaku telah meninggalkanku,
mereka semuanya telah terbang pergi,
Tanpa adanya pertimbangan apapun, mereka terbang pergi:
Mengapa Anda datang kemari sendirian?
“Pergilah, unggas yang mulia! tidak ada persahabatan yang dapat terjalin
dengan sesuatu yang tertangkap;
Terbanglah, Sumukha! Jangan menghilangkan kesempatan
dimana Anda masih bisa bebas.”
[425] Yang kemudian Sumukha menjawabnya, dengan duduk di lumpur—
“Tidak, saya tidak akan meninggalkanmu, angsa yang agung,
di saat masalah menghampirimu”
Saya akan tetap di sini,
di sisimu, baik hidup atau mati.”
Demikianlah yang dikatakan Sumukha, dengan suara yang keras seperti singa. Dan Dhataraṭṭha menjawabnya dalam bait berikut ini:
“Suatu hati yang mulia, Sumukha,
yang Anda katakan ini adalah kata-kata yang berani:
Tadi saya mengujimu
dengan memintamu untuk terbang pergi.”
Selagi mereka berdua berbicara demikian, sang pemburu datang dengan kecepatan penuh, sambil membawa senjata di tangan. Sumukha memberi dorongan semangat kepada Dhataraṭṭha dan terbang menjumpai pemburu itu, dengan hormat memaparkan kebajikan dari unggas yang agung tersebut.
Segera hati sang pemburu pun menjadi lemah, yang diketahui oleh Sumukha yang kemudian kembali dan berdiri memberikan semangat kepada raja angsa tersebut. Dan sang pemburu menghampiri raja angsa sambil mengucapkan bait keenam berikut:
“Cara mereka berjalan adalah dengan terbang,
unggas-unggas terbang tinggi di langit:
Dan apakah Anda, O angsa mulia,
tidak melihat jerat ini dari kejauhan?”
Sang Mahasatwa berkata:
“Di saat kehidupan akan berakhir
dan waktu kematian sudah mendekat,
Meskipun berada dekat dengan jerat,
Anda tidak akan dapat melihatnya.”
[426] Pemburu yang merasa senang dengan pernyataan unggas itu, kemudian mengucapkan tiga bait kalimat kepada Sumukha.
“Ke sana perginya unggas-unggas itu,
angsa-angsa merah, semuanya dirundung oleh rasa takut:
Dan Anda, O unggas yang berwarna kuning keemasan,
masih tetap menunggu di sini.
“Mereka makan dan minum, angsa-angsa merah itu:
dengan tidak pedulinya, mereka terbang pergi;
Dengan tergesa-gesa mereka terbang di udara,
dan Anda tinggal sendirian.
“Apa maksudnya ini, Unggas, di saat yang lainnya telah terbang
pergi meninggalkan dirinya;
Meskipun tidak terjerat, namun Anda ikut bergabung
dengan yang tertangkap—
Mengapa Anda tetap berada sendirian di sini?”
Sumukha menjawab:
“Ia adalah teman setiaku, Teman,
dan dalam hidupku ia adalah pemimpin:
Meninggalkan dirinya—tidak, tidak akan pernah saya lakukan,
sampai kematian memanggilku.”
Mendengar perkataan ini, pemburu tersebut menjadi lebih bahagia dan berpikir sendiri—“Jika saya melukai makhluk yang demikian bajik seperti ini, bumi akan terbuka menganga dan menelanku. Apalah artinya imbalan hadiah dari raja? Saya akan membebaskan mereka.” Dan ia mengucapkan bait kalimat berikut:
“Karena melihat Anda siap mati demi persahabatan,
Saya akan membebaskan raja sekaligus temanmu itu,
untuk mengikuti kemana Anda terbang.”
Setelah mengatakan ini, ia membawa turun Sang Mahasatwa dari batang pohon, melepaskan jeratnya, membawanya ke sungai dan dengan hati-hati membersihkan darah dari tubuhnya, [427] dan memulihkan kembali tulang otot tulang dan urat dagingnya.
Dikarenakan kebaikan hati sang pemburu dan dengan kekuatan dari kesempurnaan Sang Mahasatwa263; pada saat itu juga kakinya menjadi pulih kembali seperti sedia kala, bahkan tidak ada bekas luka yang menunjukkan tempat dimana ia terjerat.
Sumukha melihat Sang Mahasatwa dengan kegembiraan dan berterima kasih dengan mengucapkan perkataan berikut ini:
“O Pemburu, semoga Anda bersama dengan sanak keluarga
dan teman-temanmu berbahagia,
Seperti diriku yang bahagia
melihat raja unggas ini dibebaskan.”
Ketika mendengar ini, sang pemburu berkata, “Sekarang Anda boleh pergi, Teman.” Kemudian Sang Mahasatwa berkata kepadanya, “Apakah tadinya Anda menangkapku atas keinginan sendiri, Tuanku yang baik, atau atas permintaan orang lain?” Pemburu itu memberitahukan hal yang sebenarnya.
Dhataraṭṭha bertanya-tanya apakah lebih baik kembali ke Cittakūṭṭa atau pergi ke kota. “Jika saya pergi ke kota,” pikirnya, “pemburu ini akan diberikan hadiah, keinginan ratu akan dapat dipenuhi, persahabatan Sumukha akan diketahui, kemudian juga dengan kekuatan kebijaksanaanku saya akan mendapatkan danau Khema sebagai hadiah yang gratis. Oleh karena itu, lebih baik pergi ke kota.”
Setelah bertekad melakukan ini, ia berkata, “Tuan pemburu, bawa kami dengan keranjangmu untuk bertemu dengan raja, dan ia akan membebaskan diriku jika ia bersedia.”—“Angsa, para raja itu sangat keras orangnya. Kembali sajalah ke tempatmu.”—“Apa! Saya berhasil membuat hati seorang pemburu seperti dirimu menjadi lembut, dan tidak bisakah saya mendapatkan simpati dari seorang raja? Serahkan hal itu kepadaku, Teman, bagianmu adalah membawa kami kepadanya.” Sang Pemburu pun melakukan keinginannya.
Ketika melihat angsa-angsa tersebut, raja merasa senang. Ia menempatkan kedua angsa tersebut di tempat hinggap yang berwarna keemasan, memberikan madu kepada mereka, biji-bijian kering, air gula, dan dengan merangkupkan kedua tangannya memohon mereka untuk memberikan wejangan.
Melihat betapa inginnya raja untuk mendengarnya, raja angsa itu menyapanya terlebih dahulu dengan menggunakan kata-kata yang menyenangkan. Berikut ini adalah kalimat-kalimat yang menggambarkan percakapan antara raja dan angsa tersebut.
“Sekarang apakah kehormatannya memiliki kesehatan dan kekayaan,
dan apakah kerajaan dipenuhi dengan Kesejahteraan dan kemakmuran,
dan apakah ia telah memerintah dengan adil?”
[428] “O di sini terdapat kesehatan dan kekayaan, O angsa,
dan kerajaan di sini penuh dengan
Kesejahteraan dan kemakmuran,
dengan kepemimpinan yang adil dan benar.”
“Tidak adakah noda yang terlihat di dalam istanamu,
dan Apakah musuh-musuhmu tidak ada,
dan seperti bayangan di arah selatan,
yang tidak pernah berkembang?”
“Dan apakah ratumu memiliki kelahiran yang sama,
patuh, berkata yang manis,
Penuh keberhasilan, cantik, terkenal,
melayani keinginanmu, dalam melakukan semuanya?”
“O ya, ratuku memiliki kelahiran yang sama,
patuh, berkata yang manis,
Penuh keberhasilan, cantik, terkenal,
melayani keinginanku, dalam melakukan semuanya.”
“O pemimpin besar! Apakah Anda memiliki banyak putra,
dengan kelahiran mulia,
Cepat dalam berpikir, orang yang mudah tenang
menghadapi hal apapun yang mendesak?”
“O Dhataraṭṭha! Saya memiliki putra-putra yang terkenal,
seratus satu putra:
Beritahukan mereka tentang kewajibannya:
mereka tidak akan menelantarkan nasehat baikmu.”
Mendengar ini, Sang Mahasatwa memberikan nasehat dalam lima bait kalimat berikut ini:
“Ia yang menunda terlalu lama
usaha untuk berbuat kebajikan,
Meskipun memiliki kelahiran mulia, dan dikaruniai sifat bajik,
masih tetap akan tenggelam di dalam banjir.
[429] “Pengetahuannya memudar, mengalami kehilangan yang amat besar;
seperti bulan yang buta tanpa bintang264
Melihat semua benda membesar dua kali ukuran sebenarnya
dikarenakan sinarnya yang tidak sempurna.
“Yang melihat kebenaran dalam kepalsuan,
tidak mendapatkan kebijaksanaan sama sekali,
Sama seperti rusa yang sering jatuh
di jalan pegunungan yang tidak rata.
“Jika ada seseorang yang berani dan kuat
yang mencintai kebajikan, mengikuti kebenaran,
Meskipun terlahir sebagai orang yang berkasta rendah,
ia akan menyala terang seperti api unggun di malam hari.
“Dengan menggunakan perumpamaan ini,
semua kebenaran dari kebijaksanaan telah dijelaskan,
Sayangi putra-putramu sampai mereka tumbuh menjadi bijak,
seperti benih tanaman di musim hujan.”
[430] Demikian Sang Mahasatwa memberikan wejangan kepada raja sepanjang malam. Keinginan ratu pun terpenuhi. Di saat matahari terbit, raja angsa itu membuat raja memiliki kebajikan seorang raja dan menasehatinya untuk menjadi tidak lengah.
Kemudian bersama dengan Sumukha, ia terbang keluar dari jendela arah utara menuju ke Cittakūṭa.
____________________
Setelah menyampaikan uraian ini, Sang Guru berkata: “Demikianlah, para bhikkhu, orang ini memberikan hidupnya kepadaku sebelumnya,” dan kemudian Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu Channa adalah pemburu, Sariputta adalah raja, seorang bhikkhuni adalah ratu Khema, suku Sākiya adalah kawanan angsa, Ananda adalah Sumukha, dan saya sendiri adalah raja angsa.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com