SAMBHAVA-JĀTAKA
Sambhavajātaka (Ja 515)
“Sucirata, saya memiliki kekuasaan,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang Kesempurnaan dalam Kebijaksanaan.
Situasi dalam awal kisah ini diuraikan di dalam Mahāummagga-Jātaka35.
____________________
Dahulu kala, seorang raja bernama Dhanañjaya Korabya (Dhananjaya Korabya) berkuasa di Kota Indapatta di Kerajaan Kuru.
Seorang brahmana bernama Sucīrata (Sucirata) menjadi pendeta kerajaannya sekaligus penasihat Dhamma.
Raja memerintah kerajaannya sesuai dengan Dhamma, dengan mempraktikkan pemberian dana dan perbuatan kebajikan lainnya. Suatu hari, ia mempersiapkan sebuah pertanyaan tentang Kebenaran (Dhamma) dan menanyakannya kepada brahmana tersebut dalam empat bait kalimat berikut ini setelah mempersilakannya duduk dan memberinya hormat:
Sucirata, saya memiliki kekuasaan dan pemerintahan,
saya ingin menjadi pemimpin yang besar,
mampu memimpin seluruh dunia ini.
Sesuai dengan Dhamma—saya menjauhkan diri
dari ketidakbenaran—apa pun yang benar (dan baik),
Semua raja memburu hal itu.
Dengan ini selamanya terbebas dari ketidakbenaran,
dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan berikutnya,
kita akan mendapatkan ketenaran sebagai dewa dan manusia.
Brahmana, ketahuilah bahwa saya ingin melakukan apa pun
yang dianggap benar (dan baik) itu.
Jadi, mohon katakan kepadaku apa sajakah hal itu.
[58] Ini adalah pertanyaan yang sangat mendalam, berada di dalam jangkauan seorang Buddha. Ini adalah sebuah pertanyaan yang seharusnya ditanyakan kepada seorang Buddha Yang Mahatahu, bukan kepadanya, kepada seorang Bodhisatta yang mencari ke-mahatahu-an.
Sucirata tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dikarenakan dirinya bukan merupakan seorang Bodhisatta. Maka dengan keadaannya yang jauh dari mampu untuk memberikan jawaban kebijaksanaan, ia mengakui ketidakmampuannya dalam bait berikut ini:
Tidak seorang pun kecuali Vidhura36, wahai raja,
memiliki kemampuan untuk memberitahukan hal yang luar biasa ini,
mengenai apa yang benar (dan baik), yang hendak Anda lakukan, Paduka.
Mendengar jawaban ini, raja berkata, “Segera pergilah kalau begitu, brahmana,” dengan memberikannya hadiah untuk dibawa pergi, dan dalam keinginannya meminta ia untuk pergi, raja mengucapkan bait berikut ini:
Temanku, saya mengutusmu segera pergi
menjumpai Vidhura dengan membawa emas-emas ini;
Berikan hadiah kepada orang bijak yang dapat menunjukkan
kebenaran (dan kebaikan) terbaik yang saya ingin tahu.
[59] Setelah mengucapkan kata-kata ini, raja memberikannya sebuah papan emas, bernilai seratus ribu keping uang, yang nantinya akan digunakan untuk menuliskan jawaban atas pertanyaan tersebut. Raja juga memberikan kereta bogi yang akan digunakan dalam perjalanannya, rombongan pengawal untuk mengiringnya, dan sebuah hadiah yang akan diberikan. Kemudian raja langsung memintanya untuk pergi.
Setelah keluar dari Kota Indapatta, brahmana tersebut tidak langsung menuju ke Benares. Ia terlebih dahulu mengunjungi semua tempat orang bijak tinggal. Dan ketika tidak dapat menemukan seorang pun di seluruh Jambudīpa (India) untuk menjawab pertanyaan tersebut, ia pun akhirnya tiba di Benares. Setelah mendapatkan tempat tinggal di sana, ia bersama dengan beberapa pengawalnya pergi ke rumah Vidhura pada waktu sarapan pagi. Ia dipersilakan masuk ke rumahnya setelah kedatangannya diumumkan, dan menemukan Vidhura sedang makan sarapan.
Untuk menjelaskan masalah ini, Sang Guru mengucapkan bait ketujuh berikut:
Kemudian Bhāradvāja (Bharadvaja)37 segera pergi
menuju ke tempat tinggal Vidhura dan melihat temannya
sedang duduk di dalam rumahnya,
bersiap untuk ikut menikmati makanannya, sarapan.
Vidhura dahulu adalah teman masa mudanya dan diajar oleh guru yang sama. Jadi setelah selesai makan sarapan pagi bersama dengannya dan Sucirata duduk dengan nyaman, Vidhura bertanya kepadanya, “Apa yang membawamu ke sini, teman?” Sucirata memberitahukan alasan kedatangannya dengan mengucapkan bait kedelapan berikut ini:
Saya datang atas perintah dari Raja Kuru yang termasyhur,
dari Yudhiṭṭhila (Yudhitthila)38, dan ini adalah permintaannya kepada Anda,
Vidhura, untuk memberitahu saya apa itu sebenarnya
yang merupakan kebenaran (dan kebaikan).
[60] Waktu itu, brahmana tersebut terpikir akan banyaknya orang yang mengejar permintaan mereka di ruang penyidikannya, seperti orang yang tergulung (seolah-olah) oleh banjir dari Sungai Gangga, dan tidak memiliki waktu untuk memecahkan masalah tersebut. Jadi untuk memberitahukan kejadian ini, ia mengucapkan bait kesembilan berikut:
Diliputi oleh topik pembicaraan yang demikian luar biasa
seperti terdapat aliran banjir Sungai Gangga,
sekarang saya tidak bisa mengatakan apa itu,
kebaikan (dan kebenaran) yang Anda cari tahu dariku.
Setelah berkata demikian di atas, ia menambahkan: “Saya memiliki seorang putra yang cerdas, jauh lebih bijak daripada diriku. Ia akan menjelaskannya kepadamu. Pergilah kepadanya.” Dan ia mengucapkan bait kesepuluh berikut ini:
Saya memiliki seorang putra, putra kandungku sendiri,
yang dikenal dengan nama Bhadrakāra (Bhadrakara) oleh para penduduk.
Pergi carilah dirinya, dan ia akan memaparkan kepadamu
apa itu kebenaran (dan kebaikan).
Mendengar perkataan ini, Sucirata meninggalkan rumah Vidhura dan pergi ke tempat tinggal Bhadrakara. Ia menemukannya sedang duduk sehabis menyantap sarapan di tengah para pengikutnya.
Untuk menjelaskan masalah ini, Sang Guru mengucapkan bait kesebelas berikut ini:
Kemudian Bharadvaja dengan segera menuju
ke rumah Bhadrakara, yang sedang bersama
teman-temannya, semua berkumpul mengelilinginya,
dan melihat pemuda itu duduk dengan tenangnya.
Sesampainya di sana, ia disambut dengan ramah oleh Bhadrakara muda dengan memberikan tempat duduk dan beberapa pemberian lainnya. Setelah duduk, ia mengucapkan bait kedua belas berikut ini ketika ditanya alasan kedatangannya:
[61] Saya datang atas perintah dari Raja Kuru yang termasyhur,
dari Yudhitthila, dan ini adalah permintaannya kepada Anda, Bhadrakara,
untuk memberitahu saya apa itu sebenarnya
yang merupakan kebenaran (dan kebaikan).
Kemudian Bhadrakara berkata kepadanya, “Tuan, saya sekarang memikirkan permasalah istri seseorang. Pikiranku tidak tenang, jadi saya tidak dapat menjawab pertanyaanmu. Akan tetapi, saudara mudaku Sañjaya (Sanjaya) memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan diriku. Tanyakanlah kepadanya, ia akan menjawab pertanyaanmu.” Dan untuk memintanya pergi ke sana, Bhadrakara mengucapkan dua bait kalimat berikut ini:
Saya meninggalkan daging rusa yang baik
untuk mengejar seekor kadal.
Bagaimana saya bisa mengetahui
tentang kebenaran (dan kebaikan)?
Saya memiliki seorang saudara muda, Anda pasti tahu, yang bernama Sanjaya. Jadi, brahmana, pergi dan carilah dirinya. Ia akan mengatakan kepadamu apa itu kebenaran (dan kebaikan).
Dengan segera Sucirata berangkat menuju ke rumah Sanjaya. Setelah disambut dan ditanya alasan kedatangannya, Sucirata memberitahukannya.
Untuk menjelaskan masalah ini, Sang Guru mengucapkan dua bait kalimat berikut:
Kemudian Bharadvaja dengan segera menuju ke rumah Sanjaya,
yang sedang bersama teman-temannya, semua berkumpul mengelilinginya,
dan melihat pemuda itu duduk dengan tenangnya.
Saya datang atas perintah dari Raja Kuru yang termasyhur, dari Yudhitthila,
dan ini adalah permintaannya kepada Anda, Sanjaya,
untuk memberitahu saya apa itu sebenarnya
yang merupakan kebenaran (dan kebaikan).
Tetapi Sanjaya juga sedang memikirkan sebuah masalah dan ia berkata kepadanya, “Tuan, saya sedang memiliki masalah dengan istri seseorang, dan selalu ketika hendak pergi ke Sungai Gangga [62] saya menyeberang ke tepi yang berlawanan. Setiap malam dan pagi di saat menyeberang sungai itu, saya berada di dalam cengkeraman kematian. Oleh karenanya, pikiranku masih tidak tenang. Akan tetapi, saudara mudaku, Sambhava, seorang anak laki-laki yang berusia tujuh tahun, seratus ribu kali lebih unggul daripada diriku dalam hal ilmu pengetahuan. Ia akan memberitahukan Anda jawabannya. Pergi dan tanyakanlah kepadanya.”
Untuk menjelaskan ini, Sang Guru mengucapkan dua bait kalimat berikut :
Kematian membuka lebar-lebar cengkeramannya bagiku,
setiap pagi dan malam.
Bagaimana bisa saya memberitahukan
kebenaran (dan kebaikan) itu kepadamu?
Saya memiliki seorang saudara muda, Anda pasti tahu,
yang bernama Sambhava. Jadi, brahmana, pergi dan carilah dirinya.
Ia akan mengatakan kepadamu
apa itu kebenaran (dan kebaikan).
Setelah mendengar perkataannya ini, Sucirata berpikir, “Pertanyaan ini pastilah yang paling luar biasa di dunia ini. Saya pikir tidak ada seorang pun yang mampu untuk menjawabnya,” dan mengucapkan dua bait kalimat berikut:
Pertanyaan yang luar biasa ini tidak dapat kujawab,
begitu juga ayah maupun anak-anaknya,
tidak satu pun dari mereka bertiga
mengetahui jawaban atas (pertanyaan) misteri ini.
Jika Anda tidak dapat menjawabnya,
apakah mungkin anak muda ini mengetahui
apa itu kebenaran (dan kebaikan)?
Mendengar perkataannya tersebut, Sanjaya berkata, “Tuan, jangan memandang Sambhava muda hanya sebagai anak laki-laki biasa. Jika tidak ada seorang pun yang dapat menjawab pertanyaanmu, pergi dan tanyakanlah kepadanya.”
Untuk menguraikan kemampuan dari anak muda tersebut dengan menggunakan perumpamaan yang menggambarkan masalahnya, ia mengucapkan dua belas bait berikut:
[63] Tanyakanlah kepada Sambhava,
jangan meremehkan dirinya
meskipun usianya masih muda.
Ia mengetahui hal dengan baik
dan ia dapat memberitahukanmu
tentang kebenaran (dan kebaikan).
Seperti bulan yang bersinar terang
di tempat berbintang, kejayaan bintang-bintang itu
redup dalam kecermelangannya yang terang,
Demikianlah Sambhava muda
terlihat menonjol dalam kebijaksanaan
jauh di balik usia mudanya;
Tanyakanlah kepada Sambhava,
jangan meremehkan dirinya meskipun usianya masih muda.
Ia mengetahui hal dengan baik
dan ia dapat memberitahukanmu
tentang kebenaran (dan kebaikan).
Seperti bulan April yang mempesona,
mengungguli bulan-bulan lainnya
dengan kuntum-kuntum bunga
dan tanaman yang menghijau di padang,
Demikianlah Sambhava muda terlihat…
Seperti Gunung Gandhamādana,
puncaknya yang bersalju ditutupi oleh pepohonan
dan dihiasi dengan tumbuhan-tumbuhannya,
mengeluarkan cahaya dan aroma keharuman ke segala penjuru,
menjadi tempat berlindung dari banyak dewa,
Demikianlah Sambhava muda terlihat…
Seperti api yang menyala besar
melewati tanah rawa dengan kobarannya yang melingkar,
tidak pernah puas, menghabiskan rerumputan dan meninggalkan
jejak kehitaman di tempat manapun yang dilewatinya,
Atau seperti kobaran api yang diberi mentega cair (gi) pada kayu pilihan
di waktu malam yang gelap, itu akan menambah selera kobaran api
dengan bersinar terang pada ketinggian yang jauh,
Demikianlah Sambhava muda terlihat…
Seekor kerbau terkenal dengan kekuatannya,
seekor kuda terkenal dengan kecepatan larinya,
seekor sapi perah terkenal dengan susunya yang melimpah,
menampilkan ketenaran daripada keturunan masing-masing,
dan orang bijak terkenal dengan perkataan bijaknya.
Demikianlah Sambhava muda terlihat…
[64] Selagi Sanjaya melantunkan pujian terhadap Sambhava, Sucirata berpikir, “Saya akan mencari tahu jawabannya dengan menanyakan pertanyaan tersebut kepada dirinya,” maka ia bertanya, “Di mana adikmu berada?” Kemudian ia membuka jendela dan dengan menjulurkan tangannya ke depan, ia berkata, “Anda lihat di sana, anak laki-laki dengan kulit berwarna keemasan yang sedang bermain dengan anak-anak lainnya di jalan di depan rumah besar tersebut, itu adalah adikku. Pergilah ke sana dan tanyakanlah kepadanya, ia akan menjawab pertanyaanmu dengan semua daya pikat seorang Buddha.” Sucirata yang mendengar perkataannya tersebut, turun dari rumah besar itu dan menghampiri anak laki-laki tersebut ketika ia sedang berdiri dengan mengenakan pakaian longgarnya yang dinaikkan ke atas bahunya, [65] dan menggenggam pasir di kedua tangannya.
Untuk menjelaskan masalah ini, Sang Guru mengucapkan satu bait kalimat berikut:
Kemudian dengan segera Bharadvaja pergi
ke tempat tinggal Sambhava,
dan di sana, di jalanan, anak laki-laki itu
ditemukan sedang bermain.
Ketika melihat sang brahmana datang dan berdiri di depannya, Sang Mahasatwa bertanya, “Teman, apa yang membawa Anda datang ke sini?” Ia menjawab, “Anak muda terkasih, saya berkelana di seluruh India dan tidak menemukan seseorang yang sanggup menjawab pertanyaan yang saya tanyakan kepadanya. Akhirnya saya datang kepadamu.” Anak laki-laki tersebut berpikir, “Dikatakan ada sebuah pertanyaan yang tidak dapat dijawab di seluruh India. Ia telah datang kepada diriku. Saya memiliki pengetahuan yang dalam.” Dengan merasa malu sendiri, ia menjatuhkan pasir yang digenggamnya, merapikan pakaiannya dan berkata, “Brahmana, katakanlah pertanyaanmu dan saya akan menjawabmu dengan pemahaman yang lancar seperti layaknya seorang Buddha.” Dengan kemahatahu-an yang dimilikinya, ia meminta brahmana tersebut untuk mengatakan apa yang ingin ditanyakannya. Kemudian brahmana itu mengatakan pertanyaannya dalam satu bait kalimat berikut:
Saya datang atas perintah dari Raja Kuru yang termasyhur,
dari Yudhitthila, dan ini adalah permintaanya kepada Anda, Sambhava,
untuk memberitahu saya apa itu sebenarnya
yang merupakan kebenaran (dan kebaikan).
Apa yang diinginkannya menjadi jelas bagi Sambhava, seperti terangnya bulan purnama di tengah langit. “Kalau begitu dengarkan saya,” katanya sembari menjawab pertanyaannya tentang Kebenaran (Dhamma) dengan mengucapkan bait berikut:
Tuan, saya akan memberitahumu dan menjawabnya dengan benar,
seperti seseorang yang memiliki kebijaksanaan tinggi.
Raja ingin mengetahui tentang kebenaran (dan kebaikan),
tetapi siapa yang tahu apa yang akan dilakukan oleh raja?
Di saat ia berdiri di jalan itu dan mengajarkan Dhamma dengan suara yang semanis madu, suaranya tersebut menyebar ke seluruh Kota Benares sejauh dua belas yojana ke segala penjuru. Kemudian raja dan semua wakilnya beserta para pemimpin lainnya berkumpul bersama. Di tengah-tengah kerumunan orang banyak itu, Sang Mahasatwa memaparkan uraian Dhamma (kebenaran).
[66] Setelah berjanji demikian dalam bait ini untuk menjawab pertanyaannya, ia sekarang memberikan jawabannya tentang kebenaran (Dhamma):
Sucirata, untuk memberikan jawaban kepada raja,
katakanlah, ‘Hari esok dan hari ini tidaklah sama.
Oleh karenanya saya meminta kepadamu, wahai Raja Yudhiṭṭhila,
jadilah bijak dan sigap dalam meraih segala kesempatan yang muncul.’
Saya juga ingin memintamu, Sucirata, untuk menyarankan suatu pemikiran
yang dapat menenangkan pikirannya,
‘Seorang raja harus menjauhkan diri dari semua jalan yang salah (kumagga),
jangan seperti orang dungu yang tidak mengerti, berada di jalan yang salah.’
Ia tidak boleh bertindak melampaui hal-hal yang dapat menyebabkan
nyawanya hilang ataupun melakukan kesalahan
dengan perbuatan yang tidak benar.
Ia sendiri tidak berada di jalan yang salah
dan juga tidak menyebabkan (menuntun) orang lain
ke jalan yang tidak benar.
Barang siapa yang mengetahui poin-poin ini
dan menjalankannya dengan benar,
sebagai raja–ia akan mendapatkan kemasyhuran
seperti bulan yang dilapisi lilin. Ia merupakan seberkas sinar
yang terang bagi teman-teman dan sanak keluarganya.
Dan ketika badannya hancur,
orang yang suci itu akan muncul di alam surga.
[67] Seperti membuat bulan muncul di langit, demikianlah Sang Mahasatwa menjawab pertanyaan brahmana tersebut dengan pemahaman seorang Buddha. Orang-orang bersorak sorai dan bertepuk tangan, dan di sana terdengar ribuan tepukan disertai dengan lambaian kain serta petikan tangan. Mereka melepaskan perhiasan yang ada di tangan, dan nilai dari apa yang mereka lepaskan tersebut mencapai sekitar sepuluh juta. Dalam keadaan diri yang amat bahagia, Raja Benares memberikan penghormatan yang besar. Setelah memberikan emas seribu nikkha39 kepadanya, Sucirata menulis jawabannya dengan (tinta) warna merah di papan emas. Setibanya di Kota Indapatta, ia memberitahu raja akan jawaban tentang kebenaran itu. Dan dengan teguh menjalani hidup sesuai dengan Dhamma, raja terlahir di alam surga.
____________________
Di akhir kisah ini, Sang Guru berkata, “Para Bhikkhu, bukan hanya saat ini, tetapi di masa lampau juga Sang Tathāgata (Tathagata) sangat cerdas dalam menjawab pertanyaan,” dan Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: Pada masa itu, Ananda adalah Raja Dhananjaya, Anuruddha adalah Sucirata, Kassapa adalah Vidhura, Moggallāna (Moggallana) adalah Bhadrakara, Sariputta adalah Sanjaya muda, dan saya sendiri adalah Yang Bijak Sambhava.”
Situasi dalam awal kisah ini diuraikan di dalam Mahāummagga-Jātaka35.
____________________
Dahulu kala, seorang raja bernama Dhanañjaya Korabya (Dhananjaya Korabya) berkuasa di Kota Indapatta di Kerajaan Kuru.
Seorang brahmana bernama Sucīrata (Sucirata) menjadi pendeta kerajaannya sekaligus penasihat Dhamma.
Raja memerintah kerajaannya sesuai dengan Dhamma, dengan mempraktikkan pemberian dana dan perbuatan kebajikan lainnya. Suatu hari, ia mempersiapkan sebuah pertanyaan tentang Kebenaran (Dhamma) dan menanyakannya kepada brahmana tersebut dalam empat bait kalimat berikut ini setelah mempersilakannya duduk dan memberinya hormat:
Sucirata, saya memiliki kekuasaan dan pemerintahan,
saya ingin menjadi pemimpin yang besar,
mampu memimpin seluruh dunia ini.
Sesuai dengan Dhamma—saya menjauhkan diri
dari ketidakbenaran—apa pun yang benar (dan baik),
Semua raja memburu hal itu.
Dengan ini selamanya terbebas dari ketidakbenaran,
dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan berikutnya,
kita akan mendapatkan ketenaran sebagai dewa dan manusia.
Brahmana, ketahuilah bahwa saya ingin melakukan apa pun
yang dianggap benar (dan baik) itu.
Jadi, mohon katakan kepadaku apa sajakah hal itu.
[58] Ini adalah pertanyaan yang sangat mendalam, berada di dalam jangkauan seorang Buddha. Ini adalah sebuah pertanyaan yang seharusnya ditanyakan kepada seorang Buddha Yang Mahatahu, bukan kepadanya, kepada seorang Bodhisatta yang mencari ke-mahatahu-an.
Sucirata tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dikarenakan dirinya bukan merupakan seorang Bodhisatta. Maka dengan keadaannya yang jauh dari mampu untuk memberikan jawaban kebijaksanaan, ia mengakui ketidakmampuannya dalam bait berikut ini:
Tidak seorang pun kecuali Vidhura36, wahai raja,
memiliki kemampuan untuk memberitahukan hal yang luar biasa ini,
mengenai apa yang benar (dan baik), yang hendak Anda lakukan, Paduka.
Mendengar jawaban ini, raja berkata, “Segera pergilah kalau begitu, brahmana,” dengan memberikannya hadiah untuk dibawa pergi, dan dalam keinginannya meminta ia untuk pergi, raja mengucapkan bait berikut ini:
Temanku, saya mengutusmu segera pergi
menjumpai Vidhura dengan membawa emas-emas ini;
Berikan hadiah kepada orang bijak yang dapat menunjukkan
kebenaran (dan kebaikan) terbaik yang saya ingin tahu.
[59] Setelah mengucapkan kata-kata ini, raja memberikannya sebuah papan emas, bernilai seratus ribu keping uang, yang nantinya akan digunakan untuk menuliskan jawaban atas pertanyaan tersebut. Raja juga memberikan kereta bogi yang akan digunakan dalam perjalanannya, rombongan pengawal untuk mengiringnya, dan sebuah hadiah yang akan diberikan. Kemudian raja langsung memintanya untuk pergi.
Setelah keluar dari Kota Indapatta, brahmana tersebut tidak langsung menuju ke Benares. Ia terlebih dahulu mengunjungi semua tempat orang bijak tinggal. Dan ketika tidak dapat menemukan seorang pun di seluruh Jambudīpa (India) untuk menjawab pertanyaan tersebut, ia pun akhirnya tiba di Benares. Setelah mendapatkan tempat tinggal di sana, ia bersama dengan beberapa pengawalnya pergi ke rumah Vidhura pada waktu sarapan pagi. Ia dipersilakan masuk ke rumahnya setelah kedatangannya diumumkan, dan menemukan Vidhura sedang makan sarapan.
Untuk menjelaskan masalah ini, Sang Guru mengucapkan bait ketujuh berikut:
Kemudian Bhāradvāja (Bharadvaja)37 segera pergi
menuju ke tempat tinggal Vidhura dan melihat temannya
sedang duduk di dalam rumahnya,
bersiap untuk ikut menikmati makanannya, sarapan.
Vidhura dahulu adalah teman masa mudanya dan diajar oleh guru yang sama. Jadi setelah selesai makan sarapan pagi bersama dengannya dan Sucirata duduk dengan nyaman, Vidhura bertanya kepadanya, “Apa yang membawamu ke sini, teman?” Sucirata memberitahukan alasan kedatangannya dengan mengucapkan bait kedelapan berikut ini:
Saya datang atas perintah dari Raja Kuru yang termasyhur,
dari Yudhiṭṭhila (Yudhitthila)38, dan ini adalah permintaannya kepada Anda,
Vidhura, untuk memberitahu saya apa itu sebenarnya
yang merupakan kebenaran (dan kebaikan).
[60] Waktu itu, brahmana tersebut terpikir akan banyaknya orang yang mengejar permintaan mereka di ruang penyidikannya, seperti orang yang tergulung (seolah-olah) oleh banjir dari Sungai Gangga, dan tidak memiliki waktu untuk memecahkan masalah tersebut. Jadi untuk memberitahukan kejadian ini, ia mengucapkan bait kesembilan berikut:
Diliputi oleh topik pembicaraan yang demikian luar biasa
seperti terdapat aliran banjir Sungai Gangga,
sekarang saya tidak bisa mengatakan apa itu,
kebaikan (dan kebenaran) yang Anda cari tahu dariku.
Setelah berkata demikian di atas, ia menambahkan: “Saya memiliki seorang putra yang cerdas, jauh lebih bijak daripada diriku. Ia akan menjelaskannya kepadamu. Pergilah kepadanya.” Dan ia mengucapkan bait kesepuluh berikut ini:
Saya memiliki seorang putra, putra kandungku sendiri,
yang dikenal dengan nama Bhadrakāra (Bhadrakara) oleh para penduduk.
Pergi carilah dirinya, dan ia akan memaparkan kepadamu
apa itu kebenaran (dan kebaikan).
Mendengar perkataan ini, Sucirata meninggalkan rumah Vidhura dan pergi ke tempat tinggal Bhadrakara. Ia menemukannya sedang duduk sehabis menyantap sarapan di tengah para pengikutnya.
Untuk menjelaskan masalah ini, Sang Guru mengucapkan bait kesebelas berikut ini:
Kemudian Bharadvaja dengan segera menuju
ke rumah Bhadrakara, yang sedang bersama
teman-temannya, semua berkumpul mengelilinginya,
dan melihat pemuda itu duduk dengan tenangnya.
Sesampainya di sana, ia disambut dengan ramah oleh Bhadrakara muda dengan memberikan tempat duduk dan beberapa pemberian lainnya. Setelah duduk, ia mengucapkan bait kedua belas berikut ini ketika ditanya alasan kedatangannya:
[61] Saya datang atas perintah dari Raja Kuru yang termasyhur,
dari Yudhitthila, dan ini adalah permintaannya kepada Anda, Bhadrakara,
untuk memberitahu saya apa itu sebenarnya
yang merupakan kebenaran (dan kebaikan).
Kemudian Bhadrakara berkata kepadanya, “Tuan, saya sekarang memikirkan permasalah istri seseorang. Pikiranku tidak tenang, jadi saya tidak dapat menjawab pertanyaanmu. Akan tetapi, saudara mudaku Sañjaya (Sanjaya) memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan diriku. Tanyakanlah kepadanya, ia akan menjawab pertanyaanmu.” Dan untuk memintanya pergi ke sana, Bhadrakara mengucapkan dua bait kalimat berikut ini:
Saya meninggalkan daging rusa yang baik
untuk mengejar seekor kadal.
Bagaimana saya bisa mengetahui
tentang kebenaran (dan kebaikan)?
Saya memiliki seorang saudara muda, Anda pasti tahu, yang bernama Sanjaya. Jadi, brahmana, pergi dan carilah dirinya. Ia akan mengatakan kepadamu apa itu kebenaran (dan kebaikan).
Dengan segera Sucirata berangkat menuju ke rumah Sanjaya. Setelah disambut dan ditanya alasan kedatangannya, Sucirata memberitahukannya.
Untuk menjelaskan masalah ini, Sang Guru mengucapkan dua bait kalimat berikut:
Kemudian Bharadvaja dengan segera menuju ke rumah Sanjaya,
yang sedang bersama teman-temannya, semua berkumpul mengelilinginya,
dan melihat pemuda itu duduk dengan tenangnya.
Saya datang atas perintah dari Raja Kuru yang termasyhur, dari Yudhitthila,
dan ini adalah permintaannya kepada Anda, Sanjaya,
untuk memberitahu saya apa itu sebenarnya
yang merupakan kebenaran (dan kebaikan).
Tetapi Sanjaya juga sedang memikirkan sebuah masalah dan ia berkata kepadanya, “Tuan, saya sedang memiliki masalah dengan istri seseorang, dan selalu ketika hendak pergi ke Sungai Gangga [62] saya menyeberang ke tepi yang berlawanan. Setiap malam dan pagi di saat menyeberang sungai itu, saya berada di dalam cengkeraman kematian. Oleh karenanya, pikiranku masih tidak tenang. Akan tetapi, saudara mudaku, Sambhava, seorang anak laki-laki yang berusia tujuh tahun, seratus ribu kali lebih unggul daripada diriku dalam hal ilmu pengetahuan. Ia akan memberitahukan Anda jawabannya. Pergi dan tanyakanlah kepadanya.”
Untuk menjelaskan ini, Sang Guru mengucapkan dua bait kalimat berikut :
Kematian membuka lebar-lebar cengkeramannya bagiku,
setiap pagi dan malam.
Bagaimana bisa saya memberitahukan
kebenaran (dan kebaikan) itu kepadamu?
Saya memiliki seorang saudara muda, Anda pasti tahu,
yang bernama Sambhava. Jadi, brahmana, pergi dan carilah dirinya.
Ia akan mengatakan kepadamu
apa itu kebenaran (dan kebaikan).
Setelah mendengar perkataannya ini, Sucirata berpikir, “Pertanyaan ini pastilah yang paling luar biasa di dunia ini. Saya pikir tidak ada seorang pun yang mampu untuk menjawabnya,” dan mengucapkan dua bait kalimat berikut:
Pertanyaan yang luar biasa ini tidak dapat kujawab,
begitu juga ayah maupun anak-anaknya,
tidak satu pun dari mereka bertiga
mengetahui jawaban atas (pertanyaan) misteri ini.
Jika Anda tidak dapat menjawabnya,
apakah mungkin anak muda ini mengetahui
apa itu kebenaran (dan kebaikan)?
Mendengar perkataannya tersebut, Sanjaya berkata, “Tuan, jangan memandang Sambhava muda hanya sebagai anak laki-laki biasa. Jika tidak ada seorang pun yang dapat menjawab pertanyaanmu, pergi dan tanyakanlah kepadanya.”
Untuk menguraikan kemampuan dari anak muda tersebut dengan menggunakan perumpamaan yang menggambarkan masalahnya, ia mengucapkan dua belas bait berikut:
[63] Tanyakanlah kepada Sambhava,
jangan meremehkan dirinya
meskipun usianya masih muda.
Ia mengetahui hal dengan baik
dan ia dapat memberitahukanmu
tentang kebenaran (dan kebaikan).
Seperti bulan yang bersinar terang
di tempat berbintang, kejayaan bintang-bintang itu
redup dalam kecermelangannya yang terang,
Demikianlah Sambhava muda
terlihat menonjol dalam kebijaksanaan
jauh di balik usia mudanya;
Tanyakanlah kepada Sambhava,
jangan meremehkan dirinya meskipun usianya masih muda.
Ia mengetahui hal dengan baik
dan ia dapat memberitahukanmu
tentang kebenaran (dan kebaikan).
Seperti bulan April yang mempesona,
mengungguli bulan-bulan lainnya
dengan kuntum-kuntum bunga
dan tanaman yang menghijau di padang,
Demikianlah Sambhava muda terlihat…
Seperti Gunung Gandhamādana,
puncaknya yang bersalju ditutupi oleh pepohonan
dan dihiasi dengan tumbuhan-tumbuhannya,
mengeluarkan cahaya dan aroma keharuman ke segala penjuru,
menjadi tempat berlindung dari banyak dewa,
Demikianlah Sambhava muda terlihat…
Seperti api yang menyala besar
melewati tanah rawa dengan kobarannya yang melingkar,
tidak pernah puas, menghabiskan rerumputan dan meninggalkan
jejak kehitaman di tempat manapun yang dilewatinya,
Atau seperti kobaran api yang diberi mentega cair (gi) pada kayu pilihan
di waktu malam yang gelap, itu akan menambah selera kobaran api
dengan bersinar terang pada ketinggian yang jauh,
Demikianlah Sambhava muda terlihat…
Seekor kerbau terkenal dengan kekuatannya,
seekor kuda terkenal dengan kecepatan larinya,
seekor sapi perah terkenal dengan susunya yang melimpah,
menampilkan ketenaran daripada keturunan masing-masing,
dan orang bijak terkenal dengan perkataan bijaknya.
Demikianlah Sambhava muda terlihat…
[64] Selagi Sanjaya melantunkan pujian terhadap Sambhava, Sucirata berpikir, “Saya akan mencari tahu jawabannya dengan menanyakan pertanyaan tersebut kepada dirinya,” maka ia bertanya, “Di mana adikmu berada?” Kemudian ia membuka jendela dan dengan menjulurkan tangannya ke depan, ia berkata, “Anda lihat di sana, anak laki-laki dengan kulit berwarna keemasan yang sedang bermain dengan anak-anak lainnya di jalan di depan rumah besar tersebut, itu adalah adikku. Pergilah ke sana dan tanyakanlah kepadanya, ia akan menjawab pertanyaanmu dengan semua daya pikat seorang Buddha.” Sucirata yang mendengar perkataannya tersebut, turun dari rumah besar itu dan menghampiri anak laki-laki tersebut ketika ia sedang berdiri dengan mengenakan pakaian longgarnya yang dinaikkan ke atas bahunya, [65] dan menggenggam pasir di kedua tangannya.
Untuk menjelaskan masalah ini, Sang Guru mengucapkan satu bait kalimat berikut:
Kemudian dengan segera Bharadvaja pergi
ke tempat tinggal Sambhava,
dan di sana, di jalanan, anak laki-laki itu
ditemukan sedang bermain.
Ketika melihat sang brahmana datang dan berdiri di depannya, Sang Mahasatwa bertanya, “Teman, apa yang membawa Anda datang ke sini?” Ia menjawab, “Anak muda terkasih, saya berkelana di seluruh India dan tidak menemukan seseorang yang sanggup menjawab pertanyaan yang saya tanyakan kepadanya. Akhirnya saya datang kepadamu.” Anak laki-laki tersebut berpikir, “Dikatakan ada sebuah pertanyaan yang tidak dapat dijawab di seluruh India. Ia telah datang kepada diriku. Saya memiliki pengetahuan yang dalam.” Dengan merasa malu sendiri, ia menjatuhkan pasir yang digenggamnya, merapikan pakaiannya dan berkata, “Brahmana, katakanlah pertanyaanmu dan saya akan menjawabmu dengan pemahaman yang lancar seperti layaknya seorang Buddha.” Dengan kemahatahu-an yang dimilikinya, ia meminta brahmana tersebut untuk mengatakan apa yang ingin ditanyakannya. Kemudian brahmana itu mengatakan pertanyaannya dalam satu bait kalimat berikut:
Saya datang atas perintah dari Raja Kuru yang termasyhur,
dari Yudhitthila, dan ini adalah permintaanya kepada Anda, Sambhava,
untuk memberitahu saya apa itu sebenarnya
yang merupakan kebenaran (dan kebaikan).
Apa yang diinginkannya menjadi jelas bagi Sambhava, seperti terangnya bulan purnama di tengah langit. “Kalau begitu dengarkan saya,” katanya sembari menjawab pertanyaannya tentang Kebenaran (Dhamma) dengan mengucapkan bait berikut:
Tuan, saya akan memberitahumu dan menjawabnya dengan benar,
seperti seseorang yang memiliki kebijaksanaan tinggi.
Raja ingin mengetahui tentang kebenaran (dan kebaikan),
tetapi siapa yang tahu apa yang akan dilakukan oleh raja?
Di saat ia berdiri di jalan itu dan mengajarkan Dhamma dengan suara yang semanis madu, suaranya tersebut menyebar ke seluruh Kota Benares sejauh dua belas yojana ke segala penjuru. Kemudian raja dan semua wakilnya beserta para pemimpin lainnya berkumpul bersama. Di tengah-tengah kerumunan orang banyak itu, Sang Mahasatwa memaparkan uraian Dhamma (kebenaran).
[66] Setelah berjanji demikian dalam bait ini untuk menjawab pertanyaannya, ia sekarang memberikan jawabannya tentang kebenaran (Dhamma):
Sucirata, untuk memberikan jawaban kepada raja,
katakanlah, ‘Hari esok dan hari ini tidaklah sama.
Oleh karenanya saya meminta kepadamu, wahai Raja Yudhiṭṭhila,
jadilah bijak dan sigap dalam meraih segala kesempatan yang muncul.’
Saya juga ingin memintamu, Sucirata, untuk menyarankan suatu pemikiran
yang dapat menenangkan pikirannya,
‘Seorang raja harus menjauhkan diri dari semua jalan yang salah (kumagga),
jangan seperti orang dungu yang tidak mengerti, berada di jalan yang salah.’
Ia tidak boleh bertindak melampaui hal-hal yang dapat menyebabkan
nyawanya hilang ataupun melakukan kesalahan
dengan perbuatan yang tidak benar.
Ia sendiri tidak berada di jalan yang salah
dan juga tidak menyebabkan (menuntun) orang lain
ke jalan yang tidak benar.
Barang siapa yang mengetahui poin-poin ini
dan menjalankannya dengan benar,
sebagai raja–ia akan mendapatkan kemasyhuran
seperti bulan yang dilapisi lilin. Ia merupakan seberkas sinar
yang terang bagi teman-teman dan sanak keluarganya.
Dan ketika badannya hancur,
orang yang suci itu akan muncul di alam surga.
[67] Seperti membuat bulan muncul di langit, demikianlah Sang Mahasatwa menjawab pertanyaan brahmana tersebut dengan pemahaman seorang Buddha. Orang-orang bersorak sorai dan bertepuk tangan, dan di sana terdengar ribuan tepukan disertai dengan lambaian kain serta petikan tangan. Mereka melepaskan perhiasan yang ada di tangan, dan nilai dari apa yang mereka lepaskan tersebut mencapai sekitar sepuluh juta. Dalam keadaan diri yang amat bahagia, Raja Benares memberikan penghormatan yang besar. Setelah memberikan emas seribu nikkha39 kepadanya, Sucirata menulis jawabannya dengan (tinta) warna merah di papan emas. Setibanya di Kota Indapatta, ia memberitahu raja akan jawaban tentang kebenaran itu. Dan dengan teguh menjalani hidup sesuai dengan Dhamma, raja terlahir di alam surga.
____________________
Di akhir kisah ini, Sang Guru berkata, “Para Bhikkhu, bukan hanya saat ini, tetapi di masa lampau juga Sang Tathāgata (Tathagata) sangat cerdas dalam menjawab pertanyaan,” dan Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: Pada masa itu, Ananda adalah Raja Dhananjaya, Anuruddha adalah Sucirata, Kassapa adalah Vidhura, Moggallāna (Moggallana) adalah Bhadrakara, Sariputta adalah Sanjaya muda, dan saya sendiri adalah Yang Bijak Sambhava.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com