Pohon yang Berbicara
Rukkhaacetanābhāvapañha (Mil 5.3 5)
23. Pohon yang Berbicara
“Sang Tathagata berkata:
‘Brahmana! Mengapa engkau bertanya, pada benda yang tak sadar yang tidak dapat mendengarmu ini, bagaimana keadaannya hari ini? Engkau yang aktif, pandai dan penuh semangat, bagaimana kamu dapat berbicara kepada benda yang tidak mempunyai indera, pada pohon Palasa liar ini?’
“Tetapi pada kesempatan lain Sang Tathagata berkata:
‘Dan kemudian pohon aspen tersebut menjawab, ‘Aku’, Bharadvaja, dapat berbicara juga. Dengarkanlah aku.’
“Nagasena, jika sebatang pohon merupakan sesuatu yang tidak punya kesadaran, maka pernyataan yang kedua ini pasti salah.”
“Ketika Sang Buddha menyebut ‘pohon aspen’, itu hanyalah cara berbicara konvensional, karena meskipun sebatang pohon adalah sesuatu yang tidak sadar dan tidak bisa berbicara, kata ‘pohon’ itu ditujukan bagi dewa yang bertempat tinggal di situ. Dan ini adalah suatu konvensi yang sudah banyak dikenal. Seperti halnya, O baginda, sebuah kereta yang penuh jagung disebut ‘kereta-jagung’ meskipun kereta tersebut terbuat dari kayu, bukan dari jagung. Sang Tathagata, ketika membabarkan Dhamma, menggunakan juga alat bantu cara percakapan sehari-hari.”
“Sang Tathagata berkata:
‘Brahmana! Mengapa engkau bertanya, pada benda yang tak sadar yang tidak dapat mendengarmu ini, bagaimana keadaannya hari ini? Engkau yang aktif, pandai dan penuh semangat, bagaimana kamu dapat berbicara kepada benda yang tidak mempunyai indera, pada pohon Palasa liar ini?’
“Tetapi pada kesempatan lain Sang Tathagata berkata:
‘Dan kemudian pohon aspen tersebut menjawab, ‘Aku’, Bharadvaja, dapat berbicara juga. Dengarkanlah aku.’
“Nagasena, jika sebatang pohon merupakan sesuatu yang tidak punya kesadaran, maka pernyataan yang kedua ini pasti salah.”
“Ketika Sang Buddha menyebut ‘pohon aspen’, itu hanyalah cara berbicara konvensional, karena meskipun sebatang pohon adalah sesuatu yang tidak sadar dan tidak bisa berbicara, kata ‘pohon’ itu ditujukan bagi dewa yang bertempat tinggal di situ. Dan ini adalah suatu konvensi yang sudah banyak dikenal. Seperti halnya, O baginda, sebuah kereta yang penuh jagung disebut ‘kereta-jagung’ meskipun kereta tersebut terbuat dari kayu, bukan dari jagung. Sang Tathagata, ketika membabarkan Dhamma, menggunakan juga alat bantu cara percakapan sehari-hari.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com