Yang Tidak Bermoral
Dussīlapañha (Mil 6.1 8)
59. Yang Tidak Bermoral
“Apakah perbedaan antara seorang umat awam yang telah berbuat kesalahan dan seorang bhikkhu yang telah berbuat kesalahan?”
“Ada sepuluh sifat yang membedakan seorang bhikkhu yang mempunyai kebiasaan moral yang lemah dengan seorang umat awam yang mempunyai kebiasaan moral yang lemah.
Seorang bhikkhu penuh hormat pada Buddha,
dia penuh hormat pada Dhamma, dan
dia penuh hormat pada Sangha;
dia membaca kitab suci dan menanyakan artinya;
dia telah banyak mendengar;
dia memasuki kelompok para bhikkhu dengan penuh harga diri karena takut dicela;
dia menjaga badan dan perkataannya;
dia mengarahkan pikirannya untuk terus berusaha;
dia berteman dengan para bhikkhu, dan
jika berbuat salah dia diam-diam saja.
Dan dengan sepuluh cara dia memurnikan persembahan yang diberikan kepadanya karena keyakinan:
dengan mengenakan jubah para Buddha,
dengan kepala yang tercukur dia membawa tanda orang bijak,
dengan berteman dengan para bhikkhu,
dengan berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha,
dengan berdiam di tempat yang sunyi, yang sesuai untuk latihan keras,
dengan menyelidiki kekayaan Dhamma yang tak ternilai,
dengan membabarkan Dhamma yang indah,
karena dia menjadikan Dhamma sebagai pelita pembimbingnya,
karena dia menganggap Sang Buddha sebagai yang tertinggi, dan
dengan mempraktekkan Uposatha.
Karena semua alasan itulah maka dia patut memperoleh persembahan meskipun dia telah jatuh dari nilai-nilai luhur.
“Demikian ini dikatakan oleh Sang Buddha di dalam Majjhima Nikaya:
‘Siapa pun yang luhur dan memberikan kepada yang tidak luhur
Pemberian yang dia peroleh dengan benar, dengan pikiran yang menjadi gembira,
Sepenuhnya percaya pada buah karma yang subur,
Ini merupakan persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi’.”
“Alangkah indahnya, Nagasena. Meskipun pertanyaanku hanya sederhana, jawabannya sungguh luar biasa. Bagaikan seorang juru masak ahli yang diberi sepotong daging biasa, dia mengolahnya menjadi makanan yang pantas bagi seorang raja.”
“Apakah perbedaan antara seorang umat awam yang telah berbuat kesalahan dan seorang bhikkhu yang telah berbuat kesalahan?”
“Ada sepuluh sifat yang membedakan seorang bhikkhu yang mempunyai kebiasaan moral yang lemah dengan seorang umat awam yang mempunyai kebiasaan moral yang lemah.
Seorang bhikkhu penuh hormat pada Buddha,
dia penuh hormat pada Dhamma, dan
dia penuh hormat pada Sangha;
dia membaca kitab suci dan menanyakan artinya;
dia telah banyak mendengar;
dia memasuki kelompok para bhikkhu dengan penuh harga diri karena takut dicela;
dia menjaga badan dan perkataannya;
dia mengarahkan pikirannya untuk terus berusaha;
dia berteman dengan para bhikkhu, dan
jika berbuat salah dia diam-diam saja.
Dan dengan sepuluh cara dia memurnikan persembahan yang diberikan kepadanya karena keyakinan:
dengan mengenakan jubah para Buddha,
dengan kepala yang tercukur dia membawa tanda orang bijak,
dengan berteman dengan para bhikkhu,
dengan berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha,
dengan berdiam di tempat yang sunyi, yang sesuai untuk latihan keras,
dengan menyelidiki kekayaan Dhamma yang tak ternilai,
dengan membabarkan Dhamma yang indah,
karena dia menjadikan Dhamma sebagai pelita pembimbingnya,
karena dia menganggap Sang Buddha sebagai yang tertinggi, dan
dengan mempraktekkan Uposatha.
Karena semua alasan itulah maka dia patut memperoleh persembahan meskipun dia telah jatuh dari nilai-nilai luhur.
“Demikian ini dikatakan oleh Sang Buddha di dalam Majjhima Nikaya:
‘Siapa pun yang luhur dan memberikan kepada yang tidak luhur
Pemberian yang dia peroleh dengan benar, dengan pikiran yang menjadi gembira,
Sepenuhnya percaya pada buah karma yang subur,
Ini merupakan persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi’.”
“Alangkah indahnya, Nagasena. Meskipun pertanyaanku hanya sederhana, jawabannya sungguh luar biasa. Bagaikan seorang juru masak ahli yang diberi sepotong daging biasa, dia mengolahnya menjadi makanan yang pantas bagi seorang raja.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com