Membagikan Jasa
Pubbapetādisapañha (Mil 6.3 4)
74. Membagikan Jasa
“Apakah ada kemungkinan bagi keluarga yang telah meninggal untuk ikut menerima jasa dari suatu perbuatan bajik?”
“Tidak. Hanya mereka yang dilahirkan sebagai setan kelaparan yang makanannya adalah perbuatan bajik orang lainlah yang dapat ikut menerima jasa. Mereka yang dilahirkan di neraka, surga, terlahir sebagai binatang, setan kelaparan yang makanannya muntahan, atau setan yang selalu lapar dan haus, atau setan kelaparan yang dipenuhi nafsu keinginan, tidak akan mendapatkan manfaat.”
“Kalau begitu, persembahan di dalam kasus-kasus itu tidak ada gunanya, karena mereka yang diberi tidak mendapat manfaat.”
“Tidak demikian, O baginda. Persembahan-persembahan itu bukannya tidak berbuah atau tanpa hasil, karena si pemberi sendiri mendapat manfaat darinya.”
“Yakinkanlah aku dengan alasan.”
“Bila beberapa orang telah menyiapkan hidangan dan mengunjungi sanak saudaranya, tetapi sanak saudara mereka tidak menerima pemberian itu, apakah pemberian tersebut menjadi sia-sia?”
“Tidak, Yang Mulia, si pemilik sendiri dapat memakannya.”
“Demikian juga, O baginda, si pemberi persembahan mendapatkan mafaat dari persembahan dana tersebut.”
“Kalau begitu, apakah juga mungkin membagikan ketidakbajikan?”
“Ini bukanlah pertanyaan yang patut diajukan, O baginda. Anda kemudian akan bertanya kepada saya mengapa ruang angkasa tidak berbatas dan mengapa manusia dan burung berkaki dua sedangkan rusa berkaki empat!”
“Aku tidak bertanya begitu untuk menjengkelkan Anda, tetapi ada banyak orang di dunia ini yang bertujuan jahat10 atau tidak dapat melihat.”
“Meskipun air dari dalam tangki dapat digunakan untuk membuat tanaman tumbuh dan berbuah, tetapi air laut tidak mungkin digunakan. Perbuatan jahat tidak dapat dibagikan kepada siapa pun yang tidak melakukannya dan tidak menyetujuinya. Orang dapat mengalirkan air ke tempat yang jauh dengan mengunakan pipa tetapi mereka tidak dapat mengalirkan batu yang padat dengan cara yang sama. Ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat, sedangkan kebajikan adalah sesuatu yang luar biasa.”
“Berikanlah ilustrasi.”
“Jika setetes air jatuh ke tanah, apakah air itu dapat mengalir sepanjang lima puluh atau enam puluh kilometer?”
“Tentu saja tidak, Yang Mulia. Titik air itu hanya akan mempengaruhi tanah di mana ia jatuh.”
“Mengapa demikian?”
“Karena sifat sedikitnya.”
“Demikian juga, O baginda, ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat dan karena sifat sedikitnya, ia hanya dapat mempengaruhi si pelaku saja dan tidak dapat dibagikan. Tetapi jika ada hujan badai yang sangat hebat, apakah airnya akan sampai ke mana-mana?”
“Tentu saja, Yang Mulia, bahkan bisa sejauh lima puluh atau enam puluh kilometer.”
“Demikian juga, O baginda, kebajikan adalah sesuatu yang hebat dan karena sifat melimpahnya, ia dapat dibagikan baik kepada manusia maupun dewa.”
“Yang Mulia Nagasena, mengapa ketidakbajikan begitu terbatas sifatnya, sedangkan kebajikan dapat menjangkau lebih jauh?”
“Siapa pun, O baginda, yang memberikan persembahan, menjalankan moralitas dan mempraktekkan Uposatha, dia akan merasa gembira dan damai. Karena damai, kebajikannya bahkan menjadi makin melimpah. Bagaikan kolam yang segera terisi penuh lagi dari segala arah setelah air mengalir keluar dari satu sisi. Demikian juga, O baginda, jika seseorang mengirimkan kebajikan yang telah dilakukannya kepada orang lain, bahkan selama seratus tahun pun kebajikannya akan semakin bertumbuh. Itulah sebabnya kebajikan begitu hebat. Tetapi dengan perbuatan jahat, O baginda, orang akan dipenuhi oleh penyesalan dan pikirannya tidak akan dapat terlepas dari buah pikir tentang hal itu. Dia akan merasa tertekan dan tidak memperoleh kedamaian, karena merasa sengsara dan putus asa dia menjadi tersia-sia. Seperti halnya, O baginda, setetes air yang jatuh di sungai yang kering tidak akan menambah isi sungai itu melainkan langsung tertelan di tempat itu juga. Itulah sebabnya ketidakbajikan sangat jahat dan mempunyai sifat sedikit.”
“Apakah ada kemungkinan bagi keluarga yang telah meninggal untuk ikut menerima jasa dari suatu perbuatan bajik?”
“Tidak. Hanya mereka yang dilahirkan sebagai setan kelaparan yang makanannya adalah perbuatan bajik orang lainlah yang dapat ikut menerima jasa. Mereka yang dilahirkan di neraka, surga, terlahir sebagai binatang, setan kelaparan yang makanannya muntahan, atau setan yang selalu lapar dan haus, atau setan kelaparan yang dipenuhi nafsu keinginan, tidak akan mendapatkan manfaat.”
“Kalau begitu, persembahan di dalam kasus-kasus itu tidak ada gunanya, karena mereka yang diberi tidak mendapat manfaat.”
“Tidak demikian, O baginda. Persembahan-persembahan itu bukannya tidak berbuah atau tanpa hasil, karena si pemberi sendiri mendapat manfaat darinya.”
“Yakinkanlah aku dengan alasan.”
“Bila beberapa orang telah menyiapkan hidangan dan mengunjungi sanak saudaranya, tetapi sanak saudara mereka tidak menerima pemberian itu, apakah pemberian tersebut menjadi sia-sia?”
“Tidak, Yang Mulia, si pemilik sendiri dapat memakannya.”
“Demikian juga, O baginda, si pemberi persembahan mendapatkan mafaat dari persembahan dana tersebut.”
“Kalau begitu, apakah juga mungkin membagikan ketidakbajikan?”
“Ini bukanlah pertanyaan yang patut diajukan, O baginda. Anda kemudian akan bertanya kepada saya mengapa ruang angkasa tidak berbatas dan mengapa manusia dan burung berkaki dua sedangkan rusa berkaki empat!”
“Aku tidak bertanya begitu untuk menjengkelkan Anda, tetapi ada banyak orang di dunia ini yang bertujuan jahat10 atau tidak dapat melihat.”
“Meskipun air dari dalam tangki dapat digunakan untuk membuat tanaman tumbuh dan berbuah, tetapi air laut tidak mungkin digunakan. Perbuatan jahat tidak dapat dibagikan kepada siapa pun yang tidak melakukannya dan tidak menyetujuinya. Orang dapat mengalirkan air ke tempat yang jauh dengan mengunakan pipa tetapi mereka tidak dapat mengalirkan batu yang padat dengan cara yang sama. Ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat, sedangkan kebajikan adalah sesuatu yang luar biasa.”
“Berikanlah ilustrasi.”
“Jika setetes air jatuh ke tanah, apakah air itu dapat mengalir sepanjang lima puluh atau enam puluh kilometer?”
“Tentu saja tidak, Yang Mulia. Titik air itu hanya akan mempengaruhi tanah di mana ia jatuh.”
“Mengapa demikian?”
“Karena sifat sedikitnya.”
“Demikian juga, O baginda, ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat dan karena sifat sedikitnya, ia hanya dapat mempengaruhi si pelaku saja dan tidak dapat dibagikan. Tetapi jika ada hujan badai yang sangat hebat, apakah airnya akan sampai ke mana-mana?”
“Tentu saja, Yang Mulia, bahkan bisa sejauh lima puluh atau enam puluh kilometer.”
“Demikian juga, O baginda, kebajikan adalah sesuatu yang hebat dan karena sifat melimpahnya, ia dapat dibagikan baik kepada manusia maupun dewa.”
“Yang Mulia Nagasena, mengapa ketidakbajikan begitu terbatas sifatnya, sedangkan kebajikan dapat menjangkau lebih jauh?”
“Siapa pun, O baginda, yang memberikan persembahan, menjalankan moralitas dan mempraktekkan Uposatha, dia akan merasa gembira dan damai. Karena damai, kebajikannya bahkan menjadi makin melimpah. Bagaikan kolam yang segera terisi penuh lagi dari segala arah setelah air mengalir keluar dari satu sisi. Demikian juga, O baginda, jika seseorang mengirimkan kebajikan yang telah dilakukannya kepada orang lain, bahkan selama seratus tahun pun kebajikannya akan semakin bertumbuh. Itulah sebabnya kebajikan begitu hebat. Tetapi dengan perbuatan jahat, O baginda, orang akan dipenuhi oleh penyesalan dan pikirannya tidak akan dapat terlepas dari buah pikir tentang hal itu. Dia akan merasa tertekan dan tidak memperoleh kedamaian, karena merasa sengsara dan putus asa dia menjadi tersia-sia. Seperti halnya, O baginda, setetes air yang jatuh di sungai yang kering tidak akan menambah isi sungai itu melainkan langsung tertelan di tempat itu juga. Itulah sebabnya ketidakbajikan sangat jahat dan mempunyai sifat sedikit.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com