Kebahagiaan Nibbana
Ekantasukhanibbānapañha (Mil 6.3 9)
79. Kebahagiaan Nibbana
“Apakah nibbana itu sepenuhnya membahagiakan ataukah sebagian menyakitkan?”
“Sepenuhnya membahagiakan.”
“Hal itu tidak dapat aku terima. Mereka yang mencarinya harus berlatih amat keras dan berjuang amat keras dengan tubuh dan pikiran, tidak makan kecuali pada saat yang tepat, mengurangi tidur, mengendalikan indera, dan mereka harus meninggalkan kekayaan, keluarga, dan teman-temannya. Mereka yang menikmati kesenangan-kesenangan indera merasa bahagia tetapi Anda mengendalikan diri dan mencegah kenikmatan semacam itu sehingga mengalami ketidaknyamanan dan rasa sakit secara fisik maupun mental.”
“O baginda, nibbana tidak mempunyai rasa sakit. Apa yang baginda sebut rasa sakit itu bukanlah nibbana. Memang benar bahwa mereka yang sedang mencari nibbana akan mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan, tetapi sesudah itu mereka akan mengalami kebahagiaan nibbana yang tidak ternoda. Saya akan memberikan alasan untuk itu. Apakah ada, O baginda, suatu kebahagiaan tertentu yang diperoleh karena kedaulatan raja?”
“Ya, ada.”
“Apakah hal itu bercampur dengan rasa sakit?”
“Tidak.”
“Kalau begitu, O baginda, mengapa bila prajurit daerah-daerah di perbatasan memberontak, raja-raja harus meninggalkan istananya dan menempuh perjalanan di tanah yang tidak rata, menderita akibat gigitan nyamuk dan angin yang panas, dan terlibat pertempuran sengit yang membahayakan nyawa mereka?”
“Itu, Yang Mulia Nagasena, bukanlah kebahagiaan dari kedaulatan raja. Itu hanyalah tahap awal dari pencarian kebahagiaan tersebut. Baru sesudah memenangkan pertempuran maka mereka dapat menikmati kebahagiaan suatu kedaulatan. Dan kebahagiaan itu, Nagasena, tidak bercampur dengan rasa sakit.”
“Demikian juga, O baginda, nibbana adalah kebahagiaan yang tidak ternoda, dan tidak ada rasa sakit yang tercampur di dalamnya.”
“Apakah nibbana itu sepenuhnya membahagiakan ataukah sebagian menyakitkan?”
“Sepenuhnya membahagiakan.”
“Hal itu tidak dapat aku terima. Mereka yang mencarinya harus berlatih amat keras dan berjuang amat keras dengan tubuh dan pikiran, tidak makan kecuali pada saat yang tepat, mengurangi tidur, mengendalikan indera, dan mereka harus meninggalkan kekayaan, keluarga, dan teman-temannya. Mereka yang menikmati kesenangan-kesenangan indera merasa bahagia tetapi Anda mengendalikan diri dan mencegah kenikmatan semacam itu sehingga mengalami ketidaknyamanan dan rasa sakit secara fisik maupun mental.”
“O baginda, nibbana tidak mempunyai rasa sakit. Apa yang baginda sebut rasa sakit itu bukanlah nibbana. Memang benar bahwa mereka yang sedang mencari nibbana akan mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan, tetapi sesudah itu mereka akan mengalami kebahagiaan nibbana yang tidak ternoda. Saya akan memberikan alasan untuk itu. Apakah ada, O baginda, suatu kebahagiaan tertentu yang diperoleh karena kedaulatan raja?”
“Ya, ada.”
“Apakah hal itu bercampur dengan rasa sakit?”
“Tidak.”
“Kalau begitu, O baginda, mengapa bila prajurit daerah-daerah di perbatasan memberontak, raja-raja harus meninggalkan istananya dan menempuh perjalanan di tanah yang tidak rata, menderita akibat gigitan nyamuk dan angin yang panas, dan terlibat pertempuran sengit yang membahayakan nyawa mereka?”
“Itu, Yang Mulia Nagasena, bukanlah kebahagiaan dari kedaulatan raja. Itu hanyalah tahap awal dari pencarian kebahagiaan tersebut. Baru sesudah memenangkan pertempuran maka mereka dapat menikmati kebahagiaan suatu kedaulatan. Dan kebahagiaan itu, Nagasena, tidak bercampur dengan rasa sakit.”
“Demikian juga, O baginda, nibbana adalah kebahagiaan yang tidak ternoda, dan tidak ada rasa sakit yang tercampur di dalamnya.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com