Perwujudan Nibbana
Nibbānasacchikaraṇapañha (Mil 6.3 11)
81. Perwujudan Nibbana
“Anda mengatakan, Nagasena, bahwa nibbana itu bukan masa lalu, bukan masa kini, dan bukan masa mendatang, bukan timbul dan bukan pula tidak-timbul, dan tidak dapat dihasilkan. Dalam hal itu, apakah orang yang mewujudkan nibbana berarti mewujudkan sesuatu yang telah dihasilkan, atau dia sendiri yang pertama-tama menghasilkannya dan baru kemudian mewujudkannya?”
“Bukan itu semua O baginda, tetapi nibbana itu benar-benar ada.”
“Nagasena, janganlah menjawab pertanyaan ini dengan membuatnya semakin kabur. Jelaskanlah dan babarkanlah. Nibbana merupakan titik yang membuat banyak orang menjadi bingung dan tersesat di dalam keraguan. Patahkanlah anak panah ketidakpastian ini.”
“Unsur nibbana itu benar-benar ada, O baginda. Bila orang telah berlatih dengan benar dan sungguh-sungguh mengerti bentukan-bentukan menurut apa yang telah diajarkan oleh Sang Penakluk, maka dengan kebijaksanaannya dia mewujudkan nibbana.
“Dan bagaimanakah nibbana ditunjukkan? Dengan terbebasnya dari rasa tertekan dan bahaya, dengan kemurnian dan kesejukan. Seperti halnya seseorang, yang ketakutan dan ngeri karena telah terjatuh ke tangan musuh, akan merasa lega dan sangat berbahagia ketika dia dapat meloloskan diri ke tempat yang aman; atau seperti halnya seseorang yang terjatuh di lubang yang penuh kotoran akan merasa lega dan gembira setelah keluar dari lubang itu dan membersihkan diri; seperti halnya seorang yang terjebak api di hutan akan menjadi tenang dan merasakan kesejukan setelah dia mencapai daerah yang aman. Baginda seharusnya menganggap kecemasan yang timbul terus-menerus karena kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian itu sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengerikan. Baginda seharusnya menganggap keuntungan, kehormatan dan ketenaran itu sebagai kotoran. Baginda
seharusnya menganggap api berunsur tiga –lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kegelapan batin)- sebagai sesuatu yang panas dan menusuk.
“Dan bagaimana orang yang berlatih dengan benar dapat mewujudkan nibbana? Dengan benar dia memahami sifat bentukan yang terus berputar dan di sana dia hanya melihat kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian; dia tidak melihat sesuatu yang menyenangkan atau yang serasi di bagian mana pun juga. Karena melihat bahwa tidak ada yang dapat dilekati di sana, bagaikan berada di atas bola besi yang panas membara, pikirannya dipenuhi dengan ketidakpuasan, dan panas menjalar di seluruh tubuhnya; karena merasa putus asa dan tanpa perlindungan, dia menjadi muak dengan kehidupan yang berulang-ulang. Dan bagi orang yang melihat ngerinya rantai kehidupan yang terus berjalan, timbullah pemikiran: ‘Roda kehidupan ini berada di atas api dan menyala, penuh dengan penderitaan dan keputusasaan. Jika saja ada akhir dari semua ini, akhir itu akan penuh dengan kedamaian, dan hal itu luar biasa; berhentinya semua bentukan mental, lepasnya kemelekatan, musnahnya keserakahan, hancurnya nafsu keinginan, berhentinya penderitaan, nibbana!
“Dari situ pikirannya melompat ke depan menuju keadaan di mana tidak ada lagi dumadi. Pada saat itulah dia menemukan kedamaian, kemudian dia bersyukur dan bersukacita pada pemikiran: ‘Sebuah perlindungan akhirnya ditemukan!’ Dia terus berusaha keras di dalam Sang Jalan untuk menghentikan segala bentukan, menemukan caranya, mengembangkannya, dan memanfaatkan sebaik-baiknya. Untuk tujuan itulah dia membangkitkan kewaspadaan, semangat dan sukacitanya; dan dengan berulang-ulang memperhatikan pemikiran itu [muak pada bentukan-bentukan mental], setelah melampaui rantai kehidupan yang terus berjalan, dia dapat memutuskan lingkaran itu. Orang yang telah memutuskan rantai kehidupan yang terus berjalan ini dikatakan telah mewujudkan nibbana.”
“Anda mengatakan, Nagasena, bahwa nibbana itu bukan masa lalu, bukan masa kini, dan bukan masa mendatang, bukan timbul dan bukan pula tidak-timbul, dan tidak dapat dihasilkan. Dalam hal itu, apakah orang yang mewujudkan nibbana berarti mewujudkan sesuatu yang telah dihasilkan, atau dia sendiri yang pertama-tama menghasilkannya dan baru kemudian mewujudkannya?”
“Bukan itu semua O baginda, tetapi nibbana itu benar-benar ada.”
“Nagasena, janganlah menjawab pertanyaan ini dengan membuatnya semakin kabur. Jelaskanlah dan babarkanlah. Nibbana merupakan titik yang membuat banyak orang menjadi bingung dan tersesat di dalam keraguan. Patahkanlah anak panah ketidakpastian ini.”
“Unsur nibbana itu benar-benar ada, O baginda. Bila orang telah berlatih dengan benar dan sungguh-sungguh mengerti bentukan-bentukan menurut apa yang telah diajarkan oleh Sang Penakluk, maka dengan kebijaksanaannya dia mewujudkan nibbana.
“Dan bagaimanakah nibbana ditunjukkan? Dengan terbebasnya dari rasa tertekan dan bahaya, dengan kemurnian dan kesejukan. Seperti halnya seseorang, yang ketakutan dan ngeri karena telah terjatuh ke tangan musuh, akan merasa lega dan sangat berbahagia ketika dia dapat meloloskan diri ke tempat yang aman; atau seperti halnya seseorang yang terjatuh di lubang yang penuh kotoran akan merasa lega dan gembira setelah keluar dari lubang itu dan membersihkan diri; seperti halnya seorang yang terjebak api di hutan akan menjadi tenang dan merasakan kesejukan setelah dia mencapai daerah yang aman. Baginda seharusnya menganggap kecemasan yang timbul terus-menerus karena kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian itu sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengerikan. Baginda seharusnya menganggap keuntungan, kehormatan dan ketenaran itu sebagai kotoran. Baginda
seharusnya menganggap api berunsur tiga –lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kegelapan batin)- sebagai sesuatu yang panas dan menusuk.
“Dan bagaimana orang yang berlatih dengan benar dapat mewujudkan nibbana? Dengan benar dia memahami sifat bentukan yang terus berputar dan di sana dia hanya melihat kelahiran, usia tua, penyakit dan kematian; dia tidak melihat sesuatu yang menyenangkan atau yang serasi di bagian mana pun juga. Karena melihat bahwa tidak ada yang dapat dilekati di sana, bagaikan berada di atas bola besi yang panas membara, pikirannya dipenuhi dengan ketidakpuasan, dan panas menjalar di seluruh tubuhnya; karena merasa putus asa dan tanpa perlindungan, dia menjadi muak dengan kehidupan yang berulang-ulang. Dan bagi orang yang melihat ngerinya rantai kehidupan yang terus berjalan, timbullah pemikiran: ‘Roda kehidupan ini berada di atas api dan menyala, penuh dengan penderitaan dan keputusasaan. Jika saja ada akhir dari semua ini, akhir itu akan penuh dengan kedamaian, dan hal itu luar biasa; berhentinya semua bentukan mental, lepasnya kemelekatan, musnahnya keserakahan, hancurnya nafsu keinginan, berhentinya penderitaan, nibbana!
“Dari situ pikirannya melompat ke depan menuju keadaan di mana tidak ada lagi dumadi. Pada saat itulah dia menemukan kedamaian, kemudian dia bersyukur dan bersukacita pada pemikiran: ‘Sebuah perlindungan akhirnya ditemukan!’ Dia terus berusaha keras di dalam Sang Jalan untuk menghentikan segala bentukan, menemukan caranya, mengembangkannya, dan memanfaatkan sebaik-baiknya. Untuk tujuan itulah dia membangkitkan kewaspadaan, semangat dan sukacitanya; dan dengan berulang-ulang memperhatikan pemikiran itu [muak pada bentukan-bentukan mental], setelah melampaui rantai kehidupan yang terus berjalan, dia dapat memutuskan lingkaran itu. Orang yang telah memutuskan rantai kehidupan yang terus berjalan ini dikatakan telah mewujudkan nibbana.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com