Gunung
Pabbataṅgapañha (Mil 7.4 5)
“Bhante Nāgasena, ketika Anda mengatakan lima sifat gunung harus diterapkan, yang manakah itu?”
“Seperti, Baginda, gunung yang tak tergoyahkan, tak bergetar dan tenang; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu, berkaitan dengan perhatian dan penghinaan, nama baik dan nama buruk, rasa hormat dan kurangnya rasa hormat, ketenaran dan ketidaktenaran, berkaitan dengan celaan dan pujian (yang diberikan kepadanya), kebahagiaan dan penderitaan, dan di antara yang cocok dan tidak cocok: bentuk, suara, aroma, cita rasa, sentuhan dan kondisi batin—dalam situasi apa pun tidak boleh tergoda oleh hal-hal yang menimbulkan nafsu, rusak oleh hal-hal yang menyebabkan kerusakan, tersesat oleh hal-hal yang menimbulkan kekalutan; dia tidak boleh gemetar atau terguncang, dia harus tak tergoyahkan seperti gunung. Inilah,
Baginda, sifat pertama gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Sang Buddha, dewa di atas para dewa:
‘Seperti karang besar yang tidak terusik oleh angin,
Begitu juga orang bijaksana tidak terusik oleh celaan dan pujian.’
Lagi, Baginda, gunung teguh, tidak mencampuri apa pun; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu harus teguh dan tidak suka bergaul, tidak mencampuri apa pun. Inilah, Baginda, sifat kedua gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Sang Buddha, dewa di atas para dewa:
‘Siapa yang tidak suka bergaul dengan perumah tangga dan tak berumah,
Berkelana tanpa rumah, dengan sedikit keinginan—Saya menyebutnya
Brahmana.’
Lagi, Baginda, tidak ada benih yang tumbuh di gunung; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu tidak boleh mengizinkan kekotoran batin tumbuh dalam pikirannya. Inilah, Baginda, sifat
ketiga gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Bhikkhu Subhūti:
‘Jika timbul padaku pikiran yang memiliki nafsu, memeriksanya, sendirian aku menjinakkannya,
Meskipun digoda oleh hal-hal yang menimbulkan nafsu, rusak oleh hal-hal yang menyebabkan kerusakan,
Meskipun tersesat oleh hal-hal yang menimbulkan kekalutan—beranjaklah kamu dari hutan.
Inilah kediaman para petapa murni tanpa noda,
Jangan merampas apa yang murni; beranjaklah kamu dari hutan.’
Lagi, Baginda, gunung sangat agung; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu harus menjadi sangat agung dalam pengetahuan. Inilah, Baginda, sifat keempat gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Sang Buddha, dewa di atas para dewa:
‘Ketika orang bijaksana dengan tekun mengusir kemalasan,
Menaiki teras Kebijaksanaan, tanpa kesedihan, dia mengamati orang-orang yang berduka
Seperti orang yang tegar di atas gunung berdiri (mengamati) orang-orang bodoh di dataran rendah.’
Dan lagi, Baginda, gunung tidak dapat diangkat atau ditekuk; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu harus mengatasi (kondisi) tersanjung atau sedih. Inilah, Baginda, sifat kelima gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh umat awam wanita Cūḷasubhaddā ketika dia sedang memuji para petapa sektenya:
‘Dunia tersanjung oleh keuntungan, tertekan oleh kehilangan.
Masa bodoh dengan keuntungan dan kehilangan—begitulah para petapa sekte saya.’
“Seperti, Baginda, gunung yang tak tergoyahkan, tak bergetar dan tenang; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu, berkaitan dengan perhatian dan penghinaan, nama baik dan nama buruk, rasa hormat dan kurangnya rasa hormat, ketenaran dan ketidaktenaran, berkaitan dengan celaan dan pujian (yang diberikan kepadanya), kebahagiaan dan penderitaan, dan di antara yang cocok dan tidak cocok: bentuk, suara, aroma, cita rasa, sentuhan dan kondisi batin—dalam situasi apa pun tidak boleh tergoda oleh hal-hal yang menimbulkan nafsu, rusak oleh hal-hal yang menyebabkan kerusakan, tersesat oleh hal-hal yang menimbulkan kekalutan; dia tidak boleh gemetar atau terguncang, dia harus tak tergoyahkan seperti gunung. Inilah,
Baginda, sifat pertama gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Sang Buddha, dewa di atas para dewa:
‘Seperti karang besar yang tidak terusik oleh angin,
Begitu juga orang bijaksana tidak terusik oleh celaan dan pujian.’
Lagi, Baginda, gunung teguh, tidak mencampuri apa pun; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu harus teguh dan tidak suka bergaul, tidak mencampuri apa pun. Inilah, Baginda, sifat kedua gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Sang Buddha, dewa di atas para dewa:
‘Siapa yang tidak suka bergaul dengan perumah tangga dan tak berumah,
Berkelana tanpa rumah, dengan sedikit keinginan—Saya menyebutnya
Brahmana.’
Lagi, Baginda, tidak ada benih yang tumbuh di gunung; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu tidak boleh mengizinkan kekotoran batin tumbuh dalam pikirannya. Inilah, Baginda, sifat
ketiga gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Bhikkhu Subhūti:
‘Jika timbul padaku pikiran yang memiliki nafsu, memeriksanya, sendirian aku menjinakkannya,
Meskipun digoda oleh hal-hal yang menimbulkan nafsu, rusak oleh hal-hal yang menyebabkan kerusakan,
Meskipun tersesat oleh hal-hal yang menimbulkan kekalutan—beranjaklah kamu dari hutan.
Inilah kediaman para petapa murni tanpa noda,
Jangan merampas apa yang murni; beranjaklah kamu dari hutan.’
Lagi, Baginda, gunung sangat agung; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu harus menjadi sangat agung dalam pengetahuan. Inilah, Baginda, sifat keempat gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Sang Buddha, dewa di atas para dewa:
‘Ketika orang bijaksana dengan tekun mengusir kemalasan,
Menaiki teras Kebijaksanaan, tanpa kesedihan, dia mengamati orang-orang yang berduka
Seperti orang yang tegar di atas gunung berdiri (mengamati) orang-orang bodoh di dataran rendah.’
Dan lagi, Baginda, gunung tidak dapat diangkat atau ditekuk; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu harus mengatasi (kondisi) tersanjung atau sedih. Inilah, Baginda, sifat kelima gunung yang harus diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh umat awam wanita Cūḷasubhaddā ketika dia sedang memuji para petapa sektenya:
‘Dunia tersanjung oleh keuntungan, tertekan oleh kehilangan.
Masa bodoh dengan keuntungan dan kehilangan—begitulah para petapa sekte saya.’
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com