Tukang Kayu
Tacchakaṅgapañha (Mil 7.7 10)
“Bhante Nāgasena, ketika Anda mengatakan dua sifat tukang kayu harus diterapkan, yang manakah itu?”
“Seperti, Baginda, tukang kayu, menyesuaikan dengan (garis) benang yang menghitam, menggergaji pohon; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu, menyesuaikan dengan Ajaran Sang Penakluk, berdiri di atas landasan sila dan memegang pedang kebijaksanaan dengan tangan keyakinan, harus menggergaji habis kekotoran batin. Inilah, Baginda, sifat pertama tukang kayu yang harus diterapkan.
Dan lagi, Baginda, tukang kayu, membuang bagian kayu yang lunak, hanya mengambil kayu yang keras;begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu harus membuang (pikiran-pikiran
tentang) keabadian, penghancuran, ‘seperti jiwa begitu juga tubuh jasmani; tubuh jasmani adalah satu hal, jiwa lain lagi’ ‘semua ajaran sama baiknya’,‘yang tidak terkondisi adalah
tidak mungkin’, ‘tindakan manusia tidak ada gunanya’, ‘tidak ada kehidupan suci’, ‘ketika satu makhluk mati maka lahirlah satu makhluk baru’, kondisi abadi dari sankhāra, ‘seseorang yang bertindak akan langsung mengalami buah perbuatannya; seseorang bertindak namun orang lainlah yang akan menerima akibatnya’, melihat buah tindakan (lampau) dan pandangan salah bahwa ada buah tindakan yang tidak berlaku—dengan membuang (pikiran-pikiran) seperti ini dan sejenisnya yang mengarah ke pertikaian, dia harus memahami
(ide bahwa) kekosongan mutlak adalah sifat dasar dari sankhāra, dan bahwa kekosongan mutlak adalah tanpa hasrat dan jiwa.Inilah, Baginda, sifat kedua tukang kayu yang harus
diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Sang Buddha, dewa di atas para dewa, di dalam Suttanipāta:
Halau sampah dan buanglah kotoran,
Lalu usir para pengadu, kalian petapa yang tampak palsu;
Setelah menghalau mereka yang berniat jahat, bertingkah laku jahat,
Yang murni, tinggal bersama yang murni, akan menghormati satu sama lain.’
“Seperti, Baginda, tukang kayu, menyesuaikan dengan (garis) benang yang menghitam, menggergaji pohon; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu, menyesuaikan dengan Ajaran Sang Penakluk, berdiri di atas landasan sila dan memegang pedang kebijaksanaan dengan tangan keyakinan, harus menggergaji habis kekotoran batin. Inilah, Baginda, sifat pertama tukang kayu yang harus diterapkan.
Dan lagi, Baginda, tukang kayu, membuang bagian kayu yang lunak, hanya mengambil kayu yang keras;begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu harus membuang (pikiran-pikiran
tentang) keabadian, penghancuran, ‘seperti jiwa begitu juga tubuh jasmani; tubuh jasmani adalah satu hal, jiwa lain lagi’ ‘semua ajaran sama baiknya’,‘yang tidak terkondisi adalah
tidak mungkin’, ‘tindakan manusia tidak ada gunanya’, ‘tidak ada kehidupan suci’, ‘ketika satu makhluk mati maka lahirlah satu makhluk baru’, kondisi abadi dari sankhāra, ‘seseorang yang bertindak akan langsung mengalami buah perbuatannya; seseorang bertindak namun orang lainlah yang akan menerima akibatnya’, melihat buah tindakan (lampau) dan pandangan salah bahwa ada buah tindakan yang tidak berlaku—dengan membuang (pikiran-pikiran) seperti ini dan sejenisnya yang mengarah ke pertikaian, dia harus memahami
(ide bahwa) kekosongan mutlak adalah sifat dasar dari sankhāra, dan bahwa kekosongan mutlak adalah tanpa hasrat dan jiwa.Inilah, Baginda, sifat kedua tukang kayu yang harus
diterapkan.
Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Sang Buddha, dewa di atas para dewa, di dalam Suttanipāta:
Halau sampah dan buanglah kotoran,
Lalu usir para pengadu, kalian petapa yang tampak palsu;
Setelah menghalau mereka yang berniat jahat, bertingkah laku jahat,
Yang murni, tinggal bersama yang murni, akan menghormati satu sama lain.’
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com