PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA PEMANGSA TUJUH PUTRA
Sattaputtakhādapetivatthu (Pv 7)
[36] ‘Engkau telanjang dan bernampilan mengerikan.’ Demikian dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Savatthi mengenai peti yang menelan tujuh putranya.
Diceritakan bahwa di suatu desa tidak jauh dari Savatthi terdapat seorang perumah tangga yang mempunyai dua putra. Mereka sedang berada di puncak kehidupannya, tampan, memiliki moralitas serta perilaku yang baik. Ibu mereka memandang rendah suaminya karena merasa memiliki kekuasaan bisa melahirkan anak lelaki. Dia berpikir, ‘Aku memiliki putra.’1 Si suami, karena sudah jenuh terhadap penghinaan istrinya, mengambil istri lain yang tak lama kemudian hamil. Istri pertama menjadi amat iri hati dan membujuk seorang dokter, yang dibayar dengan uang, untuk menyebabkan keguguran bagi janin yang berusia tiga bulan itu. Ketika ditanya oleh suami dan sanak saudaranya apakah dia bertanggung jawab atas gugurnya kandungan istri muda itu, dia berbohong dan menyangkal dengan mengatakan, ‘Saya tidak bertanggung jawab.’ Karena tidak mempercayainya, mereka berkata, ‘Kalau demikian, bersumpahlah!’ Dia mengucapkan sumpah, dengan mengatakan, ‘Semoga saya melahirkan tujuh anak setiap pagi dan petang dan semoga saya memangsa daging putra-putra saya itu. Selain itu, semoga saya selalu berbau busuk dan dikerumuni lalat!’ Dia mati pada saatnya dan lahir kembali di kandungan-peta sebagai buah dari (perbuatan menyebabkan) keguguran dan berbicara bohong tersebut. Dia berkelana kian kemari tak jauh dari desa itu, memangsa daging putra-putranya dengan cara yang telah disebutkan. Pada saat itu ada banyak Thera -yang telah melewatkan masa vassa dengan berdiam di desa itu- yang sedang dalam perjalanan menuju Savatthi untuk menemui Sang Buddha. Mereka beristirahat di malam hari di suatu tempat tidak jauh dari desa itu. Peti tersebut kemudian menampakkan2 dirinya di hadapan para Thera dan thera yang senior bertanya dengan syair ini:
1. ‘Engkau telanjang dan bernampilan mengerikan; engkau mengeluarkan bau yang busuk dan menusuk. Engkau dikerumuni lalat – siapakah engkau, wahai makhluk yang berdiri di sana?’
Ketika ditanya oleh Thera itu, peti tersebut menjawab dengan tiga syair:
2. ‘Tuan, saya adalah peti, yang terlahir di alam menderita, di alam Yama; karena telah melakukan perbuatan jahat, saya telah pergi dari sini menuju ke alam peta.
3. Di fajar hari saya melahirkan tujuh putra dan di petang hari tujuh putra lagi – walaupun saya memangsa mereka semua, bahkan semua itu masih tidak cukup bagi saya.
4. [37] Hati saya membara dan terbakar rasa lapar3 dan saya tidak memperoleh penyegar -saya tersiksa seolah-olah dibakar api.’
4 Di sini penyegar (nibbutim): kelegaan dari penderitaan karena rasa lapar dan rasa haus. Saya tidak dapat memperoleh (nadhigacchami): saya tidak dapat mendapatkan. Saya tersiksa seolah-olah dibakar api (aggidaddha va atape): saya tersiksa dengan rasa panas yang luar biasa, seolah-olah saya sedang dibakar api4 (karena) saya tidak dapat memperoleh penyegar – beginilah hal ini harus ditafsirkan.
Ketika Thera tersebut mendengar hal ini, beliau mengucapkan syair yang menanyakan perbuatan yang telah dilakukan peti tersebut:
5. ‘Perbuatan jahat apakah yang telah engkau lakukan lewat tubuh, ucapan maupun pikiran? Sebagai akibat dari perbuatan yang manakah engkau memangsa daging putra-putramu?’
Peti itu kemudian mengucapkan syair-syair yang menjelaskan bagaimana dia terlahir kembali di alam para peta dan alasan dia memangsa tujuh putranya:
6. ‘Saya memiliki dua putra yang keduanya telah mencapai masa remaja;5 karena merasa memiliki kekuasaan bisa melahirkan putra6, saya memandang rendah suami saya,
7. Oleh karenanya suami saya menjadi marah dan mengambil istri lain; dan ketika dia hamil, saya merencanakan suatu perbuatan jahat untuk melawannya:
8. Karena pikiran yang jahat, saya menyebabkan dia keguguran dan janinnya yang berusia tiga bulan itu jatuh sebagai darah busuk.
9. Ibunya menjadi marah karena hal ini dan dia mengumpulkan sanak keluarganya; dia membuat saya bersumpah dan membuat (mereka) mencaci maki saya.
10. Saya mengucapkan kebohongan yang mengerikan ketika mengatakan sumpah itu bahwa jika hal itu memang saya lakukan, semoga saya memangsa daging anak-anak saya.
11. Karena akibat dari perbuatan itu dan juga karena kenyataan bahwa saya berbohong itulah maka saya memangsa daging putra-putra saya dan saya berlepotan darah dan kotoran.’
6 Di sini, memiliki kekuasaan bisa melahirkan putra : puttabalupeta=puttabalena upeta (ketetapan bentuk majemuk); kekuatan yang diperoleh lewat putra-putranya. Saya memandang rendah (atimaññissam): saya berbicara melawan, saya menjelek-jelekkan.
8 Jatuh sebagai darah busuk (putilohitako pati): janin itu keluar setelah menjadi mayat berdarah.
Selanjutnya persis sama dengan bagian sebelumnya. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa di sana ada delapan Thera sedangkan di sini ada banyak, dan di sana ada lima putra sedangkan di sini ada tujuh.
Catatan
Terbaca puttavati ahan ti puttabalena dengan Be (Se terbaca puttavasena sebagai ganti puttabalena) untuk puttavasena saja pada teks. Lihat n.6 di bawah.
Terbaca dassesi dengan Se Be untuk dasesi pada teks.
Terbaca dhumayati khudaya dengan Se Be dan I 64 di atas untuk dhumayati khudaya pada teks.
Terbaca ati-unha-atape aggina dayhamana dengan Be (se-unhe-) untuk atiunha-atape aggidayhamana pada teks; bandingkan dengan PvA 174
Terbaca sampattayobbana dengan Se Be untuk -yobhana pada teks.
puttabalupeta, salah satu dari lima kekuatan wanita, empat lainnya adalah kecantikan, kekayaan, sanak saudara dan moralitas. Jika memiliki hal-hal ini, seorang wanita tidak mungkin diseret di lehernya dan dilempar keluar dari keluarga itu -lihat S iv 246-248 dan KS iv 167 n.1; tidaklah mungkin itu adalah kekuatan putra-putranya sebagaimana disarankan Gehman.
Diceritakan bahwa di suatu desa tidak jauh dari Savatthi terdapat seorang perumah tangga yang mempunyai dua putra. Mereka sedang berada di puncak kehidupannya, tampan, memiliki moralitas serta perilaku yang baik. Ibu mereka memandang rendah suaminya karena merasa memiliki kekuasaan bisa melahirkan anak lelaki. Dia berpikir, ‘Aku memiliki putra.’1 Si suami, karena sudah jenuh terhadap penghinaan istrinya, mengambil istri lain yang tak lama kemudian hamil. Istri pertama menjadi amat iri hati dan membujuk seorang dokter, yang dibayar dengan uang, untuk menyebabkan keguguran bagi janin yang berusia tiga bulan itu. Ketika ditanya oleh suami dan sanak saudaranya apakah dia bertanggung jawab atas gugurnya kandungan istri muda itu, dia berbohong dan menyangkal dengan mengatakan, ‘Saya tidak bertanggung jawab.’ Karena tidak mempercayainya, mereka berkata, ‘Kalau demikian, bersumpahlah!’ Dia mengucapkan sumpah, dengan mengatakan, ‘Semoga saya melahirkan tujuh anak setiap pagi dan petang dan semoga saya memangsa daging putra-putra saya itu. Selain itu, semoga saya selalu berbau busuk dan dikerumuni lalat!’ Dia mati pada saatnya dan lahir kembali di kandungan-peta sebagai buah dari (perbuatan menyebabkan) keguguran dan berbicara bohong tersebut. Dia berkelana kian kemari tak jauh dari desa itu, memangsa daging putra-putranya dengan cara yang telah disebutkan. Pada saat itu ada banyak Thera -yang telah melewatkan masa vassa dengan berdiam di desa itu- yang sedang dalam perjalanan menuju Savatthi untuk menemui Sang Buddha. Mereka beristirahat di malam hari di suatu tempat tidak jauh dari desa itu. Peti tersebut kemudian menampakkan2 dirinya di hadapan para Thera dan thera yang senior bertanya dengan syair ini:
1. ‘Engkau telanjang dan bernampilan mengerikan; engkau mengeluarkan bau yang busuk dan menusuk. Engkau dikerumuni lalat – siapakah engkau, wahai makhluk yang berdiri di sana?’
Ketika ditanya oleh Thera itu, peti tersebut menjawab dengan tiga syair:
2. ‘Tuan, saya adalah peti, yang terlahir di alam menderita, di alam Yama; karena telah melakukan perbuatan jahat, saya telah pergi dari sini menuju ke alam peta.
3. Di fajar hari saya melahirkan tujuh putra dan di petang hari tujuh putra lagi – walaupun saya memangsa mereka semua, bahkan semua itu masih tidak cukup bagi saya.
4. [37] Hati saya membara dan terbakar rasa lapar3 dan saya tidak memperoleh penyegar -saya tersiksa seolah-olah dibakar api.’
4 Di sini penyegar (nibbutim): kelegaan dari penderitaan karena rasa lapar dan rasa haus. Saya tidak dapat memperoleh (nadhigacchami): saya tidak dapat mendapatkan. Saya tersiksa seolah-olah dibakar api (aggidaddha va atape): saya tersiksa dengan rasa panas yang luar biasa, seolah-olah saya sedang dibakar api4 (karena) saya tidak dapat memperoleh penyegar – beginilah hal ini harus ditafsirkan.
Ketika Thera tersebut mendengar hal ini, beliau mengucapkan syair yang menanyakan perbuatan yang telah dilakukan peti tersebut:
5. ‘Perbuatan jahat apakah yang telah engkau lakukan lewat tubuh, ucapan maupun pikiran? Sebagai akibat dari perbuatan yang manakah engkau memangsa daging putra-putramu?’
Peti itu kemudian mengucapkan syair-syair yang menjelaskan bagaimana dia terlahir kembali di alam para peta dan alasan dia memangsa tujuh putranya:
6. ‘Saya memiliki dua putra yang keduanya telah mencapai masa remaja;5 karena merasa memiliki kekuasaan bisa melahirkan putra6, saya memandang rendah suami saya,
7. Oleh karenanya suami saya menjadi marah dan mengambil istri lain; dan ketika dia hamil, saya merencanakan suatu perbuatan jahat untuk melawannya:
8. Karena pikiran yang jahat, saya menyebabkan dia keguguran dan janinnya yang berusia tiga bulan itu jatuh sebagai darah busuk.
9. Ibunya menjadi marah karena hal ini dan dia mengumpulkan sanak keluarganya; dia membuat saya bersumpah dan membuat (mereka) mencaci maki saya.
10. Saya mengucapkan kebohongan yang mengerikan ketika mengatakan sumpah itu bahwa jika hal itu memang saya lakukan, semoga saya memangsa daging anak-anak saya.
11. Karena akibat dari perbuatan itu dan juga karena kenyataan bahwa saya berbohong itulah maka saya memangsa daging putra-putra saya dan saya berlepotan darah dan kotoran.’
6 Di sini, memiliki kekuasaan bisa melahirkan putra : puttabalupeta=puttabalena upeta (ketetapan bentuk majemuk); kekuatan yang diperoleh lewat putra-putranya. Saya memandang rendah (atimaññissam): saya berbicara melawan, saya menjelek-jelekkan.
8 Jatuh sebagai darah busuk (putilohitako pati): janin itu keluar setelah menjadi mayat berdarah.
Selanjutnya persis sama dengan bagian sebelumnya. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa di sana ada delapan Thera sedangkan di sini ada banyak, dan di sana ada lima putra sedangkan di sini ada tujuh.
Catatan
Terbaca puttavati ahan ti puttabalena dengan Be (Se terbaca puttavasena sebagai ganti puttabalena) untuk puttavasena saja pada teks. Lihat n.6 di bawah.
Terbaca dassesi dengan Se Be untuk dasesi pada teks.
Terbaca dhumayati khudaya dengan Se Be dan I 64 di atas untuk dhumayati khudaya pada teks.
Terbaca ati-unha-atape aggina dayhamana dengan Be (se-unhe-) untuk atiunha-atape aggidayhamana pada teks; bandingkan dengan PvA 174
Terbaca sampattayobbana dengan Se Be untuk -yobhana pada teks.
puttabalupeta, salah satu dari lima kekuatan wanita, empat lainnya adalah kecantikan, kekayaan, sanak saudara dan moralitas. Jika memiliki hal-hal ini, seorang wanita tidak mungkin diseret di lehernya dan dilempar keluar dari keluarga itu -lihat S iv 246-248 dan KS iv 167 n.1; tidaklah mungkin itu adalah kekuatan putra-putranya sebagaimana disarankan Gehman.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com