PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA GAJAH
Nāgapetavatthu (Pv 11)
‘Dia mendahului di depan seekor gajah putih.’ Demikian dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Hutan Jeta berkenaan dengan dua peta yang dahulunya adalah brahmana.
Diceritakan bahwa YM Samkicca yang berusia 7 tahun telah mencapai tingkat arahat ketika masih berada di dalam ruang-cukur dan sedang berdiam sebagai samanera bersama tiga puluh bhikkhu di suatu tempat di hutan. [54] Setelah menyelamatkan bhikkhu-bhikkhu itu dari kematian yang akan menimpa mereka di tangan lima ratus perampok dan setelah menjinakkan para perampok serta membuat mereka meninggalkan keduniawian, samanera itu kemudian pergi menghadap1 Sang Guru. Sang Guru mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu dan pada akhir ajaran itu mereka mencapai tingkat arahat. Setelah YM Samkicca cukup dewasa dan telah menerima pentahbisan, beliau pergi ke Benares bersama lima ratus bhikkhu dan tinggal di Isipatana.2 Orang-orang pergi menghadap Thera tersebut, mendengarkan Dhamma dan dengan bakti yang dalam mereka membentuk kelompok-kelompok di sepanjang jalan, dan memberikan dana kepada para pendatang baru.3 Seorang umat awam di sana mendorong orang-orang itu (untuk menyediakan) persediaan makanan terus-menerus sesuai dengan kemampuan mereka.
Pada saat itu di Benares ada seorang brahmana yang memiliki pandangan salah. Dia mempunyai dua putra dan seorang putri. Putra yang tua ini adalah teman umat awam tersebut. Umat awam ini mengajaknya pergi menghadap YM Samkicca dan beliau mengajarkan Dhamma yang melembutkan hatinya. Kemudian umat awam tersebut berkata kepadanya, ‘Sebaiknya kamu memberikan persediaan makanan terus-menerus bagi satu bhikkhu.’ ‘Bukan kebiasaan kami para brahmana untuk memberikan persediaan makanan terus-menerus kepada petapa-petapa yang merupakan putra-putra Sakya, jadi aku tidak akan memberikan (ini).’ ‘Apakah kamu tidak mau memberikan4 makanan bahkan kepadaku?’ umat awam itu bertanya. ‘Bagaimana aku bisa tidak memberi?’ jawabnya. ‘Kalau begitu, berikanlah pada satu bhikkhu apa yang sedianya akan kamu berikan5 kepadaku.’ ‘Baiklah,’ dia setuju. Keesokan harinya, ketika masih sangat pagi, dia pergi ke vihara, menjemput satu bhikkhu dan memberinya makanan. Sementara waktu berlalu dengan cara ini, adik lakinya dan saudara perempuannya melihat perilaku para bhikkhu dan mendengarkan Dhamma. Karena menemukan keyakinan di dalam Ajaran itu, mereka bergembira dalam perbuatan-perbuatan berjasa. Maka tiga orang ini memberikan dana makanan sesuai dengan kemampuan mereka, memuliakan, menghormati, memandang tinggi dan menghargai para petapa dan brahmana. Sebaliknya, orang tua mereka tidak memiliki keyakinan maupun bakti, tidak mempunyai rasa hormat kepada kepada para petapa dan brahmana, dan tidak menghargai pelaksanaan perbuatan-perbuatan yang berjasa. Sanak saudara mereka mendesak agar putri muda mereka dinikahkan dengan sepupunya dari pihak ibu. [55] Ketika pemuda ini mendengarkan Dhamma di hadapan YM Samkicca, batinnya bergolak. Sebagai orang yang telah meninggalkan keduaniawian, dia selalu pergi ke rumah ibunya untuk makan. Ibunya mencoba memikatnya dengan sepupu putri dari pihak ibunya,6 dan karena ini, dia mulai merasa tidak puas. Dia lalu mendatangi gurunya dan berkata, ‘Saya ingin meninggalkan Sangha, Bhante. Izinkanlah saya.’ Gurunya melihat bahwa sebenarnya dia memiliki kemampuan (untuk menjadi savaka), maka beliau berkata, ‘Tunggulah satu bulan lagi, samanera.’ ‘Baiklah’, dia setuju. Setelah satu bulan berlalu, dia mendatangi (beliau) dengan cara yang sama. Gurunya sekali lagi berkata, ‘Tunggulah dua minggu saja.’ Setelah dua minggu berlalu dan (guru itu) telah diajak bicara dengan cara yang sama, beliau sekali lagi berkata, ‘Tunggulah satu minggu.’ ‘Baiklah’, dia setuju. Dalam waktu seminggu itu rumah bibi samanera itu roboh ketika atap ilalangnya hancur dan dinding-dindingnya7 yang sudah lemah dan tua dihantam oleh angin dan hujan. Brahmana, istrinya, kedua putra dan putri mereka mati tertimpa rumah itu. Brahmana dan istrinya lahir seketika di kandungan-peta, sedangkan dua putra dan putri mereka lahir seketika di antara dewa-dewa bumi. Putra yang tua muncul dengan menaiki seekor gajah, putra yang muda di dalam kereta yang ditarik oleh keledai, sedangkan putrinya di dalam tandu keemasan. Brahmana dan istrinya masing-masing mengambil palu-palu besi yang amat besar dan saling pukul. Bagian-bagian yang dipukul itu membengkak menjadi sebesar pot air yang amat besar, dan perselisihan pun memuncak sampai mereka meledak. Mereka kemudian menghantam bagian-bagian yang membengkak itu sampai pecah dan, karena dikuasai oleh kemarahan, mereka pun secara kejam saling mengutuk dengan kata-kata kasar, dan kemudian minum darah dan nanahnya. Namun tetap saja mereka tidak menemukan kepuasan.
Karena samanera itu (masih) dikuasai oleh rasa tidak puas, dia mendatangi gurunya dan berkata, ‘Saya telah menunggu sesuai hari yang telah disetujui, Bhante. Saya ingin pulang. Saya mohon diberi izin.’ Gurunya kemudian berkata, ‘Datanglah (kemari) pada saat matahari terbenam pada hari keempat belas di bulan gelap’. Dia pergi serta berdiri agak di belakang vihara Isipatana. Pada saat itu, dua devaputta tersebut, bersama dengan saudara perempuan mereka, sedang pergi pada jalan itu pula untuk menghadiri perkumpulan para yakkha. Ayah dan ibu8 mereka mengikuti di belakangnya dengan tongkat di tangan dan dengan sumpah serapah. [56] Mereka memiliki penampilan yang gelap, dibebani rambut9 yang berkibar, kasar dan amat kusut, mirip batang-batang pohon palem yang terbakar (karena disambar oleh) halilintar.10 Mereka berlumuran darah dan nanah, dan tubuh mereka berkeriput – sungguh pemandangan yang amat kotor dan menjijikkan. YM Samkicca kemudian menggunakan kekuatan supranormalnya sehingga samanera itu bisa melihat mereka semua yang berjalan di sepanjang jalan itu. Setelah samanera itu melihatnya, YM Samkicca berkata, ‘Apakah kamu melihat mereka berjalan di sepanjang jalan ini samanera?’ ‘Ya, Bhante. Saya memang melihat (mereka)’ (jawabnya). ‘Kalau demikian, tanyalah kepada mereka tindakan-tindakan apa yang telah mereka11 lalukan’. Dia bertanya kepada mereka secara bergiliran, pertama kepada yang naik gajah. ‘Kamu harus bertanya kepada para peta yang mengikuti di belakang’, kata mereka, dan samanera itu menyapa para peta dengan syair-syair ini:
1. ‘Satu mendahului di depan naik seekor gajah putih, tetapi yang di tengah di dalam kereta yang ditarik keledai, sedangkan di belakang seorang putri diusung ke mana-mana di dalam tandu keemasan, sepenuhnya bersinar cemerlang ke sepuluh penjuru.
2. Tetapi kalian, dengan palu di tangan, dengan wajah menangis dan tubuh terbelah-belah dan patah, perbuatan jahat apakah yang telah kalian lakukan ketika di alam manusia, yang menyebabkan kalian sekarang harus minum darah kalian masing-masing?’
1 Di sini di depan (purato): yang terdepan dari semuanya. Putih (setena): (berwarna) pucat. Satu mendahului (paleti): satu pergi. Tetapi yang di tengah (majjhe pana): di antara yang naik gajah dan yang naik tandu. Di dalam kereta yang ditarik keledai (assatarirathena): satu mendahului di dalam kereta yang diikatkan ke keledai betina – demikianlah hal ini harus ditafsirkan. Diusung ke mana-mana (niyati): diantar ke mana-mana. Sepenuhnya bersinar cemerlang ke sepuluh penjuru (obhasayanti dasa sabbato disa): bersinar terang ke sepuluh penjuru dengan tubuh yang cemerlang tubuhnya dan pakaian serta perhiasan-perhiasan12-nya dll. yang gemerlap.
2 Dengan palu di tangan (muggarahattapanino): mereka yang memiliki palu di tangan (panisu) (yang di sini) dianggap sebagai tangan (hattha-) adalah ‘dengan palu di tangan’. ‘Tangan’ (pani) itu sendiri13 dibatasi dengan kata hattha karena kenyataan bahwa (kalau tidak) kata itu bisa dianggap sebagai petunjuk umum dari pani sebagai alat dari kayu untuk meratakan tanah dan sebagainya.14 Dengan tubuh yang terbelah-belah dan patah (bhinnapabhinnagatta): dengan tubuh yang seluruhnya terbelah-belah dan patah karena pukulan-pukulan palu. Kalian sekarang harus minum: pivatha=pivatha (metri causa).
[57] Ketika ditanya demikian oleh samanera tersebut, para peta itu menjawab dengan empat syair (yang menceritakan) seluruh cerita itu:
3. ‘Dia yang mendahului di depan menaiki seekor gajah, dia atas gajah putih (berkaki-) empat, dahulu adalah putra tertua kami. Karena telah memberikan dana makanan, dia sekarang berbahagia dan bergembira.
4. Dia yang berada di tengah di dalam kereta yang ditarik keledai dengan empat kuk yang sedang berlari-lari kecil15, adalah putra kedua kami. Karena tidak egois dan terampil dalam praktek berdana, dia sekarang bersinar cemerlang.
5. Dia di belakang yang diusung ke mana-mana di dalam tandu, putri bijaksana dengan mata selembut mata rusa itu, dahulu adalah putri kami dan terlahir paling muda. (Karena puas) dengan separuh bagian dari jatahnya, dia sekarang berbahagia dan bergembira.
6. Di masa lalu mereka memberikan dana makan dengan bakti di hati mereka kepada para petapa dan brahmana. Sebaliknya dahulu kami sangat egois dan mencaci-maki para petapa dan brahmana. Dahulu mereka memberi dan sekarang berpuas diri, sedangkan kami layu bagaikan batang ilalang yang ditebas.’
3 Di sini dia yang mendahului di depan (purato ‘va yo gacchati): dia berjalan di depan mereka yang sedang pergi bersama-sama. Bacaan lain adalah yo so purato gacchati (dia yang mendahului di depan), yang artinya dia yang berjalan di depan sana. Naik seekor gajah (kuñjarena): di atas gajah (hatthina) yang telah memperoleh nama kuñjara karena ia membuat tanah lapang (kum), bumi, menjadi rusak (jirayati); atau pilihan lain, karena berada di lembah kecil (kuñjesu) maka ia bergembira (ramati), ia berkelana kian kemari.16 Di atas gajah … (nagena): gajah itu, naga yang baginya tak ada (na) tempat yang tidak dapat dimasuki (agamaniyam) dan tak ada sesuatu pun yang tidak dapat ditanggulangi.17 Berkaki-(empat) (catukkamena): kakinya empat. Tertua (jetthako): terlahir paling dahulu.
4 Empat(-kuk) (catubbhi): (diikatkan) ke empat keledai betina. Berlari-lari kecil (suvaggitena):15 dengan gerakan indah atau dengan gerakan cepat.
5 Dengan mata selembut mata rusa (migamandalocana): dengan mata yang memancarkan sinar kelembutan bagaikan pandangan rusa betina. [58] Dengan separuh bagian dari jatahnya: bhagaddhabhagena=bhagassa addhabhagena (ketentuan bentuk majemuk), penyebabnya adalah karena dia memberikan separuh porsi dari bagian yang dia terima untuk dirinya sendiri. Berbahagia: sukhi=sukhini, ini diberikan di sini dengan perubahan gender.
6 Mencaci-maki (paribbhasaka): menghina. Mereka sekarang berpuas diri (paricarayanti): mereka menyenangkan (carenti) indera-indera mereka semau mereka di manapun mereka suka dengan kesenangan-kesenangan indera surgawi, atau mereka menghibur diri (paricariyam18 karenti) dengan pelayan-pelayan mereka karena hasil yang luar biasa dari perbuatan-perbuatan berjasa mereka.19 Sedangkan kami layu bagaikan batang ilalang yang ditebas (mayañ ca sussama nalo va chinno): tetapi kami layu bagaikan batang ilalang yang telah dipotong dan digeletakkan di bawah terik matahari, kai terpanggang dan kering karena kelaparan dan kehausan dan karena pukulan-pukulan mematikan (yang kami terima) dari satu sama lain.
Setelah menjelaskan perbuatan-perbuatan mereka yang jahat, mereka kemudian memberitahu samanera tersebut bahwa mereka adalah bibi dan pamannya. Ketika mendengar ini, batin samanera tersebut amat tersentak, dan dia pun mengucapkan syair untuk menanyakan bagaimana makanan dapat tersedia bagi pelaku-pelaku kesalahan seperti itu:20
7. ‘Apakah makanan kalian? Apakah tempat tidur kalian?21 Bagaimanakah kalian menopang diri, wahai kalian yang dahulu bersifat sangat jahat, yang walaupun berada di antara kekayaan yang banyak dan melimpah, telah melewatkan22 (kesempatan) kalian untuk berbahagia sehingga sekarang ini memperoleh kesengsaraan?’
7 Di sini apakah makanan kalian? (kim tumhakam bojhanam): macam apakah makanan kalian? Apakah tempat tidur kalian? (kim sayanam): macam apakah tempat tidur kalian? Beberapa terbaca ‘Apakah tidur kalian?’ (kim sayanam) -macam apakah tempat tidur kalian, artinya tempat tidur macam apakah yang kalian tiduri?23 Bagaimanakah kalian menopang diri? (katham su yapetha): dengan cara apa kalian menopang diri? Alternatifnya adalah katham vo24 yapetha=katham tumhe yapetha (bentuk tata bahasa alternatif), yang artinya bagaimanakah kalian menopang diri? Kalian yang dahulu bersifat sangat jahat (supapadhammino): kalian yang dahulu amat jahat sampai sangat ekstrim. Walaupun berada di antara kekayaan yang melimpah (pahutabhogesu): walaupun berada di antara kekayaan yang amat besar dan tak terbatas. Banyak (anappakesu=na appakesu) bentuk tata bahasa alternatif): banyak. Melewatkan (kesempatan kalian) untuk berbahagia (sukham viradhaya): [59] melewatkan, kehilangan (kesempatan kalian) untuk berbahagia karena tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa yang merupakan penyebab kebahagiaan. Beberapa terbaca ‘karena melewatkan (kesempatan kalian untuk) berbahagia’ (sukhassa viradhena).25 Sekarang ini memperoleh kesengsaraan (dukkh’ ajja patta): sekarang ini, dewasa ini, telah sampai pada kesengsaraan yang menjadi milik kandungan-peta.
Ketika ditanya demikian oleh samanera itu, para peta tersebut menyampaikan syair-syair yang menjawab persoalan-persoalan26 yang ditanyakan:
8. ‘Ketika kami telah saling memukul, kami minum darah dan nanah; kami minum banyak namun kami tidak memperoleh gizi, kami tidak senang.
9. Jadi, sesungguhnya manusia-manusia yang tidak berdana akan meratap ketika, setelah kematian,27 mereka menjadi penghuni-penghuni alam Yama; mereka yang telah mengetahui28 dan memperoleh kekayaan namun tidak memanfaatkannya, atau bahkan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang berjasa,
10. Mereka akan mengalami kelaparan dan kehausan setelah kehidupan ini; para peta terbakar,29 karena lama dihanguskan. Kerena telah melakukan perbuatan-perbuatan yang membuahkan kesengsaraan,30 buah yang pahit, mereka pun menderita kesengsaraan.
11. Alangkah pendeknya usia31 kekayaan dan hasil panen dan betapa sekejapnya31 kehidupan manusia di sini; karena mengetahui yang sementara31 sebagai yang sementara, orang bijaksana akan membuat perlindungan.
12. Mereka yang memahami ini adalah manusia-manusia yang terampil dalam Dhamma; setelah mendengarkan khotbah-khotbah para Arahat, mereka tidak akan lalai memberikan dana.’
8 Di sini kami tidak memperoleh gizi (na dhatta homa): kami tidak mendapat makanan, tidak puas, tidak merasa kenyang. Tidak senang: na ruccadimhase=na ruccama (bentuk tata bahasa alternatif): kami tidak memperoleh kesenangan, artinya kami tidak meminumnya untuk kesenangan kami.
9 Jadi, sesungguhnya (icc’ eva) hanya dengan cara ini. Manusia-manusia akan meratap (macca paridevayanti): juga orang-orang lain yang, seperti kami, telah melakukan kesalahan, pasti akan meratap dan menangis meraung-raung. Yang tidak memberi (adayaka): egois, tidak memiliki keluhuran kedermawanan. Mereka menjadi penghuni-penghuni alam Yama (Yamassa thayino): secara alami mereka akan berdiam32 di alam peta, tempat tinggal Yama yang dikenal sebagai alam Yama. [60] Mereka yang telah mengetahui dan memperoleh kekayaan (ye te viditva adhigamma bhoge): mereka yang telah mengetahui dan memperoleh kekayaan yang dapat memberikan kebahagiaan yang luar biasa, baik sekarang maupun di masa depan. Namun yang tidak memanfaatkannya, atau bahkan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang berjasa, (na bhuñjare na ‘pi karonti puññam): namun yang, seperti kami, tidak menggunakan sendiri kekayaan itu, yang bahkan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa yang berlandaskan pemberian dana dengan cara memberi kepada orang lain.
10 Mereka akan mengalami kelaparan dan kehausan setelah kehidupan ini (te khuppipasupagata parattha): makhluk-makhluk ini dikuasai oleh nafsu untuk makan dan oleh kehausan di alam sana, di alam peta pada kehidupan selanjutnya. (Para peta) terbakar, karena lama dihanguskan (ciram jhayare dayhamana): artinya (peta-peta itu) terbakar,29 mereka merintih, mereka terus-menerus dibakar api nurani yang tidak nyaman, dan berpikir, ‘Aduh, kami dahulu tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, kami melakukan (hanya) perbuatan-perbuatan yang jahat’ dll. dan merintih karena api penderitaan yang disebabkan oleh kelaparan mereka. Yang membuahkan kesengsaraan (dukkhudrayani): yang mengakibatkan lkesengsaraan. Buah yang pahit, mereka menderita kesengsaraan (anubhonti dukkham katukapphalani): karena telah melakukan perbuatan-perbuatan jahat (yang menghasilkan) buah yang tidak diinginkan, mereka menderita kesengsaraan, mereka menderita kesengsaraan yang menjadi ciri alam33 yang menyedihkan, untuk waktu yang lama.
11 Pendek (ittaram): tidak berlangsung lama, tidak kekal, pasti terkena perubahan. Sekejap kehidupan manusia di sini (ittaram idha jivitam): kehidupan para makhluk di sini, di dunia manusia ini, adalah sangat sekejap, terbatas, kecil. Karena inilah Sang Buddha mengatakan, ‘Dia, yang hidup lama, hidup selama seratus tahun atau sedikit lebih lama.’* Karena mengetahui yang sementara sebagai yang sementara (ittaram ittarato natva): memastikan lewat kebijaksanaan bahwa benda-benda – seperti misalnya kekayaan dan hasil panen dll. serta kehidupan manusia – hanya bersifat sekejap, terbatas, sementara, dan tidak berlangsung lama. Orang bijaksana akan membuat perlindungan (dipam kayiratha pandito): manusia bijaksana akan membuat perlidungan, penopang, yang akan menjadi dasar bagi kebahagiaan dan kesejahteraannya34 di alam berikutnya.
* S i 108; bandingkan S ii 94
12. Mereka yang memehami ini (ye te evam pajananti): mereka yang benar-benar35 menyadari sifat kehidupan dan kekayaan manusia yang hanya sekejap, mereka tidak akan pernah lalai memberikan dana. Setelah mendengar khotbah-khotbah para Arahat (sutva arahatam vaco), artinya setelah mendengar kata-kata para arahat, kata-kata para ariya36 seperti misalnya para Buddha dll. Yang lain sudah cukup jelas.
Setelah menjelaskan hal-hal yang ditanyakan oleh samanera itu, para peta itu pun berkata, ‘Dahulu kami adalah paman dan bibimu.’ Ketika mendengar hal ini, batin samanera tersebut amat bergejolak. Dia pun menghapus ketidakpuasannya dan menjatuhkan diri dengan kepala di kaki gurunya, sambil berkata, ‘Apa pun [61] welas asih yang harus ditunjukkan karena belas kasihan, telah Bhante tunjukkan kepada saya. Sesungguhnya saya telah terlindung sehingga tidak jatuh ke dalam kesialan yang besar.37 Sekarang saya tidak lagi berminat dalam kehidupan berumah-tangga dan akan menemukan kegembiraan saya di dalam kesejahteraan-Brahma.’ YM Samkicca kemudian memberinya subjek meditasi yang cocok dengan wataknya. Dia memusatkan diri pada subjek meditasi itu dan tidak lama kemudian mencapai tingkat arahat. YM Samkicca mengajukan persoalan itu ke hadapan Sang Buddha. Sang Guru menganggap persoalan itu sebagai munculnya kebutuhan dan mengajarkan Dhamma secara rinci kepada mereka yang berada di sana. Ajaran itu bermanfaat bagi orang-orang tersebut.
Catatan
Untuk penjelasan rinci mengenai kejadian yang sering dikutip ini lihat DPPN ii 975. Syair-syair Samkicca muncul di Thag 597-607 dan bukan di ‘No. 240’ seperti yang dinyatakan oleh Gehman.
Tempat di Taman Rusa yang terkenaldi Sarnath, kira-kira 6 mil dari Benares, di mana Khotbah Pertama dibabarkan. ‘Disebut demikian karena para petapa, ketika dalam perjalanan mereka melalui udara (dari Himalaya), turun di sini atau mulai dari sini dalam penerbangan mereka’ (DPPN i 324).
Bandingkan A iii 41.
Terbaca na dassasi dengan Be untuk Se dassasi na dassasi pada teks.
Terbaca desi tam dengan Se Be untuk desitam pada teks.
Be terbaca bhatudhitaya darikaya, dengan putri muda dari saudara lelakinya, yang artinya sama saja.
Terbaca dubbalakuddham dengan Se (Be -kuttam) untuk dubbalam kutam pada teks.
Terbaca anubandhanti dengan Se Be untuk anubajjhanti pada teks; bandingkan PED sv anubajjhati.
Terbaca akulakulalukhapatitakesabhara dengan Se Be untuk sukha- pada teks.
indaggi-, secara harafiah api Indra.
Terbaca imehi dengan Se Be untuk ime pada teks.
Terbaca vatthabharanadippabhahi dengan Se Be untuk vattha- pada teks.
Terbaca pani eva dengan Se Be untuk pani pada teks.
Terbaca bhumisanhakaraniyadisu dengan Se Be untuk bhumisanha-; pengertian pani ini tidak terdaftar di PED.
Terbaca suvaggitena dengan Se Be dan Pv untuk suvagtena dan suviggatena di komentar di bawah; pengertian vaggati ini tidak terdaftar di PED.
Terbaca kuñjesu va ramati carati ti dengan Se Be untuk kuñjo suvaram aticarati pada teks. Bandingkan VvA 35 untuk etimologi yang mirip.
Terbaca nassa agamaniyam anabhibhavaniyam atthi ti dengan Be untuk n’ assa agati abhibhavaniyam atthi ti pada teks (Se). Lihat juga Thag 693 dan catatan-catatan di EV I 177; juga komentar pada S I 27. Tanda baca teks harus terbaca dengan Se Be, … nago tena nagena. Catukkamena ti …
Demikian Se Be untuk paricariyam pada teks.
Bandingkan ThagA pada Thag 96 (dikutip di EV I 145).
Tanda baca teks harus terbaca dengan Be, ‘evarupanam kibbisakarinam katham … sijjhanti’ ti.
Terbaca kim sayanam dengan Se Be untuk kissayanam pada teks.
Terbaca viradhaya dengan Se Be untuk viragaya pada teks.
Semua teks amat bervariasi mengenai hal-hal minor di sini. Agar tetap konsisten, saya mengikuti Be, kim sayanan ti kidisam sayanam. ‘Kim sayana ti keci pathanti, kidisa sayana, kidise sayane sayatha ti attho.
Demikian Se Be untuk ha pada teks; artinya tidak terpengaruh.
Demikian Se Be untuk sukhassa viragena pada teks.
Terbaca pucchitamattam dengan Se Be untuk pucchitamattam pada teks.
pecca.
Terbaca viditva dengan Se untuk vivicca pada teks; Be terbaca vidicca.
Terbaca jhayare dengan Se Be untuk ghayire pada teks; demikian juga jhayanti pada komentar di bawah untuk ghayanti pada teks.
Terbaca dukkhudrayani untuk dukkhandriyani pada teks, se dukhudrayani, Be dukhudrani; bandingkan PED sv dukkha.
ittaram.
Terbaca thanasila dengan Se Be untuk thane sila pada teks.
apayikam.
Terbaca hitasukhadhitthanam dengan Se Be untuk hitasukham itthanam pada teks.
Terbaca yathavato dengan Be (Se yathavato) untuk yatha vato pada teks; bandingkan PED sv yathava.
Yaitu anggota Ariyasangha (bandingkan PvA 1) dan dengan demikian seorang savaka, atau, seperti di sini, seorang Buddha.
Terbaca mahata vata ‘mhi anatthapatato dengan Be untuk Se mahato vata ‘mhi anatthato patato pada teks.
Diceritakan bahwa YM Samkicca yang berusia 7 tahun telah mencapai tingkat arahat ketika masih berada di dalam ruang-cukur dan sedang berdiam sebagai samanera bersama tiga puluh bhikkhu di suatu tempat di hutan. [54] Setelah menyelamatkan bhikkhu-bhikkhu itu dari kematian yang akan menimpa mereka di tangan lima ratus perampok dan setelah menjinakkan para perampok serta membuat mereka meninggalkan keduniawian, samanera itu kemudian pergi menghadap1 Sang Guru. Sang Guru mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu dan pada akhir ajaran itu mereka mencapai tingkat arahat. Setelah YM Samkicca cukup dewasa dan telah menerima pentahbisan, beliau pergi ke Benares bersama lima ratus bhikkhu dan tinggal di Isipatana.2 Orang-orang pergi menghadap Thera tersebut, mendengarkan Dhamma dan dengan bakti yang dalam mereka membentuk kelompok-kelompok di sepanjang jalan, dan memberikan dana kepada para pendatang baru.3 Seorang umat awam di sana mendorong orang-orang itu (untuk menyediakan) persediaan makanan terus-menerus sesuai dengan kemampuan mereka.
Pada saat itu di Benares ada seorang brahmana yang memiliki pandangan salah. Dia mempunyai dua putra dan seorang putri. Putra yang tua ini adalah teman umat awam tersebut. Umat awam ini mengajaknya pergi menghadap YM Samkicca dan beliau mengajarkan Dhamma yang melembutkan hatinya. Kemudian umat awam tersebut berkata kepadanya, ‘Sebaiknya kamu memberikan persediaan makanan terus-menerus bagi satu bhikkhu.’ ‘Bukan kebiasaan kami para brahmana untuk memberikan persediaan makanan terus-menerus kepada petapa-petapa yang merupakan putra-putra Sakya, jadi aku tidak akan memberikan (ini).’ ‘Apakah kamu tidak mau memberikan4 makanan bahkan kepadaku?’ umat awam itu bertanya. ‘Bagaimana aku bisa tidak memberi?’ jawabnya. ‘Kalau begitu, berikanlah pada satu bhikkhu apa yang sedianya akan kamu berikan5 kepadaku.’ ‘Baiklah,’ dia setuju. Keesokan harinya, ketika masih sangat pagi, dia pergi ke vihara, menjemput satu bhikkhu dan memberinya makanan. Sementara waktu berlalu dengan cara ini, adik lakinya dan saudara perempuannya melihat perilaku para bhikkhu dan mendengarkan Dhamma. Karena menemukan keyakinan di dalam Ajaran itu, mereka bergembira dalam perbuatan-perbuatan berjasa. Maka tiga orang ini memberikan dana makanan sesuai dengan kemampuan mereka, memuliakan, menghormati, memandang tinggi dan menghargai para petapa dan brahmana. Sebaliknya, orang tua mereka tidak memiliki keyakinan maupun bakti, tidak mempunyai rasa hormat kepada kepada para petapa dan brahmana, dan tidak menghargai pelaksanaan perbuatan-perbuatan yang berjasa. Sanak saudara mereka mendesak agar putri muda mereka dinikahkan dengan sepupunya dari pihak ibu. [55] Ketika pemuda ini mendengarkan Dhamma di hadapan YM Samkicca, batinnya bergolak. Sebagai orang yang telah meninggalkan keduaniawian, dia selalu pergi ke rumah ibunya untuk makan. Ibunya mencoba memikatnya dengan sepupu putri dari pihak ibunya,6 dan karena ini, dia mulai merasa tidak puas. Dia lalu mendatangi gurunya dan berkata, ‘Saya ingin meninggalkan Sangha, Bhante. Izinkanlah saya.’ Gurunya melihat bahwa sebenarnya dia memiliki kemampuan (untuk menjadi savaka), maka beliau berkata, ‘Tunggulah satu bulan lagi, samanera.’ ‘Baiklah’, dia setuju. Setelah satu bulan berlalu, dia mendatangi (beliau) dengan cara yang sama. Gurunya sekali lagi berkata, ‘Tunggulah dua minggu saja.’ Setelah dua minggu berlalu dan (guru itu) telah diajak bicara dengan cara yang sama, beliau sekali lagi berkata, ‘Tunggulah satu minggu.’ ‘Baiklah’, dia setuju. Dalam waktu seminggu itu rumah bibi samanera itu roboh ketika atap ilalangnya hancur dan dinding-dindingnya7 yang sudah lemah dan tua dihantam oleh angin dan hujan. Brahmana, istrinya, kedua putra dan putri mereka mati tertimpa rumah itu. Brahmana dan istrinya lahir seketika di kandungan-peta, sedangkan dua putra dan putri mereka lahir seketika di antara dewa-dewa bumi. Putra yang tua muncul dengan menaiki seekor gajah, putra yang muda di dalam kereta yang ditarik oleh keledai, sedangkan putrinya di dalam tandu keemasan. Brahmana dan istrinya masing-masing mengambil palu-palu besi yang amat besar dan saling pukul. Bagian-bagian yang dipukul itu membengkak menjadi sebesar pot air yang amat besar, dan perselisihan pun memuncak sampai mereka meledak. Mereka kemudian menghantam bagian-bagian yang membengkak itu sampai pecah dan, karena dikuasai oleh kemarahan, mereka pun secara kejam saling mengutuk dengan kata-kata kasar, dan kemudian minum darah dan nanahnya. Namun tetap saja mereka tidak menemukan kepuasan.
Karena samanera itu (masih) dikuasai oleh rasa tidak puas, dia mendatangi gurunya dan berkata, ‘Saya telah menunggu sesuai hari yang telah disetujui, Bhante. Saya ingin pulang. Saya mohon diberi izin.’ Gurunya kemudian berkata, ‘Datanglah (kemari) pada saat matahari terbenam pada hari keempat belas di bulan gelap’. Dia pergi serta berdiri agak di belakang vihara Isipatana. Pada saat itu, dua devaputta tersebut, bersama dengan saudara perempuan mereka, sedang pergi pada jalan itu pula untuk menghadiri perkumpulan para yakkha. Ayah dan ibu8 mereka mengikuti di belakangnya dengan tongkat di tangan dan dengan sumpah serapah. [56] Mereka memiliki penampilan yang gelap, dibebani rambut9 yang berkibar, kasar dan amat kusut, mirip batang-batang pohon palem yang terbakar (karena disambar oleh) halilintar.10 Mereka berlumuran darah dan nanah, dan tubuh mereka berkeriput – sungguh pemandangan yang amat kotor dan menjijikkan. YM Samkicca kemudian menggunakan kekuatan supranormalnya sehingga samanera itu bisa melihat mereka semua yang berjalan di sepanjang jalan itu. Setelah samanera itu melihatnya, YM Samkicca berkata, ‘Apakah kamu melihat mereka berjalan di sepanjang jalan ini samanera?’ ‘Ya, Bhante. Saya memang melihat (mereka)’ (jawabnya). ‘Kalau demikian, tanyalah kepada mereka tindakan-tindakan apa yang telah mereka11 lalukan’. Dia bertanya kepada mereka secara bergiliran, pertama kepada yang naik gajah. ‘Kamu harus bertanya kepada para peta yang mengikuti di belakang’, kata mereka, dan samanera itu menyapa para peta dengan syair-syair ini:
1. ‘Satu mendahului di depan naik seekor gajah putih, tetapi yang di tengah di dalam kereta yang ditarik keledai, sedangkan di belakang seorang putri diusung ke mana-mana di dalam tandu keemasan, sepenuhnya bersinar cemerlang ke sepuluh penjuru.
2. Tetapi kalian, dengan palu di tangan, dengan wajah menangis dan tubuh terbelah-belah dan patah, perbuatan jahat apakah yang telah kalian lakukan ketika di alam manusia, yang menyebabkan kalian sekarang harus minum darah kalian masing-masing?’
1 Di sini di depan (purato): yang terdepan dari semuanya. Putih (setena): (berwarna) pucat. Satu mendahului (paleti): satu pergi. Tetapi yang di tengah (majjhe pana): di antara yang naik gajah dan yang naik tandu. Di dalam kereta yang ditarik keledai (assatarirathena): satu mendahului di dalam kereta yang diikatkan ke keledai betina – demikianlah hal ini harus ditafsirkan. Diusung ke mana-mana (niyati): diantar ke mana-mana. Sepenuhnya bersinar cemerlang ke sepuluh penjuru (obhasayanti dasa sabbato disa): bersinar terang ke sepuluh penjuru dengan tubuh yang cemerlang tubuhnya dan pakaian serta perhiasan-perhiasan12-nya dll. yang gemerlap.
2 Dengan palu di tangan (muggarahattapanino): mereka yang memiliki palu di tangan (panisu) (yang di sini) dianggap sebagai tangan (hattha-) adalah ‘dengan palu di tangan’. ‘Tangan’ (pani) itu sendiri13 dibatasi dengan kata hattha karena kenyataan bahwa (kalau tidak) kata itu bisa dianggap sebagai petunjuk umum dari pani sebagai alat dari kayu untuk meratakan tanah dan sebagainya.14 Dengan tubuh yang terbelah-belah dan patah (bhinnapabhinnagatta): dengan tubuh yang seluruhnya terbelah-belah dan patah karena pukulan-pukulan palu. Kalian sekarang harus minum: pivatha=pivatha (metri causa).
[57] Ketika ditanya demikian oleh samanera tersebut, para peta itu menjawab dengan empat syair (yang menceritakan) seluruh cerita itu:
3. ‘Dia yang mendahului di depan menaiki seekor gajah, dia atas gajah putih (berkaki-) empat, dahulu adalah putra tertua kami. Karena telah memberikan dana makanan, dia sekarang berbahagia dan bergembira.
4. Dia yang berada di tengah di dalam kereta yang ditarik keledai dengan empat kuk yang sedang berlari-lari kecil15, adalah putra kedua kami. Karena tidak egois dan terampil dalam praktek berdana, dia sekarang bersinar cemerlang.
5. Dia di belakang yang diusung ke mana-mana di dalam tandu, putri bijaksana dengan mata selembut mata rusa itu, dahulu adalah putri kami dan terlahir paling muda. (Karena puas) dengan separuh bagian dari jatahnya, dia sekarang berbahagia dan bergembira.
6. Di masa lalu mereka memberikan dana makan dengan bakti di hati mereka kepada para petapa dan brahmana. Sebaliknya dahulu kami sangat egois dan mencaci-maki para petapa dan brahmana. Dahulu mereka memberi dan sekarang berpuas diri, sedangkan kami layu bagaikan batang ilalang yang ditebas.’
3 Di sini dia yang mendahului di depan (purato ‘va yo gacchati): dia berjalan di depan mereka yang sedang pergi bersama-sama. Bacaan lain adalah yo so purato gacchati (dia yang mendahului di depan), yang artinya dia yang berjalan di depan sana. Naik seekor gajah (kuñjarena): di atas gajah (hatthina) yang telah memperoleh nama kuñjara karena ia membuat tanah lapang (kum), bumi, menjadi rusak (jirayati); atau pilihan lain, karena berada di lembah kecil (kuñjesu) maka ia bergembira (ramati), ia berkelana kian kemari.16 Di atas gajah … (nagena): gajah itu, naga yang baginya tak ada (na) tempat yang tidak dapat dimasuki (agamaniyam) dan tak ada sesuatu pun yang tidak dapat ditanggulangi.17 Berkaki-(empat) (catukkamena): kakinya empat. Tertua (jetthako): terlahir paling dahulu.
4 Empat(-kuk) (catubbhi): (diikatkan) ke empat keledai betina. Berlari-lari kecil (suvaggitena):15 dengan gerakan indah atau dengan gerakan cepat.
5 Dengan mata selembut mata rusa (migamandalocana): dengan mata yang memancarkan sinar kelembutan bagaikan pandangan rusa betina. [58] Dengan separuh bagian dari jatahnya: bhagaddhabhagena=bhagassa addhabhagena (ketentuan bentuk majemuk), penyebabnya adalah karena dia memberikan separuh porsi dari bagian yang dia terima untuk dirinya sendiri. Berbahagia: sukhi=sukhini, ini diberikan di sini dengan perubahan gender.
6 Mencaci-maki (paribbhasaka): menghina. Mereka sekarang berpuas diri (paricarayanti): mereka menyenangkan (carenti) indera-indera mereka semau mereka di manapun mereka suka dengan kesenangan-kesenangan indera surgawi, atau mereka menghibur diri (paricariyam18 karenti) dengan pelayan-pelayan mereka karena hasil yang luar biasa dari perbuatan-perbuatan berjasa mereka.19 Sedangkan kami layu bagaikan batang ilalang yang ditebas (mayañ ca sussama nalo va chinno): tetapi kami layu bagaikan batang ilalang yang telah dipotong dan digeletakkan di bawah terik matahari, kai terpanggang dan kering karena kelaparan dan kehausan dan karena pukulan-pukulan mematikan (yang kami terima) dari satu sama lain.
Setelah menjelaskan perbuatan-perbuatan mereka yang jahat, mereka kemudian memberitahu samanera tersebut bahwa mereka adalah bibi dan pamannya. Ketika mendengar ini, batin samanera tersebut amat tersentak, dan dia pun mengucapkan syair untuk menanyakan bagaimana makanan dapat tersedia bagi pelaku-pelaku kesalahan seperti itu:20
7. ‘Apakah makanan kalian? Apakah tempat tidur kalian?21 Bagaimanakah kalian menopang diri, wahai kalian yang dahulu bersifat sangat jahat, yang walaupun berada di antara kekayaan yang banyak dan melimpah, telah melewatkan22 (kesempatan) kalian untuk berbahagia sehingga sekarang ini memperoleh kesengsaraan?’
7 Di sini apakah makanan kalian? (kim tumhakam bojhanam): macam apakah makanan kalian? Apakah tempat tidur kalian? (kim sayanam): macam apakah tempat tidur kalian? Beberapa terbaca ‘Apakah tidur kalian?’ (kim sayanam) -macam apakah tempat tidur kalian, artinya tempat tidur macam apakah yang kalian tiduri?23 Bagaimanakah kalian menopang diri? (katham su yapetha): dengan cara apa kalian menopang diri? Alternatifnya adalah katham vo24 yapetha=katham tumhe yapetha (bentuk tata bahasa alternatif), yang artinya bagaimanakah kalian menopang diri? Kalian yang dahulu bersifat sangat jahat (supapadhammino): kalian yang dahulu amat jahat sampai sangat ekstrim. Walaupun berada di antara kekayaan yang melimpah (pahutabhogesu): walaupun berada di antara kekayaan yang amat besar dan tak terbatas. Banyak (anappakesu=na appakesu) bentuk tata bahasa alternatif): banyak. Melewatkan (kesempatan kalian) untuk berbahagia (sukham viradhaya): [59] melewatkan, kehilangan (kesempatan kalian) untuk berbahagia karena tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa yang merupakan penyebab kebahagiaan. Beberapa terbaca ‘karena melewatkan (kesempatan kalian untuk) berbahagia’ (sukhassa viradhena).25 Sekarang ini memperoleh kesengsaraan (dukkh’ ajja patta): sekarang ini, dewasa ini, telah sampai pada kesengsaraan yang menjadi milik kandungan-peta.
Ketika ditanya demikian oleh samanera itu, para peta tersebut menyampaikan syair-syair yang menjawab persoalan-persoalan26 yang ditanyakan:
8. ‘Ketika kami telah saling memukul, kami minum darah dan nanah; kami minum banyak namun kami tidak memperoleh gizi, kami tidak senang.
9. Jadi, sesungguhnya manusia-manusia yang tidak berdana akan meratap ketika, setelah kematian,27 mereka menjadi penghuni-penghuni alam Yama; mereka yang telah mengetahui28 dan memperoleh kekayaan namun tidak memanfaatkannya, atau bahkan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang berjasa,
10. Mereka akan mengalami kelaparan dan kehausan setelah kehidupan ini; para peta terbakar,29 karena lama dihanguskan. Kerena telah melakukan perbuatan-perbuatan yang membuahkan kesengsaraan,30 buah yang pahit, mereka pun menderita kesengsaraan.
11. Alangkah pendeknya usia31 kekayaan dan hasil panen dan betapa sekejapnya31 kehidupan manusia di sini; karena mengetahui yang sementara31 sebagai yang sementara, orang bijaksana akan membuat perlindungan.
12. Mereka yang memahami ini adalah manusia-manusia yang terampil dalam Dhamma; setelah mendengarkan khotbah-khotbah para Arahat, mereka tidak akan lalai memberikan dana.’
8 Di sini kami tidak memperoleh gizi (na dhatta homa): kami tidak mendapat makanan, tidak puas, tidak merasa kenyang. Tidak senang: na ruccadimhase=na ruccama (bentuk tata bahasa alternatif): kami tidak memperoleh kesenangan, artinya kami tidak meminumnya untuk kesenangan kami.
9 Jadi, sesungguhnya (icc’ eva) hanya dengan cara ini. Manusia-manusia akan meratap (macca paridevayanti): juga orang-orang lain yang, seperti kami, telah melakukan kesalahan, pasti akan meratap dan menangis meraung-raung. Yang tidak memberi (adayaka): egois, tidak memiliki keluhuran kedermawanan. Mereka menjadi penghuni-penghuni alam Yama (Yamassa thayino): secara alami mereka akan berdiam32 di alam peta, tempat tinggal Yama yang dikenal sebagai alam Yama. [60] Mereka yang telah mengetahui dan memperoleh kekayaan (ye te viditva adhigamma bhoge): mereka yang telah mengetahui dan memperoleh kekayaan yang dapat memberikan kebahagiaan yang luar biasa, baik sekarang maupun di masa depan. Namun yang tidak memanfaatkannya, atau bahkan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang berjasa, (na bhuñjare na ‘pi karonti puññam): namun yang, seperti kami, tidak menggunakan sendiri kekayaan itu, yang bahkan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa yang berlandaskan pemberian dana dengan cara memberi kepada orang lain.
10 Mereka akan mengalami kelaparan dan kehausan setelah kehidupan ini (te khuppipasupagata parattha): makhluk-makhluk ini dikuasai oleh nafsu untuk makan dan oleh kehausan di alam sana, di alam peta pada kehidupan selanjutnya. (Para peta) terbakar, karena lama dihanguskan (ciram jhayare dayhamana): artinya (peta-peta itu) terbakar,29 mereka merintih, mereka terus-menerus dibakar api nurani yang tidak nyaman, dan berpikir, ‘Aduh, kami dahulu tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, kami melakukan (hanya) perbuatan-perbuatan yang jahat’ dll. dan merintih karena api penderitaan yang disebabkan oleh kelaparan mereka. Yang membuahkan kesengsaraan (dukkhudrayani): yang mengakibatkan lkesengsaraan. Buah yang pahit, mereka menderita kesengsaraan (anubhonti dukkham katukapphalani): karena telah melakukan perbuatan-perbuatan jahat (yang menghasilkan) buah yang tidak diinginkan, mereka menderita kesengsaraan, mereka menderita kesengsaraan yang menjadi ciri alam33 yang menyedihkan, untuk waktu yang lama.
11 Pendek (ittaram): tidak berlangsung lama, tidak kekal, pasti terkena perubahan. Sekejap kehidupan manusia di sini (ittaram idha jivitam): kehidupan para makhluk di sini, di dunia manusia ini, adalah sangat sekejap, terbatas, kecil. Karena inilah Sang Buddha mengatakan, ‘Dia, yang hidup lama, hidup selama seratus tahun atau sedikit lebih lama.’* Karena mengetahui yang sementara sebagai yang sementara (ittaram ittarato natva): memastikan lewat kebijaksanaan bahwa benda-benda – seperti misalnya kekayaan dan hasil panen dll. serta kehidupan manusia – hanya bersifat sekejap, terbatas, sementara, dan tidak berlangsung lama. Orang bijaksana akan membuat perlindungan (dipam kayiratha pandito): manusia bijaksana akan membuat perlidungan, penopang, yang akan menjadi dasar bagi kebahagiaan dan kesejahteraannya34 di alam berikutnya.
* S i 108; bandingkan S ii 94
12. Mereka yang memehami ini (ye te evam pajananti): mereka yang benar-benar35 menyadari sifat kehidupan dan kekayaan manusia yang hanya sekejap, mereka tidak akan pernah lalai memberikan dana. Setelah mendengar khotbah-khotbah para Arahat (sutva arahatam vaco), artinya setelah mendengar kata-kata para arahat, kata-kata para ariya36 seperti misalnya para Buddha dll. Yang lain sudah cukup jelas.
Setelah menjelaskan hal-hal yang ditanyakan oleh samanera itu, para peta itu pun berkata, ‘Dahulu kami adalah paman dan bibimu.’ Ketika mendengar hal ini, batin samanera tersebut amat bergejolak. Dia pun menghapus ketidakpuasannya dan menjatuhkan diri dengan kepala di kaki gurunya, sambil berkata, ‘Apa pun [61] welas asih yang harus ditunjukkan karena belas kasihan, telah Bhante tunjukkan kepada saya. Sesungguhnya saya telah terlindung sehingga tidak jatuh ke dalam kesialan yang besar.37 Sekarang saya tidak lagi berminat dalam kehidupan berumah-tangga dan akan menemukan kegembiraan saya di dalam kesejahteraan-Brahma.’ YM Samkicca kemudian memberinya subjek meditasi yang cocok dengan wataknya. Dia memusatkan diri pada subjek meditasi itu dan tidak lama kemudian mencapai tingkat arahat. YM Samkicca mengajukan persoalan itu ke hadapan Sang Buddha. Sang Guru menganggap persoalan itu sebagai munculnya kebutuhan dan mengajarkan Dhamma secara rinci kepada mereka yang berada di sana. Ajaran itu bermanfaat bagi orang-orang tersebut.
Catatan
Untuk penjelasan rinci mengenai kejadian yang sering dikutip ini lihat DPPN ii 975. Syair-syair Samkicca muncul di Thag 597-607 dan bukan di ‘No. 240’ seperti yang dinyatakan oleh Gehman.
Tempat di Taman Rusa yang terkenaldi Sarnath, kira-kira 6 mil dari Benares, di mana Khotbah Pertama dibabarkan. ‘Disebut demikian karena para petapa, ketika dalam perjalanan mereka melalui udara (dari Himalaya), turun di sini atau mulai dari sini dalam penerbangan mereka’ (DPPN i 324).
Bandingkan A iii 41.
Terbaca na dassasi dengan Be untuk Se dassasi na dassasi pada teks.
Terbaca desi tam dengan Se Be untuk desitam pada teks.
Be terbaca bhatudhitaya darikaya, dengan putri muda dari saudara lelakinya, yang artinya sama saja.
Terbaca dubbalakuddham dengan Se (Be -kuttam) untuk dubbalam kutam pada teks.
Terbaca anubandhanti dengan Se Be untuk anubajjhanti pada teks; bandingkan PED sv anubajjhati.
Terbaca akulakulalukhapatitakesabhara dengan Se Be untuk sukha- pada teks.
indaggi-, secara harafiah api Indra.
Terbaca imehi dengan Se Be untuk ime pada teks.
Terbaca vatthabharanadippabhahi dengan Se Be untuk vattha- pada teks.
Terbaca pani eva dengan Se Be untuk pani pada teks.
Terbaca bhumisanhakaraniyadisu dengan Se Be untuk bhumisanha-; pengertian pani ini tidak terdaftar di PED.
Terbaca suvaggitena dengan Se Be dan Pv untuk suvagtena dan suviggatena di komentar di bawah; pengertian vaggati ini tidak terdaftar di PED.
Terbaca kuñjesu va ramati carati ti dengan Se Be untuk kuñjo suvaram aticarati pada teks. Bandingkan VvA 35 untuk etimologi yang mirip.
Terbaca nassa agamaniyam anabhibhavaniyam atthi ti dengan Be untuk n’ assa agati abhibhavaniyam atthi ti pada teks (Se). Lihat juga Thag 693 dan catatan-catatan di EV I 177; juga komentar pada S I 27. Tanda baca teks harus terbaca dengan Se Be, … nago tena nagena. Catukkamena ti …
Demikian Se Be untuk paricariyam pada teks.
Bandingkan ThagA pada Thag 96 (dikutip di EV I 145).
Tanda baca teks harus terbaca dengan Be, ‘evarupanam kibbisakarinam katham … sijjhanti’ ti.
Terbaca kim sayanam dengan Se Be untuk kissayanam pada teks.
Terbaca viradhaya dengan Se Be untuk viragaya pada teks.
Semua teks amat bervariasi mengenai hal-hal minor di sini. Agar tetap konsisten, saya mengikuti Be, kim sayanan ti kidisam sayanam. ‘Kim sayana ti keci pathanti, kidisa sayana, kidise sayane sayatha ti attho.
Demikian Se Be untuk ha pada teks; artinya tidak terpengaruh.
Demikian Se Be untuk sukhassa viragena pada teks.
Terbaca pucchitamattam dengan Se Be untuk pucchitamattam pada teks.
pecca.
Terbaca viditva dengan Se untuk vivicca pada teks; Be terbaca vidicca.
Terbaca jhayare dengan Se Be untuk ghayire pada teks; demikian juga jhayanti pada komentar di bawah untuk ghayanti pada teks.
Terbaca dukkhudrayani untuk dukkhandriyani pada teks, se dukhudrayani, Be dukhudrani; bandingkan PED sv dukkha.
ittaram.
Terbaca thanasila dengan Se Be untuk thane sila pada teks.
apayikam.
Terbaca hitasukhadhitthanam dengan Se Be untuk hitasukham itthanam pada teks.
Terbaca yathavato dengan Be (Se yathavato) untuk yatha vato pada teks; bandingkan PED sv yathava.
Yaitu anggota Ariyasangha (bandingkan PvA 1) dan dengan demikian seorang savaka, atau, seperti di sini, seorang Buddha.
Terbaca mahata vata ‘mhi anatthapatato dengan Be untuk Se mahato vata ‘mhi anatthato patato pada teks.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com