PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA IBU SARIPUTTA THERA
Sāriputtattheramātupetivatthu (Pv 14)
‘Telanjang dan berpenampilan buruk engkau.’ Ini dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Hutan Bambu sehubungan dengan seorang peti yang dulunya ibu dari Y. M. Sariputta Thera dalam kelahiran kelima sebelumnya.
Suatu hari Y. M. Sariputta, Y. M. Mahamoggallana, Y. M. Anuruddha dan Y. M. Kappina sedang berdiam di suatu tempat di hutan yang tidak jauh dari Rajagaha. Pada saat itu di Benares ada seorang brahmana yang memiliki kekayaan besar, kesejahteraan besar, timbunan emas dan perak yang luar biasa. Dia mau memberikan makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan sebagainya kepada para petapa dan brahmana, fakir miskin, gelandangan,2 pelancong dan pengemis, bagaikan sumur yang memberikan air. Dia memberi kepada semua pendatang, sesuai dengan kesempatan dan kebutuhan,3 menyimpan berbagai hadiah yang terdiri dari segala kebutuhan seperti misalnya air (untuk mencuci) kaki, (salep) untuk merawat kaki dan sebagainya,4 serta melayani para bhikkhu dengan baik lewat makanan dan minuman dll. untuk makan pagi mereka. Jika pergi ke tempat lain, dia akan berkata kepada istrinya, ‘Sayang, tolong lanjutkan dengan saksama pemberian dana seperti yang telah saya atur. Jangan sampai berkurang.’ ‘Baiklah’, istrinya setuju5. Tetapi ketika suaminya pergi, dia tidak lagi memberikan dana yang telah diatur untuk para bhikkhu. Kepada para pelancong yang mencari tempat tinggal, dia akan menunjukkan gudang tua yang telah tidak terpakai6 di belakang rumah dan mengatakan, ‘Kalian bisa tinggal di sini’. Jika para pelancong datang untuk mencari makanan, minuman dan sebagainya, dia akan berkata, ‘Makan saja kotoran; minum saja air kencing, minum saja darah; makan saja otak ibumu!’. Dan dia mengutuk mereka dengan kata-kata yang kotor dan menjijikkan.
Ketika tiba waktu kematiannya, dia terseret oleh kekuatan tindakannya dan terlahir di kandungan-peta dan menjalani kesengsaraan sesuai dengan perilaku buruknya dalam ucapan. [79] Mengingat hubungan mereka di dalam kelahiran dahulu dan karena ingin menemui Y. M. Sariputta, peti tersebut pergi ke vihara7 Y. M. Sariputta, tetapi para-devata (penjaga) vihara itu tidak mengizinkannya masuk ke vihara. Dikatakan bahwa dulunya dia adalah ibu dari Thera tersebut di dalam kelahiran kelima sebelumnya. Oleh karenanya dia berkata, ‘Di dalam kelahiran kelima sebelum ini, saya adalah ibu dari Sariputta yang mulia; tolong izinkanlah saya masuk melalui gerbang untuk menemui Thera Sariputta.’ Ketika mendengar hal ini, para devata tersebut memberikan izin. Setelah masuk, dia berdiri di ujung tempat-berjalan8 dan menampakkan diri kepada Thera tersebut. Ketika Thera itu melihatnya, hatinya tergugah oleh welas asih dan beliau bertanya dengan syair:
1. ‘Telanjang dan berpenampilan buruk engkau, kurus kering dan dengan nadi yang menonjol. Engkau yang kurus, dengan tulang iga yang menonjol keluar, siapakah engkau, engkau yang berdiri di sana ?’
Ditanya oleh Thera Sariputta, peti itu menyampaikan lima syair ini sebagai jawabannya:
2. ‘Dahulu saya adalah ibumu sendiri di dalam kelahiran-kelahiran sebelumnya, tetapi saya sekarang terlahir di alam peta, dikuasai oleh rasa lapar dan haus.
3. Muntahan, dahak, ludah, ingus, lendir, lemak dari makhluk yang sedang dibakar dan darah wanita yang melahirkan,
4. Dan darah dari luka dan dari hidung serta itu dari kepala yang remuk – dikuasai oleh rasa lapar saya makan apa yang melekat pada pria dan wanita.
5. Saya makan nanah serta darah ternak9 dan manusia; saya tidak punya tempat berteduh dan tidak punya rumah,10 beristirahat di ranjang yang hitam.
6. Berikanlah, Nak, suatu pemberian demi saya dan setelah engkau memberikannya, tujukanlah jasa itu kepadaku – dengan demikian saya pasti akan terbebas dari makan nanah dan darah.’
2 Di sini, dahulu saya adalah ibumu sendiri (ahan te sakiya mata): saya adalah ibumu sendiri yang melahirkanmu ke dunia. Di dalam kelahiran-kelahiran sebelumnya (pubbe aññasu jatisu): sebagai ibumu tetapi bukan di dalam kelahiran ini melainkan di dalam kelahiran-kelahiran lain sebelumnya, di dalam kelahiran kelima saya sebelumnya – beginilah hal ini harus dipahami. Tetapi saya sekarang terlahir di alam peta (uppanna pettivi-sayam); tetapi sekarang saya telah terlahir di alam para peta lewat kelahiran ulang. [80] Dikuasai oleh rasa lapar dan haus (khuppipasasamappita): memiliki rasa lapar dan haus, yang artinya terus-menerus dikuasai oleh nafsu untuk makan dan minum.
3 Muntahan (chadditam): artinya yang dimuntahkan.11 Dahak (khipitam): kotoran yang keluar dari mulut ketika membersihkan tenggorokan. Ludah (khelam): liur. Ingus (singhanikam): kotoran yang keluar dari hidung setelah mengalir dari otak. Lendir: silesamam=semham (bentuk tata bahasa alternatif).12 Lemak dari makhluk yang sedang dibakar (vasañ ca dayhamananam): lemak dan minyak dari jasad yang sedang dibakar di tumpukan pembakaran mayat. Dan darah wanita yang melahirkan (vijitanañ ca lohitam): dan darah dari wanita yang telah melahirkan; kotoran dari kandungan tercakup lewat kata ‘dan’.
4 Dari luka (vanitanam): dari luka yang telah muncul. Itu (yam): darah itu – inilah (kata) yang menghubungkan. Dari hidung serta dari kepala yang remuk (ghanasisacchinnam): saya makan darah dari hidung yang remuk dan juga dari kepala yang remuk – beginilah hal ini harus dipahami. ‘Dari hidung dan kepala yang remuk’ ini merupakan awal untuk ajaran (selanjutnya). Karena saya juga makan darah dari tangan dan kaki yang remuk dan sebagainya, darah13 dari sini bisa juga dianggap sebagai yang tercakup dalam (ungkapan) ‘dari luka’. Dikuasai oleh rasa lapar (khudapareta): dipenuhi oleh nafsu untuk makan. Apa yang melekat pada pria dan wanita (itthipurisanissitam): ini menunjukkan bahwa dia makan apa yang melekat pada tubuh pria dan wanita seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dan makan benda-benda lain14 seperti misalnya kulit, daging, otot, nanah dan sebagainya.
5 Dari ternak (pasunam): dari kambing, sapi dan kerbau dan sebagainya.15 Tidak punya tempat berteduh (alena): tanpa perlindungan. Tidak punya rumah (anagara): tanpa tempat tinggal. Beristirahat di ranjang yang hitam (nilamañcaparayana): terbaring di ranjang kotor yang telah ditinggalkan16 di tempat penguburan. Atau pilihan lain, ‘hitam’ (nila): mengacu kepada tanah kuburan yang banyak abu serta bara apinya, yang artinya terbaring saja di situ seolah-olah itu adalah ranjang.
6 Tujukanlah jasa itu kepadaku (anvadisahi me): tolong berikan suatu hadiah yang ditujukan, yang dibaktikan sedemikian sehingga dana yang telah diberikan itu bermanfaat bagiku.17 Dengan demikian saya pasti akan terbebas dari makan nanah dan darah (app’ eva nama muñceyyam pubbalohitabhojana): tentunya saya akan terbebas dari kehidupan sebagai peti yang makan nanah dan darah lewat sarana baktimu ini.
Ketika mendengar hal ini, keesokan harinya Y. M. Sariputta Thera berunding dengan tiga Thera yang lain, di antaranya yaitu Mahamoggallana Thera. Lalu bersama-sama mereka pergi [81] ke Rajagaha untuk mengumpulkan dana makanan, dan sampai di tempat kediaman raja Bimbisara. Ketika melihat Thera tersebut, raja memberi hormat dan menanyakan alasan kunjungan beliau dengan mengatakan, ‘Untuk tujuan apakah Bhante datang kemari?’ Y. M. Mahamoggallana memberitahukan kejadian itu kepada raja. Raja berkata, ‘Saya memberikan izin, Bhante’, dan kemudian mempersilakan para Thera untuk kembali. Raja mengundang menteri yang bertugas mengurusi segalanya dan memberikan perintah, ‘Buatlah empat gubuk di dekat kota di hutan kecil yang teduh dan ada airnya.’ Dia membagi kota bagian dalam18 menjadi tiga menurut kekhususannya, menyuruh empat gubuk itu diberi atap,19 dan kemudian pergi sendiri ke sana dan melakukan apa yang harus dilakukan. Ketika gubuk itu telah selesai dibangun, raja menyuruh semua persembahan20 makanan dipersiapkan dan semua kebutuhan21 yang pantas seperti misalnya makanan, minuman, pakaian dan sebagainya disiapkan untuk Sangha para bhikkhu dengan Sang Buddha sebagai pemimpinnya, dan kemudian menyerahkan semua ini kepada Y. M. Sariputta Thera. Atas nama peti itu, Sariputta Thera kemudian memberikan semua ini kepada Sangha para bhikkhu dari empat penjuru22 dengan Sang Buddha sebagai pemimpinnya. Peti itu menunjukkan penghargaannya kepada beliau dan terlahir di devaloka, memiliki secara melimpah semua yang diinginkannya. Pada hari berikutnya dia mendatangi Mahamoggallana Thera, menghormat beliau dan tetap tinggal di sana sementara Thera tersebut bertanya kepadanya. Secara terperinci dia menceritakan kepada Thera itu bagaimana dia muncul sebagai peti dan sebagai devi. Untuk alasan inilah dikatakan:
7. ‘Setelah mendengar apa yang ingin dikatakan oleh ibunya, Upatissa23 -yang memiliki belas kasihan-, berunding dengan Moggallana, Anuruddha dan Kappina.
8. Dia membangun empat gubuk24 dan memberikan gubuk-gubuk beserta makanan dan minuman itu kepada Sangha dari empat penjuru dan kemudian mempersembahkan dana itu kepada ibunya.
9. Begitu dia mempersembahkan ini, hasilnya langsung muncul, makanan, minuman dan pakaian sebagai buah dari dana ini.
10. Setelah itu dia menjadi murni, terbungkus pakaian yang bersih dan segar, mengenakan pakaian yang lebih halus daripada pakaian Kasi. Dan, dengan berhiaskan berbagai pakaian dan perhiasan, dia mendatangi Kolita.’25
8 Di sini, dia memberikan kepada Sangha dari empat penjuru: sanghe catuddise ada = catuddisassa sanghassa adasi (bentuk tata bahasa alternatif), yang artinya dia menyerahkan (kepada mereka).
[82] Yang lain sama artinya dengan yang telah disebutkan.
Y. M. Mahamoggallana kemudian bertanya kepada peti tersebut:
11. ‘Engkau yang berdiri dengan kecantikan yang memukau, wahai devata, menyinari segala penjuru bagaikan Bintang Penyembuh,
12. Disebabkan oleh apakah kecantikanmu yang seperti itu? Disebabkan oleh apakah hal ini bisa tercapai olehmu di sini sehingga muncul kenikmatan-kenikmatan apa pun yang menyenangkan hatimu?
13. Saya bertanya kepadamu, devi nan amat agung, tindakan-tindakan berjasa apakah yang telah engkau lakukan ketika engkau sebagai manusia dulu? Disebabkan oleh karena apakah keagunganmu yang bersinar sedemikian ini dan kecantikanmu yang memancar ke segala penjuru?”
Dia kemudian menjawab dengan mengatakan, ‘Saya adalah ibu dari Sariputta’26dan seterusnya. Yang lain sama artinya dengan yang telah disebutkan.
Kemudian Y. M. Mahamoggallana Thera mengajukan persoalan tersebut kepada Sang Buddha. Sang Buddha menganggap persoalan tersebut sebagai suatu kebutuhan yang muncul dan mengajarkan Dhamma kepada mereka yang berkumpul di sana. Ajaran itu bermanfaat bagi orang-orang tersebut.
Catatan:
1 Demikian Be untuk Se Sariputtattherassa Matu- pada teks.
2 Terbaca -kapanaddhika- dengan Se Be untuk -kapaniddhika- -pada teks.
3 Terbaca yatharaham dengan Se Be untuk yatha raham pada teks.
4 Terbaca padodakapadabbhañjanadidananupubbakam sabbabhideyyam dengan Be ( Se) untuk padodakapadabbhañjanadidanam anupubbakam sabbapatheyyam pada teks.
5 Terbaca patissunitva dengan Se Be untuk patisunitva pada teks.
6 Terbaca chadditam dengan Se Be untuk chaddhitam pada teks.
7 Vihara ini rupanya berada di hutan. Dikatakan bahwa dulunya dia tinggal di situ.
8 Cankamanakotiyam, satu jalur tanah yang panjang untuk orang berjalan bolak-balik ketika mengembangkan kewaspadaan; bandingkan juga dengan GS iii 21 no. 2.
9 Terbaca pasunam dengan Se Be untuk pasunam pada teks.
10 Terbaca anagãrã dengan Se Be untuk anagarã pada teks.
11 Terbaca vantan ti dengan Se Be untuk vantan ii pada teks.
12 silesuma adalah bentuk diaeretik (pemisahan satu suku kata menjadi dua) dari pemendekan semha; bandingkan dengan PED sv silesuma.
13 Teks secara salah memulai kalimat baru di sini.
14 Terbaca aññañ ca dengan Se Be untuk aññañ pada teks.
15 Bandingkan dengan II 1312, PvA 166 dan A V XI 2 9.
16 Terbaca chadditamalamañcasayana dengan Se Be untuk chadditamala mañcasayana pada teks.
17 Terbaca mayham upakappati tatha uddisa pattidanam dehi dengan Se Be untuk mayham uddissa patidanam dehi pada teks.
18 antepure, kadang-kadang berarti harem tetapi di sini jelas berarti para pengrajin di istana atau di kota.
19 Mengambil teks vl paticchadesi pada teks untuk paticchapesi pada semua teks.
20 balikaranam; persembahan berunsur- lima atas nama sanak saudara, tamu, para peta, raja dan para devata dapat ditemukan di A ii 68 (bandingkan dengan A iii 45).
21 parikkhare, ada berbagai daftar, mungkin yang paling awal adalah daftar empat kebutuhan pokok, yaitu jubah, dana makanan, tempat tidur dan tempat duduk, serta obat-obatan, yang biasanya terdapat di seluruh teks ini. Bandingkan dengan PED sv.
22 Benda-benda bisa didanakan kepada para bhikkhu lewat satu dari dua cara, yaitu kepada bhikkhu individu untuk digunakan sendiri atau kepada seorang bhikkhu (atau para bhikkhu) atas nama seluruh Sangha. Dalam kasus yang terakhir, apa yang diberikan kemudian menjadi sanghika atau harta benda Sangha dan tidak dapat diambil oleh bhikkhu individu. Jika seorang bhikkhu ingin memberikan sesuatu kepada umat yang berkunjung, maka dia biasanya melakukannya dengan sekaligus menyatakan bahwa benda itu bukan sanghika. Artinya, benda itu adalah miliknya sendiri yang dapat diberikan sesuka hatinya. Lihat Vin i 250 yang dengan jelas membedakan kedua metode ini dan bandingkan juga dengan II 325, III 210, 14. Lihat juga S. Dutt, Early Buddhist Monachism, 1960, hal. 67 dst. Jasa yang diperoleh lewat pemberian kepada Sangha Bhikkhu dari empat penjuru bisa diharapkan melampaui jasa yang diperoleh lewat suatu hadiah kepada bhikkhu individu, sekalipun jika bhikkhu individu itu adalah seorang Arahat. Tetapi dengan dasar prinsip yang ditentukan di M i 236 dst. akan tampak bahwa jasa yang diperoleh oleh Bimbisara adalah jasa dari memberikan hadiah kepada Sariputta sendiri saja, sementara yang diperoleh oleh Sariputta (dan ditujukan kepada peti itu) adalah jasa yang diperoleh lewat dana berikutnya kepada Sangha dari empat penjuru, dan dengan demikian jauh lebih besar bobotnya.
23 Nama pribadi Sariputta (M i 150), dan menurut beberapa cerita adalah nama desanya.
24 cattaso kutiyo katva, rupanya dengan membujuk raja untuk melakukan hal ini atas namanya seperti yang disarankan cerita di atas; komentar di bawah tidak ada.
25 Nama pribadi Mahamoggallana, yang sama dengan nama desanya. Syair ini terdapat di Se dan Be serta teks kami dan catatan Gehman bahwa itu ‘hanya di MS Burma, Koleksi Phayre’ mungkin harus dihilangkan.
26 Kata-kata di sini secara tegas menyarankan bahwa pada mulanya ada lebih banyak syair sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di dalam syair 12-13. Teks kami, Se dan Be tidak memuatnya, dua MSS. yang kemudian dikonsultasikan oleh Hardy menambahkan satu syair lagi:
Melalui dana Sariputta, saya dapat bersenang-senang, karena tidak ada rasa takut dari penjuru mana pun. Saya, tuan, datang untuk memberi hormat kepada orang suci yang penuh welas asih bagi dunia.
(Sariputtassa danena modami akutobhaya munim karunikam loke tam bhaddante vanditum agata ti)
dan salah satu dari MSS. ini, yang rupanya disisipkan setelah syair 13 dan sebelum syair tambahan ini ada pengulangan dari syair 2-5 di atas. Tetapi ada perkecualian yaitu bahwa ‘Saya dulu ibumu sendiri’ (ahan te sakiya mata) pada syair 2 sekarang digantikan dengan ‘Dia dulu adalah ibu Sariputta’ (Sariputtassa sa mata) yang mirip sekali dengan ‘Saya dulu ibu Sariputta’ (Sariputtass’ aham mata) yang rupanya dikutip di sini oleh Dhammapala (lihat JPTS 1904-5 hal. 149 dan Pv).
Suatu hari Y. M. Sariputta, Y. M. Mahamoggallana, Y. M. Anuruddha dan Y. M. Kappina sedang berdiam di suatu tempat di hutan yang tidak jauh dari Rajagaha. Pada saat itu di Benares ada seorang brahmana yang memiliki kekayaan besar, kesejahteraan besar, timbunan emas dan perak yang luar biasa. Dia mau memberikan makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dan sebagainya kepada para petapa dan brahmana, fakir miskin, gelandangan,2 pelancong dan pengemis, bagaikan sumur yang memberikan air. Dia memberi kepada semua pendatang, sesuai dengan kesempatan dan kebutuhan,3 menyimpan berbagai hadiah yang terdiri dari segala kebutuhan seperti misalnya air (untuk mencuci) kaki, (salep) untuk merawat kaki dan sebagainya,4 serta melayani para bhikkhu dengan baik lewat makanan dan minuman dll. untuk makan pagi mereka. Jika pergi ke tempat lain, dia akan berkata kepada istrinya, ‘Sayang, tolong lanjutkan dengan saksama pemberian dana seperti yang telah saya atur. Jangan sampai berkurang.’ ‘Baiklah’, istrinya setuju5. Tetapi ketika suaminya pergi, dia tidak lagi memberikan dana yang telah diatur untuk para bhikkhu. Kepada para pelancong yang mencari tempat tinggal, dia akan menunjukkan gudang tua yang telah tidak terpakai6 di belakang rumah dan mengatakan, ‘Kalian bisa tinggal di sini’. Jika para pelancong datang untuk mencari makanan, minuman dan sebagainya, dia akan berkata, ‘Makan saja kotoran; minum saja air kencing, minum saja darah; makan saja otak ibumu!’. Dan dia mengutuk mereka dengan kata-kata yang kotor dan menjijikkan.
Ketika tiba waktu kematiannya, dia terseret oleh kekuatan tindakannya dan terlahir di kandungan-peta dan menjalani kesengsaraan sesuai dengan perilaku buruknya dalam ucapan. [79] Mengingat hubungan mereka di dalam kelahiran dahulu dan karena ingin menemui Y. M. Sariputta, peti tersebut pergi ke vihara7 Y. M. Sariputta, tetapi para-devata (penjaga) vihara itu tidak mengizinkannya masuk ke vihara. Dikatakan bahwa dulunya dia adalah ibu dari Thera tersebut di dalam kelahiran kelima sebelumnya. Oleh karenanya dia berkata, ‘Di dalam kelahiran kelima sebelum ini, saya adalah ibu dari Sariputta yang mulia; tolong izinkanlah saya masuk melalui gerbang untuk menemui Thera Sariputta.’ Ketika mendengar hal ini, para devata tersebut memberikan izin. Setelah masuk, dia berdiri di ujung tempat-berjalan8 dan menampakkan diri kepada Thera tersebut. Ketika Thera itu melihatnya, hatinya tergugah oleh welas asih dan beliau bertanya dengan syair:
1. ‘Telanjang dan berpenampilan buruk engkau, kurus kering dan dengan nadi yang menonjol. Engkau yang kurus, dengan tulang iga yang menonjol keluar, siapakah engkau, engkau yang berdiri di sana ?’
Ditanya oleh Thera Sariputta, peti itu menyampaikan lima syair ini sebagai jawabannya:
2. ‘Dahulu saya adalah ibumu sendiri di dalam kelahiran-kelahiran sebelumnya, tetapi saya sekarang terlahir di alam peta, dikuasai oleh rasa lapar dan haus.
3. Muntahan, dahak, ludah, ingus, lendir, lemak dari makhluk yang sedang dibakar dan darah wanita yang melahirkan,
4. Dan darah dari luka dan dari hidung serta itu dari kepala yang remuk – dikuasai oleh rasa lapar saya makan apa yang melekat pada pria dan wanita.
5. Saya makan nanah serta darah ternak9 dan manusia; saya tidak punya tempat berteduh dan tidak punya rumah,10 beristirahat di ranjang yang hitam.
6. Berikanlah, Nak, suatu pemberian demi saya dan setelah engkau memberikannya, tujukanlah jasa itu kepadaku – dengan demikian saya pasti akan terbebas dari makan nanah dan darah.’
2 Di sini, dahulu saya adalah ibumu sendiri (ahan te sakiya mata): saya adalah ibumu sendiri yang melahirkanmu ke dunia. Di dalam kelahiran-kelahiran sebelumnya (pubbe aññasu jatisu): sebagai ibumu tetapi bukan di dalam kelahiran ini melainkan di dalam kelahiran-kelahiran lain sebelumnya, di dalam kelahiran kelima saya sebelumnya – beginilah hal ini harus dipahami. Tetapi saya sekarang terlahir di alam peta (uppanna pettivi-sayam); tetapi sekarang saya telah terlahir di alam para peta lewat kelahiran ulang. [80] Dikuasai oleh rasa lapar dan haus (khuppipasasamappita): memiliki rasa lapar dan haus, yang artinya terus-menerus dikuasai oleh nafsu untuk makan dan minum.
3 Muntahan (chadditam): artinya yang dimuntahkan.11 Dahak (khipitam): kotoran yang keluar dari mulut ketika membersihkan tenggorokan. Ludah (khelam): liur. Ingus (singhanikam): kotoran yang keluar dari hidung setelah mengalir dari otak. Lendir: silesamam=semham (bentuk tata bahasa alternatif).12 Lemak dari makhluk yang sedang dibakar (vasañ ca dayhamananam): lemak dan minyak dari jasad yang sedang dibakar di tumpukan pembakaran mayat. Dan darah wanita yang melahirkan (vijitanañ ca lohitam): dan darah dari wanita yang telah melahirkan; kotoran dari kandungan tercakup lewat kata ‘dan’.
4 Dari luka (vanitanam): dari luka yang telah muncul. Itu (yam): darah itu – inilah (kata) yang menghubungkan. Dari hidung serta dari kepala yang remuk (ghanasisacchinnam): saya makan darah dari hidung yang remuk dan juga dari kepala yang remuk – beginilah hal ini harus dipahami. ‘Dari hidung dan kepala yang remuk’ ini merupakan awal untuk ajaran (selanjutnya). Karena saya juga makan darah dari tangan dan kaki yang remuk dan sebagainya, darah13 dari sini bisa juga dianggap sebagai yang tercakup dalam (ungkapan) ‘dari luka’. Dikuasai oleh rasa lapar (khudapareta): dipenuhi oleh nafsu untuk makan. Apa yang melekat pada pria dan wanita (itthipurisanissitam): ini menunjukkan bahwa dia makan apa yang melekat pada tubuh pria dan wanita seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dan makan benda-benda lain14 seperti misalnya kulit, daging, otot, nanah dan sebagainya.
5 Dari ternak (pasunam): dari kambing, sapi dan kerbau dan sebagainya.15 Tidak punya tempat berteduh (alena): tanpa perlindungan. Tidak punya rumah (anagara): tanpa tempat tinggal. Beristirahat di ranjang yang hitam (nilamañcaparayana): terbaring di ranjang kotor yang telah ditinggalkan16 di tempat penguburan. Atau pilihan lain, ‘hitam’ (nila): mengacu kepada tanah kuburan yang banyak abu serta bara apinya, yang artinya terbaring saja di situ seolah-olah itu adalah ranjang.
6 Tujukanlah jasa itu kepadaku (anvadisahi me): tolong berikan suatu hadiah yang ditujukan, yang dibaktikan sedemikian sehingga dana yang telah diberikan itu bermanfaat bagiku.17 Dengan demikian saya pasti akan terbebas dari makan nanah dan darah (app’ eva nama muñceyyam pubbalohitabhojana): tentunya saya akan terbebas dari kehidupan sebagai peti yang makan nanah dan darah lewat sarana baktimu ini.
Ketika mendengar hal ini, keesokan harinya Y. M. Sariputta Thera berunding dengan tiga Thera yang lain, di antaranya yaitu Mahamoggallana Thera. Lalu bersama-sama mereka pergi [81] ke Rajagaha untuk mengumpulkan dana makanan, dan sampai di tempat kediaman raja Bimbisara. Ketika melihat Thera tersebut, raja memberi hormat dan menanyakan alasan kunjungan beliau dengan mengatakan, ‘Untuk tujuan apakah Bhante datang kemari?’ Y. M. Mahamoggallana memberitahukan kejadian itu kepada raja. Raja berkata, ‘Saya memberikan izin, Bhante’, dan kemudian mempersilakan para Thera untuk kembali. Raja mengundang menteri yang bertugas mengurusi segalanya dan memberikan perintah, ‘Buatlah empat gubuk di dekat kota di hutan kecil yang teduh dan ada airnya.’ Dia membagi kota bagian dalam18 menjadi tiga menurut kekhususannya, menyuruh empat gubuk itu diberi atap,19 dan kemudian pergi sendiri ke sana dan melakukan apa yang harus dilakukan. Ketika gubuk itu telah selesai dibangun, raja menyuruh semua persembahan20 makanan dipersiapkan dan semua kebutuhan21 yang pantas seperti misalnya makanan, minuman, pakaian dan sebagainya disiapkan untuk Sangha para bhikkhu dengan Sang Buddha sebagai pemimpinnya, dan kemudian menyerahkan semua ini kepada Y. M. Sariputta Thera. Atas nama peti itu, Sariputta Thera kemudian memberikan semua ini kepada Sangha para bhikkhu dari empat penjuru22 dengan Sang Buddha sebagai pemimpinnya. Peti itu menunjukkan penghargaannya kepada beliau dan terlahir di devaloka, memiliki secara melimpah semua yang diinginkannya. Pada hari berikutnya dia mendatangi Mahamoggallana Thera, menghormat beliau dan tetap tinggal di sana sementara Thera tersebut bertanya kepadanya. Secara terperinci dia menceritakan kepada Thera itu bagaimana dia muncul sebagai peti dan sebagai devi. Untuk alasan inilah dikatakan:
7. ‘Setelah mendengar apa yang ingin dikatakan oleh ibunya, Upatissa23 -yang memiliki belas kasihan-, berunding dengan Moggallana, Anuruddha dan Kappina.
8. Dia membangun empat gubuk24 dan memberikan gubuk-gubuk beserta makanan dan minuman itu kepada Sangha dari empat penjuru dan kemudian mempersembahkan dana itu kepada ibunya.
9. Begitu dia mempersembahkan ini, hasilnya langsung muncul, makanan, minuman dan pakaian sebagai buah dari dana ini.
10. Setelah itu dia menjadi murni, terbungkus pakaian yang bersih dan segar, mengenakan pakaian yang lebih halus daripada pakaian Kasi. Dan, dengan berhiaskan berbagai pakaian dan perhiasan, dia mendatangi Kolita.’25
8 Di sini, dia memberikan kepada Sangha dari empat penjuru: sanghe catuddise ada = catuddisassa sanghassa adasi (bentuk tata bahasa alternatif), yang artinya dia menyerahkan (kepada mereka).
[82] Yang lain sama artinya dengan yang telah disebutkan.
Y. M. Mahamoggallana kemudian bertanya kepada peti tersebut:
11. ‘Engkau yang berdiri dengan kecantikan yang memukau, wahai devata, menyinari segala penjuru bagaikan Bintang Penyembuh,
12. Disebabkan oleh apakah kecantikanmu yang seperti itu? Disebabkan oleh apakah hal ini bisa tercapai olehmu di sini sehingga muncul kenikmatan-kenikmatan apa pun yang menyenangkan hatimu?
13. Saya bertanya kepadamu, devi nan amat agung, tindakan-tindakan berjasa apakah yang telah engkau lakukan ketika engkau sebagai manusia dulu? Disebabkan oleh karena apakah keagunganmu yang bersinar sedemikian ini dan kecantikanmu yang memancar ke segala penjuru?”
Dia kemudian menjawab dengan mengatakan, ‘Saya adalah ibu dari Sariputta’26dan seterusnya. Yang lain sama artinya dengan yang telah disebutkan.
Kemudian Y. M. Mahamoggallana Thera mengajukan persoalan tersebut kepada Sang Buddha. Sang Buddha menganggap persoalan tersebut sebagai suatu kebutuhan yang muncul dan mengajarkan Dhamma kepada mereka yang berkumpul di sana. Ajaran itu bermanfaat bagi orang-orang tersebut.
Catatan:
1 Demikian Be untuk Se Sariputtattherassa Matu- pada teks.
2 Terbaca -kapanaddhika- dengan Se Be untuk -kapaniddhika- -pada teks.
3 Terbaca yatharaham dengan Se Be untuk yatha raham pada teks.
4 Terbaca padodakapadabbhañjanadidananupubbakam sabbabhideyyam dengan Be ( Se) untuk padodakapadabbhañjanadidanam anupubbakam sabbapatheyyam pada teks.
5 Terbaca patissunitva dengan Se Be untuk patisunitva pada teks.
6 Terbaca chadditam dengan Se Be untuk chaddhitam pada teks.
7 Vihara ini rupanya berada di hutan. Dikatakan bahwa dulunya dia tinggal di situ.
8 Cankamanakotiyam, satu jalur tanah yang panjang untuk orang berjalan bolak-balik ketika mengembangkan kewaspadaan; bandingkan juga dengan GS iii 21 no. 2.
9 Terbaca pasunam dengan Se Be untuk pasunam pada teks.
10 Terbaca anagãrã dengan Se Be untuk anagarã pada teks.
11 Terbaca vantan ti dengan Se Be untuk vantan ii pada teks.
12 silesuma adalah bentuk diaeretik (pemisahan satu suku kata menjadi dua) dari pemendekan semha; bandingkan dengan PED sv silesuma.
13 Teks secara salah memulai kalimat baru di sini.
14 Terbaca aññañ ca dengan Se Be untuk aññañ pada teks.
15 Bandingkan dengan II 1312, PvA 166 dan A V XI 2 9.
16 Terbaca chadditamalamañcasayana dengan Se Be untuk chadditamala mañcasayana pada teks.
17 Terbaca mayham upakappati tatha uddisa pattidanam dehi dengan Se Be untuk mayham uddissa patidanam dehi pada teks.
18 antepure, kadang-kadang berarti harem tetapi di sini jelas berarti para pengrajin di istana atau di kota.
19 Mengambil teks vl paticchadesi pada teks untuk paticchapesi pada semua teks.
20 balikaranam; persembahan berunsur- lima atas nama sanak saudara, tamu, para peta, raja dan para devata dapat ditemukan di A ii 68 (bandingkan dengan A iii 45).
21 parikkhare, ada berbagai daftar, mungkin yang paling awal adalah daftar empat kebutuhan pokok, yaitu jubah, dana makanan, tempat tidur dan tempat duduk, serta obat-obatan, yang biasanya terdapat di seluruh teks ini. Bandingkan dengan PED sv.
22 Benda-benda bisa didanakan kepada para bhikkhu lewat satu dari dua cara, yaitu kepada bhikkhu individu untuk digunakan sendiri atau kepada seorang bhikkhu (atau para bhikkhu) atas nama seluruh Sangha. Dalam kasus yang terakhir, apa yang diberikan kemudian menjadi sanghika atau harta benda Sangha dan tidak dapat diambil oleh bhikkhu individu. Jika seorang bhikkhu ingin memberikan sesuatu kepada umat yang berkunjung, maka dia biasanya melakukannya dengan sekaligus menyatakan bahwa benda itu bukan sanghika. Artinya, benda itu adalah miliknya sendiri yang dapat diberikan sesuka hatinya. Lihat Vin i 250 yang dengan jelas membedakan kedua metode ini dan bandingkan juga dengan II 325, III 210, 14. Lihat juga S. Dutt, Early Buddhist Monachism, 1960, hal. 67 dst. Jasa yang diperoleh lewat pemberian kepada Sangha Bhikkhu dari empat penjuru bisa diharapkan melampaui jasa yang diperoleh lewat suatu hadiah kepada bhikkhu individu, sekalipun jika bhikkhu individu itu adalah seorang Arahat. Tetapi dengan dasar prinsip yang ditentukan di M i 236 dst. akan tampak bahwa jasa yang diperoleh oleh Bimbisara adalah jasa dari memberikan hadiah kepada Sariputta sendiri saja, sementara yang diperoleh oleh Sariputta (dan ditujukan kepada peti itu) adalah jasa yang diperoleh lewat dana berikutnya kepada Sangha dari empat penjuru, dan dengan demikian jauh lebih besar bobotnya.
23 Nama pribadi Sariputta (M i 150), dan menurut beberapa cerita adalah nama desanya.
24 cattaso kutiyo katva, rupanya dengan membujuk raja untuk melakukan hal ini atas namanya seperti yang disarankan cerita di atas; komentar di bawah tidak ada.
25 Nama pribadi Mahamoggallana, yang sama dengan nama desanya. Syair ini terdapat di Se dan Be serta teks kami dan catatan Gehman bahwa itu ‘hanya di MS Burma, Koleksi Phayre’ mungkin harus dihilangkan.
26 Kata-kata di sini secara tegas menyarankan bahwa pada mulanya ada lebih banyak syair sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di dalam syair 12-13. Teks kami, Se dan Be tidak memuatnya, dua MSS. yang kemudian dikonsultasikan oleh Hardy menambahkan satu syair lagi:
Melalui dana Sariputta, saya dapat bersenang-senang, karena tidak ada rasa takut dari penjuru mana pun. Saya, tuan, datang untuk memberi hormat kepada orang suci yang penuh welas asih bagi dunia.
(Sariputtassa danena modami akutobhaya munim karunikam loke tam bhaddante vanditum agata ti)
dan salah satu dari MSS. ini, yang rupanya disisipkan setelah syair 13 dan sebelum syair tambahan ini ada pengulangan dari syair 2-5 di atas. Tetapi ada perkecualian yaitu bahwa ‘Saya dulu ibumu sendiri’ (ahan te sakiya mata) pada syair 2 sekarang digantikan dengan ‘Dia dulu adalah ibu Sariputta’ (Sariputtassa sa mata) yang mirip sekali dengan ‘Saya dulu ibu Sariputta’ (Sariputtass’ aham mata) yang rupanya dikutip di sini oleh Dhammapala (lihat JPTS 1904-5 hal. 149 dan Pv).
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com