PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA MATTAKUNDALIN
Maṭṭhakuṇḍalīpetavatthu (Pv 17)
‘Memakai perhiasan, memakai anting-anting yang mengkilat’. Ini dikatakan ketika Sang Guru berdiam di Hutan Jeta sehubungan dengan devaputta Mattakundalin.1 Di sini, semua yang dikatakan adalah persis seperti Penjelasan Terperinci mengenai Cerita Istana Mattakundalin di (bagian) Penjelasan Terperinci mengenai Cerita-cerita Istana2 pada Penjelasan Arti Intrinsik, dan oleh karena itu harus dipahami persis seperti yang telah diberikan.
Ini adalah cerita devaputta Mattakundalin sejak seat dia menjadi vimana-devata dan seterusnya.3 (Ayahnya) brahmana Adinnapubbaka telah pergi ke pekuburan karena sedih (kehilangan) putranya. Dia sedang menangis sambil berjalan ke sana kemari di sekitar tumpukan api pembakaran, ketika (putranya) devaputta tersebut – dengan tujuan untuk menghalau4 kesedihan sang ayah- meninggalkan bentuk-devanya dan menampakkan diri sebagai peta yang dikuasai kesengsaraan. Dengan lengan yang berdekapan (karena sedih) dia meraung-raung, ‘Oh, rembulan! Oh, matahari!’5 Walaupun tercakup di dalam teks Cerita-cerita Istana, cerita devaputta ini dianggap tercakup di dalam teks Cerita-cerita Peta karena alasan bahwa siapa pun yang telah meninggalkan kehidupan manusia dapat disebut dengan nama ‘peta’.6
Catatan:
1 Nama itu berarti ‘anting-anting yang mengkilat’.
2 VvA 322-330.
3 Lihat Cerita-cerita Mengenai Istana hal.144-147.
4 Terbaca sokaharanattham dengan Be untuk sokavahar- pada teks (Se sokapahar- ).
5 Terbaca haricandanussado pada Se Be, dengan pemakaian kayu cendana kuning (di kulit) di sini. Walaupun dia dijelaskan demikian dalam Vv 831, di dalam cerita pengantar persis sebelum syair ini juga disebutkan bahwa dia menangis menyebut ‘O, rembulan! O, matahari!’ Bacaan teks kami ini kelihatannya lebih disukai karena melihat bagaimana sutta itu berkembang. Mattakundalin berpura-pura mencari rembulan dan matahari sebagai roda untuk keretanya. Dalam meratap dan menangis karena tidak bisa memperoleh roda-roda itu, setidak-tidaknya dia mencari apa yang masih dapat dilihat. Maka Adinnapubbaka pun menyadari ketololannya sendiri dalam mencari apa yang tidak lagi dapat dilihat, yaitu putranya yang sudah meninggal. Lihat juga Cerita Peta berikutnya.
6 manussattabhavato apetatta petapariyayo pi labbhati eva. Walaupun kelihatannya ‘peta’ di sini hanya dapat berarti ‘yang telah berangkat’, tetapi penjelasan semacam itu tentunya bisa mencakup cerita apa pun yang berhubungan dengan orang yang sudah meninggal, dan ini hampir tidak mungkin merupakan tujuan Dhammapala. Lebih mungkin dianggap bahwa cerita ini tercakup karena Mattakundalin dikatakan telah menjelma dalam bentuk peta. Anehnya, hal ini tidak disebutkan dalam versi VvA di mana Mattakundalin muncul sebagai seorang brahmana muda, yang mengenakan perhiasan, memakai anting-anting yang mengkilat dan sebagainya, dan memiliki kereta keemasan.
Ini adalah cerita devaputta Mattakundalin sejak seat dia menjadi vimana-devata dan seterusnya.3 (Ayahnya) brahmana Adinnapubbaka telah pergi ke pekuburan karena sedih (kehilangan) putranya. Dia sedang menangis sambil berjalan ke sana kemari di sekitar tumpukan api pembakaran, ketika (putranya) devaputta tersebut – dengan tujuan untuk menghalau4 kesedihan sang ayah- meninggalkan bentuk-devanya dan menampakkan diri sebagai peta yang dikuasai kesengsaraan. Dengan lengan yang berdekapan (karena sedih) dia meraung-raung, ‘Oh, rembulan! Oh, matahari!’5 Walaupun tercakup di dalam teks Cerita-cerita Istana, cerita devaputta ini dianggap tercakup di dalam teks Cerita-cerita Peta karena alasan bahwa siapa pun yang telah meninggalkan kehidupan manusia dapat disebut dengan nama ‘peta’.6
Catatan:
1 Nama itu berarti ‘anting-anting yang mengkilat’.
2 VvA 322-330.
3 Lihat Cerita-cerita Mengenai Istana hal.144-147.
4 Terbaca sokaharanattham dengan Be untuk sokavahar- pada teks (Se sokapahar- ).
5 Terbaca haricandanussado pada Se Be, dengan pemakaian kayu cendana kuning (di kulit) di sini. Walaupun dia dijelaskan demikian dalam Vv 831, di dalam cerita pengantar persis sebelum syair ini juga disebutkan bahwa dia menangis menyebut ‘O, rembulan! O, matahari!’ Bacaan teks kami ini kelihatannya lebih disukai karena melihat bagaimana sutta itu berkembang. Mattakundalin berpura-pura mencari rembulan dan matahari sebagai roda untuk keretanya. Dalam meratap dan menangis karena tidak bisa memperoleh roda-roda itu, setidak-tidaknya dia mencari apa yang masih dapat dilihat. Maka Adinnapubbaka pun menyadari ketololannya sendiri dalam mencari apa yang tidak lagi dapat dilihat, yaitu putranya yang sudah meninggal. Lihat juga Cerita Peta berikutnya.
6 manussattabhavato apetatta petapariyayo pi labbhati eva. Walaupun kelihatannya ‘peta’ di sini hanya dapat berarti ‘yang telah berangkat’, tetapi penjelasan semacam itu tentunya bisa mencakup cerita apa pun yang berhubungan dengan orang yang sudah meninggal, dan ini hampir tidak mungkin merupakan tujuan Dhammapala. Lebih mungkin dianggap bahwa cerita ini tercakup karena Mattakundalin dikatakan telah menjelma dalam bentuk peta. Anehnya, hal ini tidak disebutkan dalam versi VvA di mana Mattakundalin muncul sebagai seorang brahmana muda, yang mengenakan perhiasan, memakai anting-anting yang mengkilat dan sebagainya, dan memiliki kereta keemasan.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com