PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA DHANAPALA
Dhanapālaseṭṭhipetavatthu (Pv 19)
‘Telanjang dan berpenampilan buruk engkau.’ Ini dikatakan ketika Sang Guru sedang berdiam di Huta Jeta sehubungan dengan peta Dhanapala.
Dikatakan bahwa sebelum munculnya Sang Buddha, di kota Erakaccha di kerajaan Dasannas1 hiduplah seorang pedagang kaya bernama Dhanapalaka. Dia tidak memiliki keyakinan maupun bakti, sangat kikir serta mengukuhi pandangan klenik natthika.2 Kegiatannya diketahui lewat teks.3 Setelah meninggal, dia muncul sebagai peta di belantara gurun pasir. Tubuhnya seukuran batang pohon palmira.4 Kulitnya membengkak dan kasar, dan dia tampak mengerikan. Penampilannya buruk dan bentuknya amat tidak keruan – sungguh amat menjijikkan. Dikuasai oleh rasa lapar dan haus, dengan lidah yang menjulur keluar dari kerongkongannya5 yang kering, dia berkelana kian kemari selama lima puluh lima tahun tanpa memperoleh (satu kali pun) segumpal nasi untuk dimakan atau setetes air (untuk diminum). [100] Kemudian ketika Sang Guru muncul di dunia dan telah memutar roda Dhamma Agung, pada suatu ketika Beliau berdiam di Savatthi. Beberapa pedagang penghuni Savatthi mengisi lima ratus kereta dan pergi ke Uttarapatha.6 (Di sana) mereka menjual barang-barang dan kemudian memuati kereta mereka dengan barang-barang yang diterima sebagai gantinya. Pada perjalanan pulang, di petang hari mereka sampai di suatu sungai yang telah mengering.7 Mereka melepaskan tali-tali pengikat binatang penariknya di sana dan mendirikan tenda untuk bermalam. Si peta tersebut, karena dikuasai rasa haus, datang ke sungai untuk mencari sesuatu untuk diminum. Ketika tidak diperolehnya bahkan setetes air di sana, dia jatuh tertelungkup, kehilangan harapan, bagaikan pohon palmira yang dipotong di akarnya.8 Ketika melihat peta itu, para pedagang bertanya kepadanya dengan syair ini:
1. Telanjang dan penampilan buruk engkau, kurus kering dan dengan nadi yang menonjol. Engkau yang kurus, dengan tulang iga menonjol keluar, siapakah engkau, tuan yang baik?
Kemudian peta itu memberitahukan identitasnya:
2. Tuan, saya adalah peta yang menuju ke alam Yama yang menyengsarakan; karena telah melakukan suatu perbuatan yang jahat, saya telah pergi dari sini ke alam peta.’
Sekali lagi peta itu ditanya tentang perbuatan yang telah dilakukannya:
3. ‘Kalau demikian, perbuatan jahat apa yang telah dilakukan olehmu lewat tubuh, ucapan atau pikiran? Sebagai akibat dari perbuatan apa yang membuat engkau pergi dari sini ke alam peta?’
Maka dia pun mengucapkan syair-syair ini untuk menggambarkan keadaannya di masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang, dari tempat kelahiran sebelumnya dan selanjutnya, sambil memperingatkan mereka:
4. ‘Ada suatu kota kerajaan Dasanna, yaitu Erakaccha yang terkenal. Di masa lampau saya adalah seorang pedagang kaya di sana – saya dikenal sebagai Dhanapala.
5. Delapan puluh kereta penuh emas adalah milik saya; saya memiliki amat banyak emas dan mutiara serta batu-batu berharga.
6. Walaupun memiliki kekayaan9 yang demikian besar, saya tidak suka memberi. Saya menutup pintu sebelum makan, kalau-kalau para pengemis melihat saya.
7. Saya tidak memiliki keyakinan. Saya jahat, kikir dan suka mencaci. Saya memiliki kebiasaan menghalangi banyak orang ketika mereka memberi dan melakukan perbuatan baik.
8. [101] Dengan mengatakan, ‘Tidak ada buah dari perbuatan memberi. Dari mana bisa muncul buah dari pengendalian diri?”,10 saya menghancurkan kolam-kolam teratai serta tempat-tempat minum lainnya, juga taman-taman hiburan, tempat-tempat air di pinggir jalan dan jembatan-jembatan di tempat-tempat yang sulit diseberangi.
9. Saya tidak melakukan perbuatan baik. Saya (hanya) melakukan perbuatan-perbuatan jahat. Ketika saya jatuh dari sana, saya muncul di alam peta, tersiksa oleh rasa lapar dan haus. Selama lima puluh lima tahun sejak saya meninggal,
10. Saya tidak sadar telah makan atau minum air. Orang yang kikir akan hancur. Orang yang hancur adalah orang yang kikir. Dikatakan bahwa para peta memang mengetahui bahwa orang yang kikir akan hancur.
11. Di masa lalu saya sangat kikir. Saya tidak memberi walaupun kekayaan (yang ada) melimpah; walaupun persembahan-jasa-kebajikan ada di hadapanku, saya tidak membuat perlindungan bagi diri saya sendiri.
12. Kemudian saya merasa menyesal ketika perbuatan-perbuatan saya sendiri (mulai) memberikan buah.11 Kematian saya akan datang setelah empat bulan,
13. Dan saya akan jatuh, turun ke neraka yang amat mengerikan dan kejam: tempat itu bersudut empat, memiliki empat gerbang dan terbagi menjadi bagian-bagian yang sama, dilingkari dinding besi, dengan atap besi di atasnya;
14. Lantainya yang menganga terbuat dari besi yang membara; membentang ke sekeliling sampai seratus yojana, abadi berdiri.
15. Di sana, untuk waktu yang lama saya akan mengalami perasaan yang menyakitkan sebagai buah dari perbuatan-perbuatan saya yang jahat – karena hal inilah saya sekarang dipenuhi kesedihan.
16. Oleh karena itu saya berkata kepadamu, “Berkahku untuk kalian masing-masing yang berkumpul di sini. Jangan melakukan perbuatan yang jahat, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.
17. Karena jika engkau melakukan atau akan melakukan suatu perbuatan yang jahat, tidak akan ada bagi kalian jalan keluar dari kesengsaraan, sekalipun engkau terbang ke atas12 dan melarikan diri.
18. Hormatilah ibu, hormatilah ayah; hormatilah mereka yang lebih tua dalam keluarga; (tunjukkan rasa hormat untuk) para petapa dan brahmana – dengan cara ini engkau akan pergi ke surga”.’
4 Di sini, kerajaan Dasanna (Dasannanam): kerajaan keluarga Dasanna atau raja-raja dengan nama itu.13 Erakaccha (Erakaccham): adalah nama kota itu. Di sana (tattha): di kota itu. Di masa lampau (pure): [102] dahulu, di kehidupan lalu. Saya dikenal sebagai Dhanapala (Dhanapalo ti mam vidu): sebagai pedagang kaya Dhanapala mereka mengenal saya. Dia mengucapkan syair yang bermula dengan ‘Delapan puluh’ yang menunjukkan mengapa nama khusus ini diberikan kepadanya pada waktu itu.14
5 Di sini, delapan puluh kereta (asiti sakatavahanam):15 dua puluh muatan khari16 dikatakan setara dengan satu kereta (penuh). Delapan puluh kereta penuh emas dan juga kahapana17 sesungguhnya milik saya – beginilah hal ini harus ditafsirkan. Saya memiliki amat banyak emas (pahutam me jatarupam): emas melimpah sejumlah amat banyak bhara18 ; ini (harus) dihubungkan dengan (kata kerja) ‘were’.
6 Saya tidak suka memberi (na me datum piyam ahu): saya tidak suka memberikan hadiah. Kalau-kalau para pengemis melihat saya (ma mam yacanakaddasum): saya menutup pintu rumah sebelum makan, karena berpikir ‘Para pengemis tidak boleh melihatku.’
7 Kikir (kadariyo): luar biasa pelit. Suka mencaci (paribhasako): ketika dia melihat (orang-orang) memberikan dana, dia akan mengancam19 mereka agar takut. Ketika mereka memberi dan melakukan perbuatan baik (dadantanam karotanam): ini adalah bentuk genetif dengan arti akusatif – ketika mereka memberikan dana dan melakukan perbuatan-perbuatan yang berjasa. Banyak orang (bahujanam): banyak makhluk. Ketika mereka berdana dan melakukan perbuatan baik, saya memiliki kebiasaan menghalangi, saya merintangi, banyak orang, sejumlah besar makhluk, agar tidak (melakukan) perbuatan berjasa itu.
8 ‘Tidak ada buah dari perbuatan memberi’ dll. – ini adalah pernyataan alasannya untuk menghalangi dana dan sebagainya. Di sini, tidak ada buah dari perbuatan memberi (vipako n’atthi danassa): sungguh tidak ada buah dari tindakan memberi. Dia jelaskan bahwa hanya kebaikan saja yang merupakan jasa dan bahwa (memberi) berarti kehilangan kekayaan. Pengendalian diri (samyamassa): pengendalian diri melalui moralitas. Dari mana bisa muncul buahnya? (kuto phalam): dari mana sesungguhnya dapat diperoleh buahnya? Menjaga moralitas tidak ada gunanya – beginilah artinya. Taman-taman hiburan (aramani): taman-taman tempat rekreasi dan hutan-hutan kecil. Tempat-tempat air di pinggir jalan (papayo): penyimpanan air minum. Di tempat-tempat yang sulit diseberangi (dugge): di tempat-tempat yang sulit untuk melanjutkan perjalanan karena terhalang air dan rawa. Jembatan-jembatan (sankamanani): jalan lintas yang ditinggikan melewati rawa-rawa dan sebagainya.
9 Ketika saya jatuh dari sana (tato cuto): ketika saya jatuh dari dunia manusia. Lima puluh lima: pañcapannasa = pañcapaññasa (bentuk tata bahasa alternatif). Sejak saya meninggal (yato kalankato aham): sejak saat saya meninggal dan seterusnya.
10 Saya tidak sadar (nabhijanami): selama itu saya tidak sadar pernah makan atau minum apa pun. Dia yang kikir akan hancur (yo samyamo so vinaso): kekikiran karena keserakahan dan sebagainya karena tidak memberi kepada siapa pun – [103] kekikiran benar-benar merupakan kehancuran bagi makhluk-makhluk semacam itu, karena kekikiranlah yang menyebabkan masalah besar sehingga mereka muncul sebagai peta di dalam kandungan peta. Orang yang hancur adalah orang yang kikir (yo vinaso so samyamo): dia berbicara mengenai kepastian kenyataan yang sudah disebutkan sebelumnya. Dikatakan bahwa para peta memang mengetahui (peta hi kira jananti): kata ‘memang’ (hi) di sini digunakan untuk penekanan dan kata ‘dikatakan’ (kira) menunjukkan bahwa hal itu merupakan kabar angin; kekikiran, kurangnya kedermawanan lewat persembahan-jasa adalah penyebab kehancuran. Dikatakan bahwa hanya para petalah yang mengetahui kenyataan ini karena secara pribadi mereka dikuasai oleh hal itu. Tidak demikian halnya dengan manusia. Hal itu tidak mungkin20 karena walaupun manusia – seperti halnya peta – terlihat dikuasai oleh rasa lapar dan haus dll., tetapi para peta jauh lebih menyadari kenyataan ini karena mereka kenal dengan perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan di dalam kehidupan sebelumnya. Karena itulah dia mengucapkan (syair) yang bermula dengan, ‘Di masa lalu saya sangat kikir’.
11 Di sini, saya sangat kikir (samyamissam): saya sendiri juga mengekang diri agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa -seperti memberi, dsb.- dan menyingkir darinya. Walaupun kekayaan melimpah (bahuke dhane): walaupun kekayaan yang besar diketahui.
16 Oleh karena itu: tam=tasma (bentuk tata bahasa alternatif). Kepadamu: vo=tumhe (bentuk tata bahasa alternatif). Berkahku untuk kalian (bhaddam vo) doa restuku, harapan-harapan terbaik dan sukses untuk kalian – beginilah arti kata-kata selanjutnya. Kalian masing-masing yang berkumpul di sini (yavant’ ettha samagata): kalian masing-masing, sebanyak yang telah terkumpul di sini, semuanya harus mendengar apa yang harus saya katakan – beginilah artinya. Secara terang-terangan (avi): di depan umum, dapat dilihat yang lain. Secara sembunyi-sembunyi (raho): dengan sembunyi-sembunyi, karena tidak (begitu) terlihat. Jangan melakukan, jangan menjalankan, perbuatan apa pun yang jahat, rendah dan tidak baik, baik secara terang-terangan lewat tubuh dan ucapan, seperti misalnya menghancurkan makhluk hidup dan berbohong dan sebagainya, atau secara sembunyi-sembunyi menginginkan milik orang lain dan sebagainya.21
17 Karena jika … suatu perbuatan yang jahat (sace tam papakam kammam): karena jika engkau melakukan tindakan yang jahat sekarang, atau jika engkau melakukannya di masa depan, maka sungguh-sungguh tidak ada jalan lolos, tidak ada kebebasan, dari penderitaan yang merupakan buahnya, seperti misalnya (muncul) di empat alam yang merugikan22 seperti neraka dan sebagainya, atau, jika muncul di antara manusia, akan berumur pendek. Sekalipun jika engkau terbang ke atas dan melarikan diri (upacca pi palayitam) artinya sungguh tidak ada jalan keluar bahkan bagi mereka yang terbang ke atas dan pergi lewat langit. (Beberapa) teks juga (tertulis) dengan sengaja (upecca): karena ada kesimpulan bahwa buahnya akan mengejar tak peduli apakah engkau berlari ke sana atau ke sini; tidak ada jalan keluar dari buah itu bagimu sekalipun jika engkau lari dengan sengaja, dengan diniati. [104] Artinya, buahnya akan begitu saja masak jika berhubungan dengan kondisi-kondisi lain yang diperlukan, misalnya tempat tujuan23 dan waktu dan sebagainya. Kenyataan ini juga diterangkan lewat syair ini:
‘Tidak di langit, tidak di tengah samudera, tidak juga dengan masuk ke celah-celah pegunungan akan terdapat tempat di bumi, di mana -dengan berada di situ- orang bisa melarikan diri (dari buah) tindakan-tindakan jahatnya.’*24
18 Hormatilah ibu (matteyya):25 demi manfaat ibunya. Hormatilah ayah (petteyya): ini harus dipahami dengan cara yang sama; layanilah mereka, hormatilah mereka yang lebih tua dalam keluarga: kule jetthapacayika=kule jetthakanam apacayanakara (ketentuan gabungan). Petapa (samañña): hormatilah para petapa. Demikian juga brahmana (brahmañña), artinya hormatilah mereka yang telah membuang kejahatan.26 Dengan cara ini engkau akan pergi ke surga (evam saggam gamissatha) artinya setelah melakukan tindakan-tindakan berjasa dengan cara seperti yang telah disebutkan olehku, engkau akan muncul di devaloka.
Apa pun yang belum dijelaskan di sini harus dipahami persis seperti yang telah diberikan di Cerita Peta Berkepala Gundul27 dll.
Setelah mendengar apa yang dikatakan peta itu, para pedagang merasa amat risau dan kasihan kepadanya. Mereka mengambil semangkuk air, menyuruhnya berbaring dan kemudian memercikkan air ke dalam mulutnya. Walaupun orang-orang itu berkali-kali melakukannya, namun air yang dirindukan itu tidak mau turun ke tenggorokan peta itu28 akibat dari buah tindakan-tindakannya. Bagaimana rasa hausnya bisa diredakan? Mereka bertanya kepada peta itu apakah dia tidak29 merasakan sedikit kelegaan. ‘Sekalipun jika setetes air yang dipercikkan begitu banyak orang berkali-kali masuk ke teggorokanku, tetap saja tidak akan ada jalan keluar dari kandungan peta ini’, katanya. Mendengar hal ini, para pedagang itu merasa amat gelisah dan berkata, ‘Tetapi adakah suatu cara untuk meredakan rasa hausmu?’ [105] Dia berkata, ‘Bila tindakan jahat ini telah habis serta dana telah diberikan kepada Tathagata atau savaka30 Tathagata, dan orang itu mempersembahkan dana itu untukku, saya akan terbebas dari keadaan alam peta ini.’31 Mendengar hal ini, para pedagang itu kemudian pergi ke Savatthi, menemui Sang Buddha dan mengajukan masalah itu kepada Beliau. Mereka menerima Tiga Perlindungan dan Sila dan selama tujuh hari memberikan dana secara melimpah kepada Sangha bhikkhu dengan Sang Buddha sebagai pemimpinnya dan menujukannya kepada peta tersebut. Sang Buddha menganggap hal itu sebagai suatu kebutuhan yang muncul dan mengajarkan Dhamma kepada empat kelompok. Orang-orang pun meninggalkan noda keegoisan dan keserakahan dan sebagainya. Mereka bergembira dalam tindakan-tindakan memberi dan tindakan-tindakan berjasa lainnya.
Catatan:
1 Bandingkan DPPN i 1064.
2 Secara harfiah bida’ah atau klenik tentang kenihilan. Di 55, doktrin semacam ini dihubungkan dengan Ajita Kesakambalin, yang memuncak pada penyangkalan banyak prinsip yang menjadi pusat Buddhisme, misalnya penyangkalan bahwa ada manfaat yang diperoleh dari dana (tema teks ini), bahwa tindakan baik dan buruk tidak memberikan buah, bahwa ada suatu alam selain alam ini, dan bahwa ada orang-orang yang telah mencapai pembebasan. Lihat A.K. Coomaraswamy ‘Some Pali Words’, Harvard Journal of Asiatic Studies IV, 2, 1939 hal. 149 dst.; bandingkan PvA 215, 244 dst dan syair IV 326-27.
3 palito, syair-syair Tipitaka di bawah. Lihat catatan PvA 112 di bawah.
4 Borassus flabelliformis.
5 PED sv kantha mengutip ini seperti yang muncul di PvA 260, dan yang muncul pada PvA 260 seperti ada disini.
6 Lihat catatan di PvA 111 di bawah.
7 Terbaca sukkhanadim dengan Se Be untuk rukkhamulam pada teks.
8 Terbaca bindumattam pi paniyam alabhitva vigataso chinnamulo viya talo chinnapado pati dengan Se Be untuk bindumattam pi alabhitva ravi pada teks. Tato so chinnamulo viya talo chinno pati. Saya telah menerjemahkan chinnapado pati sebagai ‘jatuh tertelungkup’ walaupun in secara harfiah lebih berarti ‘jatuh, terpotong di kakinya’, sama seperti palmira yang dipotong di akarnya.
9 Terbaca dhanassa’pi dengan Se Be untuk dhanassami pada teks.
10 Bagian dari klenik natthika – lihat IV 323 di bawah.
11 Terbaca attakammaphalupago dengan Se Be untuk -phalupeto pada teks.
12 Terbaca upacca ‘pi dengan Se Be untuk upacchapi pada teks; bandingkan S i 209, Thig 248 dan catatan di EV ii 109.
13 Terbaca va rajunam dengan Se Be untuk vararajunam pada teks. Be hanya terbaca rajunam dan memberi nama Panna; baik disini dan di dalam syair.
14 Dhanapala berarti ‘penjaga kekayaan’.
15 Se Be; teks hanya terbaca sakatavahanam.
16 Suatu ukuran, yang biasanya untuk biji-bijian, bagi jumlah yang tidak diketahui. Di A v 173 = Sn hal. 126 disebutkan suatu muatan Kosala khari dan ini bisa bervariasi sesuai daerahnya.
17 Terbaca asiti hiraññassa tatha kahapanassa ca dengan Se Be untuk asitihi raññassa kahapanassa pada teks. Kahapana adalah sebuah koin, biasanya terbuat dari emas, tetapi juga terbuat dari perak dan tembaga.
18 Suatu ukuran emas: 1 bhara = 20 tula = 2000 pala (SED 753). Arti ini tidak terdaftar dalam PED.
19 Terbaca santajjako dengan Se Be untuk santajjito pada teks.
20 Teks salah memberi tanda baca dan harus dibaca dengan Se Be: na manussa ti. Na-y-idam yuttam manussanam pi.
21 Bandingkan syair-syair ibu Piyankara di S i 209.
22 apaya – kelahiran di neraka sebagai peta, asura atau binatang.
23 gati
24 Bandingkan catatan di PvA 148 di bawah.
* Dhp 127 = Miln 150
25 Teks salah mengeja metteyya.
26 Yaitu Arahat; terutama lihat Dhp 383-423.
27 I.10 di atas.
28 Terbaca adhogalam dengan Se Be untuk udhogalam pada teks.
29 Terbaca kaci dengan Be untuk ka pi pada teks Se.
30 Yaitu Sotapanna, Sakadagamin, Anagamin, Arahat, dan mereka yang berada pada Sang Jalan, Kategori-kategori ini meluas mencakup umat awam dan deva dan juga bhikkhu. Mereka adalah savaka, atau pendengar, yang berarti bahwa mereka telah memperoleh pandangan benar lewat sarana Dhammacakkhu karena telah mendengar ajaran mengenai Empat Kebenaran. Lihat M i 380 dan KhpA 183 dan skripsi doktoral saya (Universitas Lancaster). Demikian mereka membentuk Ariyasangha dari Pva 1, 110 dan harus dibedakan dari sangha para bhikkhu walaupun beberapa bhikkhu bisa tercakup.
31 Terbaca petattato dengan Se Be untuk petato pada teks.
Dikatakan bahwa sebelum munculnya Sang Buddha, di kota Erakaccha di kerajaan Dasannas1 hiduplah seorang pedagang kaya bernama Dhanapalaka. Dia tidak memiliki keyakinan maupun bakti, sangat kikir serta mengukuhi pandangan klenik natthika.2 Kegiatannya diketahui lewat teks.3 Setelah meninggal, dia muncul sebagai peta di belantara gurun pasir. Tubuhnya seukuran batang pohon palmira.4 Kulitnya membengkak dan kasar, dan dia tampak mengerikan. Penampilannya buruk dan bentuknya amat tidak keruan – sungguh amat menjijikkan. Dikuasai oleh rasa lapar dan haus, dengan lidah yang menjulur keluar dari kerongkongannya5 yang kering, dia berkelana kian kemari selama lima puluh lima tahun tanpa memperoleh (satu kali pun) segumpal nasi untuk dimakan atau setetes air (untuk diminum). [100] Kemudian ketika Sang Guru muncul di dunia dan telah memutar roda Dhamma Agung, pada suatu ketika Beliau berdiam di Savatthi. Beberapa pedagang penghuni Savatthi mengisi lima ratus kereta dan pergi ke Uttarapatha.6 (Di sana) mereka menjual barang-barang dan kemudian memuati kereta mereka dengan barang-barang yang diterima sebagai gantinya. Pada perjalanan pulang, di petang hari mereka sampai di suatu sungai yang telah mengering.7 Mereka melepaskan tali-tali pengikat binatang penariknya di sana dan mendirikan tenda untuk bermalam. Si peta tersebut, karena dikuasai rasa haus, datang ke sungai untuk mencari sesuatu untuk diminum. Ketika tidak diperolehnya bahkan setetes air di sana, dia jatuh tertelungkup, kehilangan harapan, bagaikan pohon palmira yang dipotong di akarnya.8 Ketika melihat peta itu, para pedagang bertanya kepadanya dengan syair ini:
1. Telanjang dan penampilan buruk engkau, kurus kering dan dengan nadi yang menonjol. Engkau yang kurus, dengan tulang iga menonjol keluar, siapakah engkau, tuan yang baik?
Kemudian peta itu memberitahukan identitasnya:
2. Tuan, saya adalah peta yang menuju ke alam Yama yang menyengsarakan; karena telah melakukan suatu perbuatan yang jahat, saya telah pergi dari sini ke alam peta.’
Sekali lagi peta itu ditanya tentang perbuatan yang telah dilakukannya:
3. ‘Kalau demikian, perbuatan jahat apa yang telah dilakukan olehmu lewat tubuh, ucapan atau pikiran? Sebagai akibat dari perbuatan apa yang membuat engkau pergi dari sini ke alam peta?’
Maka dia pun mengucapkan syair-syair ini untuk menggambarkan keadaannya di masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang, dari tempat kelahiran sebelumnya dan selanjutnya, sambil memperingatkan mereka:
4. ‘Ada suatu kota kerajaan Dasanna, yaitu Erakaccha yang terkenal. Di masa lampau saya adalah seorang pedagang kaya di sana – saya dikenal sebagai Dhanapala.
5. Delapan puluh kereta penuh emas adalah milik saya; saya memiliki amat banyak emas dan mutiara serta batu-batu berharga.
6. Walaupun memiliki kekayaan9 yang demikian besar, saya tidak suka memberi. Saya menutup pintu sebelum makan, kalau-kalau para pengemis melihat saya.
7. Saya tidak memiliki keyakinan. Saya jahat, kikir dan suka mencaci. Saya memiliki kebiasaan menghalangi banyak orang ketika mereka memberi dan melakukan perbuatan baik.
8. [101] Dengan mengatakan, ‘Tidak ada buah dari perbuatan memberi. Dari mana bisa muncul buah dari pengendalian diri?”,10 saya menghancurkan kolam-kolam teratai serta tempat-tempat minum lainnya, juga taman-taman hiburan, tempat-tempat air di pinggir jalan dan jembatan-jembatan di tempat-tempat yang sulit diseberangi.
9. Saya tidak melakukan perbuatan baik. Saya (hanya) melakukan perbuatan-perbuatan jahat. Ketika saya jatuh dari sana, saya muncul di alam peta, tersiksa oleh rasa lapar dan haus. Selama lima puluh lima tahun sejak saya meninggal,
10. Saya tidak sadar telah makan atau minum air. Orang yang kikir akan hancur. Orang yang hancur adalah orang yang kikir. Dikatakan bahwa para peta memang mengetahui bahwa orang yang kikir akan hancur.
11. Di masa lalu saya sangat kikir. Saya tidak memberi walaupun kekayaan (yang ada) melimpah; walaupun persembahan-jasa-kebajikan ada di hadapanku, saya tidak membuat perlindungan bagi diri saya sendiri.
12. Kemudian saya merasa menyesal ketika perbuatan-perbuatan saya sendiri (mulai) memberikan buah.11 Kematian saya akan datang setelah empat bulan,
13. Dan saya akan jatuh, turun ke neraka yang amat mengerikan dan kejam: tempat itu bersudut empat, memiliki empat gerbang dan terbagi menjadi bagian-bagian yang sama, dilingkari dinding besi, dengan atap besi di atasnya;
14. Lantainya yang menganga terbuat dari besi yang membara; membentang ke sekeliling sampai seratus yojana, abadi berdiri.
15. Di sana, untuk waktu yang lama saya akan mengalami perasaan yang menyakitkan sebagai buah dari perbuatan-perbuatan saya yang jahat – karena hal inilah saya sekarang dipenuhi kesedihan.
16. Oleh karena itu saya berkata kepadamu, “Berkahku untuk kalian masing-masing yang berkumpul di sini. Jangan melakukan perbuatan yang jahat, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.
17. Karena jika engkau melakukan atau akan melakukan suatu perbuatan yang jahat, tidak akan ada bagi kalian jalan keluar dari kesengsaraan, sekalipun engkau terbang ke atas12 dan melarikan diri.
18. Hormatilah ibu, hormatilah ayah; hormatilah mereka yang lebih tua dalam keluarga; (tunjukkan rasa hormat untuk) para petapa dan brahmana – dengan cara ini engkau akan pergi ke surga”.’
4 Di sini, kerajaan Dasanna (Dasannanam): kerajaan keluarga Dasanna atau raja-raja dengan nama itu.13 Erakaccha (Erakaccham): adalah nama kota itu. Di sana (tattha): di kota itu. Di masa lampau (pure): [102] dahulu, di kehidupan lalu. Saya dikenal sebagai Dhanapala (Dhanapalo ti mam vidu): sebagai pedagang kaya Dhanapala mereka mengenal saya. Dia mengucapkan syair yang bermula dengan ‘Delapan puluh’ yang menunjukkan mengapa nama khusus ini diberikan kepadanya pada waktu itu.14
5 Di sini, delapan puluh kereta (asiti sakatavahanam):15 dua puluh muatan khari16 dikatakan setara dengan satu kereta (penuh). Delapan puluh kereta penuh emas dan juga kahapana17 sesungguhnya milik saya – beginilah hal ini harus ditafsirkan. Saya memiliki amat banyak emas (pahutam me jatarupam): emas melimpah sejumlah amat banyak bhara18 ; ini (harus) dihubungkan dengan (kata kerja) ‘were’.
6 Saya tidak suka memberi (na me datum piyam ahu): saya tidak suka memberikan hadiah. Kalau-kalau para pengemis melihat saya (ma mam yacanakaddasum): saya menutup pintu rumah sebelum makan, karena berpikir ‘Para pengemis tidak boleh melihatku.’
7 Kikir (kadariyo): luar biasa pelit. Suka mencaci (paribhasako): ketika dia melihat (orang-orang) memberikan dana, dia akan mengancam19 mereka agar takut. Ketika mereka memberi dan melakukan perbuatan baik (dadantanam karotanam): ini adalah bentuk genetif dengan arti akusatif – ketika mereka memberikan dana dan melakukan perbuatan-perbuatan yang berjasa. Banyak orang (bahujanam): banyak makhluk. Ketika mereka berdana dan melakukan perbuatan baik, saya memiliki kebiasaan menghalangi, saya merintangi, banyak orang, sejumlah besar makhluk, agar tidak (melakukan) perbuatan berjasa itu.
8 ‘Tidak ada buah dari perbuatan memberi’ dll. – ini adalah pernyataan alasannya untuk menghalangi dana dan sebagainya. Di sini, tidak ada buah dari perbuatan memberi (vipako n’atthi danassa): sungguh tidak ada buah dari tindakan memberi. Dia jelaskan bahwa hanya kebaikan saja yang merupakan jasa dan bahwa (memberi) berarti kehilangan kekayaan. Pengendalian diri (samyamassa): pengendalian diri melalui moralitas. Dari mana bisa muncul buahnya? (kuto phalam): dari mana sesungguhnya dapat diperoleh buahnya? Menjaga moralitas tidak ada gunanya – beginilah artinya. Taman-taman hiburan (aramani): taman-taman tempat rekreasi dan hutan-hutan kecil. Tempat-tempat air di pinggir jalan (papayo): penyimpanan air minum. Di tempat-tempat yang sulit diseberangi (dugge): di tempat-tempat yang sulit untuk melanjutkan perjalanan karena terhalang air dan rawa. Jembatan-jembatan (sankamanani): jalan lintas yang ditinggikan melewati rawa-rawa dan sebagainya.
9 Ketika saya jatuh dari sana (tato cuto): ketika saya jatuh dari dunia manusia. Lima puluh lima: pañcapannasa = pañcapaññasa (bentuk tata bahasa alternatif). Sejak saya meninggal (yato kalankato aham): sejak saat saya meninggal dan seterusnya.
10 Saya tidak sadar (nabhijanami): selama itu saya tidak sadar pernah makan atau minum apa pun. Dia yang kikir akan hancur (yo samyamo so vinaso): kekikiran karena keserakahan dan sebagainya karena tidak memberi kepada siapa pun – [103] kekikiran benar-benar merupakan kehancuran bagi makhluk-makhluk semacam itu, karena kekikiranlah yang menyebabkan masalah besar sehingga mereka muncul sebagai peta di dalam kandungan peta. Orang yang hancur adalah orang yang kikir (yo vinaso so samyamo): dia berbicara mengenai kepastian kenyataan yang sudah disebutkan sebelumnya. Dikatakan bahwa para peta memang mengetahui (peta hi kira jananti): kata ‘memang’ (hi) di sini digunakan untuk penekanan dan kata ‘dikatakan’ (kira) menunjukkan bahwa hal itu merupakan kabar angin; kekikiran, kurangnya kedermawanan lewat persembahan-jasa adalah penyebab kehancuran. Dikatakan bahwa hanya para petalah yang mengetahui kenyataan ini karena secara pribadi mereka dikuasai oleh hal itu. Tidak demikian halnya dengan manusia. Hal itu tidak mungkin20 karena walaupun manusia – seperti halnya peta – terlihat dikuasai oleh rasa lapar dan haus dll., tetapi para peta jauh lebih menyadari kenyataan ini karena mereka kenal dengan perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan di dalam kehidupan sebelumnya. Karena itulah dia mengucapkan (syair) yang bermula dengan, ‘Di masa lalu saya sangat kikir’.
11 Di sini, saya sangat kikir (samyamissam): saya sendiri juga mengekang diri agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa -seperti memberi, dsb.- dan menyingkir darinya. Walaupun kekayaan melimpah (bahuke dhane): walaupun kekayaan yang besar diketahui.
16 Oleh karena itu: tam=tasma (bentuk tata bahasa alternatif). Kepadamu: vo=tumhe (bentuk tata bahasa alternatif). Berkahku untuk kalian (bhaddam vo) doa restuku, harapan-harapan terbaik dan sukses untuk kalian – beginilah arti kata-kata selanjutnya. Kalian masing-masing yang berkumpul di sini (yavant’ ettha samagata): kalian masing-masing, sebanyak yang telah terkumpul di sini, semuanya harus mendengar apa yang harus saya katakan – beginilah artinya. Secara terang-terangan (avi): di depan umum, dapat dilihat yang lain. Secara sembunyi-sembunyi (raho): dengan sembunyi-sembunyi, karena tidak (begitu) terlihat. Jangan melakukan, jangan menjalankan, perbuatan apa pun yang jahat, rendah dan tidak baik, baik secara terang-terangan lewat tubuh dan ucapan, seperti misalnya menghancurkan makhluk hidup dan berbohong dan sebagainya, atau secara sembunyi-sembunyi menginginkan milik orang lain dan sebagainya.21
17 Karena jika … suatu perbuatan yang jahat (sace tam papakam kammam): karena jika engkau melakukan tindakan yang jahat sekarang, atau jika engkau melakukannya di masa depan, maka sungguh-sungguh tidak ada jalan lolos, tidak ada kebebasan, dari penderitaan yang merupakan buahnya, seperti misalnya (muncul) di empat alam yang merugikan22 seperti neraka dan sebagainya, atau, jika muncul di antara manusia, akan berumur pendek. Sekalipun jika engkau terbang ke atas dan melarikan diri (upacca pi palayitam) artinya sungguh tidak ada jalan keluar bahkan bagi mereka yang terbang ke atas dan pergi lewat langit. (Beberapa) teks juga (tertulis) dengan sengaja (upecca): karena ada kesimpulan bahwa buahnya akan mengejar tak peduli apakah engkau berlari ke sana atau ke sini; tidak ada jalan keluar dari buah itu bagimu sekalipun jika engkau lari dengan sengaja, dengan diniati. [104] Artinya, buahnya akan begitu saja masak jika berhubungan dengan kondisi-kondisi lain yang diperlukan, misalnya tempat tujuan23 dan waktu dan sebagainya. Kenyataan ini juga diterangkan lewat syair ini:
‘Tidak di langit, tidak di tengah samudera, tidak juga dengan masuk ke celah-celah pegunungan akan terdapat tempat di bumi, di mana -dengan berada di situ- orang bisa melarikan diri (dari buah) tindakan-tindakan jahatnya.’*24
18 Hormatilah ibu (matteyya):25 demi manfaat ibunya. Hormatilah ayah (petteyya): ini harus dipahami dengan cara yang sama; layanilah mereka, hormatilah mereka yang lebih tua dalam keluarga: kule jetthapacayika=kule jetthakanam apacayanakara (ketentuan gabungan). Petapa (samañña): hormatilah para petapa. Demikian juga brahmana (brahmañña), artinya hormatilah mereka yang telah membuang kejahatan.26 Dengan cara ini engkau akan pergi ke surga (evam saggam gamissatha) artinya setelah melakukan tindakan-tindakan berjasa dengan cara seperti yang telah disebutkan olehku, engkau akan muncul di devaloka.
Apa pun yang belum dijelaskan di sini harus dipahami persis seperti yang telah diberikan di Cerita Peta Berkepala Gundul27 dll.
Setelah mendengar apa yang dikatakan peta itu, para pedagang merasa amat risau dan kasihan kepadanya. Mereka mengambil semangkuk air, menyuruhnya berbaring dan kemudian memercikkan air ke dalam mulutnya. Walaupun orang-orang itu berkali-kali melakukannya, namun air yang dirindukan itu tidak mau turun ke tenggorokan peta itu28 akibat dari buah tindakan-tindakannya. Bagaimana rasa hausnya bisa diredakan? Mereka bertanya kepada peta itu apakah dia tidak29 merasakan sedikit kelegaan. ‘Sekalipun jika setetes air yang dipercikkan begitu banyak orang berkali-kali masuk ke teggorokanku, tetap saja tidak akan ada jalan keluar dari kandungan peta ini’, katanya. Mendengar hal ini, para pedagang itu merasa amat gelisah dan berkata, ‘Tetapi adakah suatu cara untuk meredakan rasa hausmu?’ [105] Dia berkata, ‘Bila tindakan jahat ini telah habis serta dana telah diberikan kepada Tathagata atau savaka30 Tathagata, dan orang itu mempersembahkan dana itu untukku, saya akan terbebas dari keadaan alam peta ini.’31 Mendengar hal ini, para pedagang itu kemudian pergi ke Savatthi, menemui Sang Buddha dan mengajukan masalah itu kepada Beliau. Mereka menerima Tiga Perlindungan dan Sila dan selama tujuh hari memberikan dana secara melimpah kepada Sangha bhikkhu dengan Sang Buddha sebagai pemimpinnya dan menujukannya kepada peta tersebut. Sang Buddha menganggap hal itu sebagai suatu kebutuhan yang muncul dan mengajarkan Dhamma kepada empat kelompok. Orang-orang pun meninggalkan noda keegoisan dan keserakahan dan sebagainya. Mereka bergembira dalam tindakan-tindakan memberi dan tindakan-tindakan berjasa lainnya.
Catatan:
1 Bandingkan DPPN i 1064.
2 Secara harfiah bida’ah atau klenik tentang kenihilan. Di 55, doktrin semacam ini dihubungkan dengan Ajita Kesakambalin, yang memuncak pada penyangkalan banyak prinsip yang menjadi pusat Buddhisme, misalnya penyangkalan bahwa ada manfaat yang diperoleh dari dana (tema teks ini), bahwa tindakan baik dan buruk tidak memberikan buah, bahwa ada suatu alam selain alam ini, dan bahwa ada orang-orang yang telah mencapai pembebasan. Lihat A.K. Coomaraswamy ‘Some Pali Words’, Harvard Journal of Asiatic Studies IV, 2, 1939 hal. 149 dst.; bandingkan PvA 215, 244 dst dan syair IV 326-27.
3 palito, syair-syair Tipitaka di bawah. Lihat catatan PvA 112 di bawah.
4 Borassus flabelliformis.
5 PED sv kantha mengutip ini seperti yang muncul di PvA 260, dan yang muncul pada PvA 260 seperti ada disini.
6 Lihat catatan di PvA 111 di bawah.
7 Terbaca sukkhanadim dengan Se Be untuk rukkhamulam pada teks.
8 Terbaca bindumattam pi paniyam alabhitva vigataso chinnamulo viya talo chinnapado pati dengan Se Be untuk bindumattam pi alabhitva ravi pada teks. Tato so chinnamulo viya talo chinno pati. Saya telah menerjemahkan chinnapado pati sebagai ‘jatuh tertelungkup’ walaupun in secara harfiah lebih berarti ‘jatuh, terpotong di kakinya’, sama seperti palmira yang dipotong di akarnya.
9 Terbaca dhanassa’pi dengan Se Be untuk dhanassami pada teks.
10 Bagian dari klenik natthika – lihat IV 323 di bawah.
11 Terbaca attakammaphalupago dengan Se Be untuk -phalupeto pada teks.
12 Terbaca upacca ‘pi dengan Se Be untuk upacchapi pada teks; bandingkan S i 209, Thig 248 dan catatan di EV ii 109.
13 Terbaca va rajunam dengan Se Be untuk vararajunam pada teks. Be hanya terbaca rajunam dan memberi nama Panna; baik disini dan di dalam syair.
14 Dhanapala berarti ‘penjaga kekayaan’.
15 Se Be; teks hanya terbaca sakatavahanam.
16 Suatu ukuran, yang biasanya untuk biji-bijian, bagi jumlah yang tidak diketahui. Di A v 173 = Sn hal. 126 disebutkan suatu muatan Kosala khari dan ini bisa bervariasi sesuai daerahnya.
17 Terbaca asiti hiraññassa tatha kahapanassa ca dengan Se Be untuk asitihi raññassa kahapanassa pada teks. Kahapana adalah sebuah koin, biasanya terbuat dari emas, tetapi juga terbuat dari perak dan tembaga.
18 Suatu ukuran emas: 1 bhara = 20 tula = 2000 pala (SED 753). Arti ini tidak terdaftar dalam PED.
19 Terbaca santajjako dengan Se Be untuk santajjito pada teks.
20 Teks salah memberi tanda baca dan harus dibaca dengan Se Be: na manussa ti. Na-y-idam yuttam manussanam pi.
21 Bandingkan syair-syair ibu Piyankara di S i 209.
22 apaya – kelahiran di neraka sebagai peta, asura atau binatang.
23 gati
24 Bandingkan catatan di PvA 148 di bawah.
* Dhp 127 = Miln 150
25 Teks salah mengeja metteyya.
26 Yaitu Arahat; terutama lihat Dhp 383-423.
27 I.10 di atas.
28 Terbaca adhogalam dengan Se Be untuk udhogalam pada teks.
29 Terbaca kaci dengan Be untuk ka pi pada teks Se.
30 Yaitu Sotapanna, Sakadagamin, Anagamin, Arahat, dan mereka yang berada pada Sang Jalan, Kategori-kategori ini meluas mencakup umat awam dan deva dan juga bhikkhu. Mereka adalah savaka, atau pendengar, yang berarti bahwa mereka telah memperoleh pandangan benar lewat sarana Dhammacakkhu karena telah mendengar ajaran mengenai Empat Kebenaran. Lihat M i 380 dan KhpA 183 dan skripsi doktoral saya (Universitas Lancaster). Demikian mereka membentuk Ariyasangha dari Pva 1, 110 dan harus dibedakan dari sangha para bhikkhu walaupun beberapa bhikkhu bisa tercakup.
31 Terbaca petattato dengan Se Be untuk petato pada teks.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com