PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA IBU UTTARA
Uttaramātupetivatthu (Pv 22)
Seorang bhikkhu yang telah pergi untuk beristirahat siang. Inilah cerita peta ibu Uttara. Inilah penjelasan1 mengenai artinya.
Ketika Konsili Pertama dibuka pada saat Parinibbana Sang Guru, Y. M. Maha-Kaccayana [141] sedang berdiam bersama dua belas bhikkhu di suatu tempat di hutan yang tidak jauh dari Kosambi. Pada saat itu penasehat raja Udena, yang biasanya mengurusi urusan-urusan di kota, meninggal dunia. Maka raja memanggil putra penasehat itu, seorang pemuda bernama Uttara, dan memberinya wewenang untuk mengurusi manajemen sambil berkata, ‘Sekarang engkau harus menangani urusan-urusan yang dahulu dikelola ayahmu.’ ‘Baiklah’, dia setuju2. Suatu hari dia pergi ke hutan bersama beberapa tukang kayu, mencari kayu untuk mengadakan perbaikan-perbaikan di kota. Sementara di sana3, dia datang ke tempat kediaman Y. M. Maha-Kaccayana Thera. Dilihatnya Thera tersebut sedang duduk sendiri, jubahnya terbuat dari kain buangan dari tumpukan debu. Tergugah pada (pemandangan) posturnya saja, pemuda itu memberi hormat, menyampaikan salam persahabatan, dan duduk di satu sisi. Thera tersebut kemudian membabarkan Dhamma kepadanya. Ketika pemuda itu mendengar Dhamma, dia dipenuhi bakti kepada Tiratana4. Setelah memantapkan diri di dalam perlindungan,5 dia mengundang Thera tersebut sambil berkata, ‘Bhante, terimalah (undangan) saya demi belas kasihan. Saya juga mengundang para bhikkhu untuk makan besok.’ Thera tersebut setuju dengan berdiam diri. Pemuda itu kemudian meninggalkan tempat tersebut, pergi ke kota untuk memberitahukan umat-umat lain, sambil berkata, ‘Saya telah mengundang Thera besok. Kalian juga harus datang ke rumah saya di mana dana akan diberikan.’ Pagi hari berikutnya dia menyuruh menyiapkan makanan-makanan pilihan – yang keras maupun lunak. Ketika diberitahu bahwa makanan sudah siap, dia pergi menemui Y. M. Maha-Kaccayana Thera yang sedang mendatangi bersama dua belas bhikkhu. Dia memberi hormat dan mempersilakan mereka memasuki rumah di depannya. Kemudian Thera dan para bhikkhu tersebut duduk di tempat duduk yang dihias kain mahal yang sesuai. Dia memberikan penghormatan dengan wewangian, bunga, dupa dan lampu, serta memuaskan mereka dengan makanan serta minuman pilihan. Dipenuhi dengan bakti dia merangkapkan tangan untuk memberikan penghormatan añjali6, dan mendengarkan para bhikkhu menyatakan penghargaan. Thera tersebut beranjak pergi, setelah penghargaan terhadap makanan ditunjukkan.7 Pemuda itu kemudian mengambil mangkuk Y. M. Maha-Kaccayana Thera dan mengikuti beliau meninggalkan kota. Dalam perjalanan, dia memohon beliau untuk kembali, ‘Bhante harus selalu mengunjungi rumah saya.’ Setelah mengetahui persetujuan beliau, pemuda itu pun kembali ke rumahnya. Dengan cara melayani Y. M. Maha-Kaccayana Thera, dia menjadi mantap karena nasihat-nasihat beliau [142] dan mencapai buah-sotapatti. Lalu dia menyuruh membangun vihara dan membuat segenap sanak saudaranya menemukan keyakinan di dalam Ajaran. Tetapi ibunya memiliki hati yang dipenuhi noda keegoisan. Dia mencaci-maki anaknya demikian, ‘Semoga makanan dan minuman yang engkau berikan kepada para petapa tanpa persetujuanku ini berubah menjadi darah bagimu di alam berikutnya!’ Walaupun demikian, dia masih memperbolehkan sedikit bulu ekor burung merak diberikan pada Hari Besar vihara tersebut. Ketika kemudian ibu itu meninggal, dia muncul di kandungan peta. Sebagai buah dari persetujuannya memberikan hadiah bulu ekor burung merak tersebut, maka rambutnya hitam, mulus, bergelombang di ujungnya, lembut dan panjang. Ketika dia pergi ke sungai Gangga sambil berpikir, ‘Saya akan minum’, air sungai itu berubah menjadi darah. Selama lima puluh lima tahun dia berkelana dengan dikuasai rasa haus dan lapar. Pada suatu hari dia melihat Kankharevata Thera8 duduk di tepi sungai Gangga ketika beristirahat siang. Dia mendekati Thera tersebut setelah menutupi dirinya dengan rambutnya yang panjang itu, dan mohon pada beliau agar diberi air. Dengan mengacu pada hal ini maka (yang berikut) ini disebutkan. Dua syair pembukaan telah diselipkan di sini oleh mereka yang mengulang teks:
1. ‘Peti yang mengerikan dan seram dipandang mata mendekati bhikkhu yang sedang beristirahat tengah hari, dan sedang duduk di tepi sungai Gangga.
2. Rambutnya luar biasa panjang dan berjurai turun sejauh tanah. Ditutupi oleh rambutnya, dia menyapa petapa tersebut demikian.’
1 Di sini, seram dipandang mata (bhirudassana): mengerikan untuk dipandang, kelihatan sangat marah. Bacaan lain adalah ‘terlihat bagaikan Rudra’ (ruddadassana),10 yang artinya kelihatan menjijikkan, seram.11
2 Berjurai turun sejauh tanah: yava bhummavalambare=yava bhumi tava olambanti (ketentuan gabungan dalam bentuk tata bahasa alternatif). Pertama-tama ‘bhikkhu’ dan setelah itu ‘petapa’, keduanya mengacu pada Kankharevata Thera.
Peti tersebut mendekati Thera dan, sambil memohon air kepada beliau, mengucapkan syair ini:
3. ‘Selama lima puluh lima tahun sejak saya meninggal [143] saya tidak sadar telah makan atau minum air. Tolong berilah saya air, tuan – saya kering dan menginginkan air.’
3 Di sini, saya tidak sadar telah makan (nabhijanami bhuttam va): selama interval waktu selama itu saya tidak sadar telah makan atau minum air, yang artinya saya belum makan dan minum. Kering (tasita): haus. Dan menginginkan air (paniyaya): ‘Tolong berilah saya air, tuan, karena saya telah berkelana kian kemari mencari air’ – beginilah hal ini harus ditafsirkan.
Dari sini dan selanjutnya adalah syair-syair percakapan antara Thera dan peti tersebut:
4. ‘Air sejuk sungai Gangga ini mengalir turun dari Himalaya – engkau dapat mengambilnya dari sini dan minum, mengapa minta air dariku ?’
5. ‘Tuan, jika saya sendiri yang mengambil air dari sungai Gangga ini, air itu berubah menjadi darah bagiku. Itulah sebabnya saya memohon air.’
6. ‘Kalau demikian, tindakan buruk12 apa yang telah dilakukan olehmu melalui tubuh, pikiran atau ucapan? Sebagai akibat dari tindakan yang manakah maka sungai Gangga menjadi darah bagimu?’
7. ‘Anakku, Uttara, tuan, memiliki keyakinan dan adalah umat awam; berlawanan dengan kehendak saya, dia memberikan jubah dan dana makanan, kebutuhan-kebutuhan dan tempat tinggal bagi para petapa;
8. Tetapi, saya merasa jengkel karena egois, dan mencaci makinya dengan berkata, “Semoga jubah dan dana makanan, kebutuhan-kebutuhan serta tempat tinggal yang engkau berikan kepada para petapa tanpa persetujuanku itu,
9. Semoga ini menjadi darah bagimu di alam berikutnya, Uttara!” Sebagai akibat dari tindakan itulah maka sungai Gangga menjadi darah bagiku.
4 Di sini, dari Himalaya (Himavantato): dari raja pegunungan yang telah mendapat nama ‘Himalaya’13 karena jumlah saljunya yang luar biasa banyak (himassa). Mengalir turun (sandati): berasal dari. Dari sini (etto): dari ini, dari sungai Gangga yang besar ini. Mengapa? (kim): dia menunjukkan, ‘Karena alasan apakah maka engkau memohon air padaku?14 Pergilah ke sungai Gangga dan minumlah sebanyak yang engkau suka.’
5 [144] Air itu berubah menjadi darah bagiku (lohitam me parivattati): karena15 suatu tindakan jahat, maka air itu ketika mengalir menjadi darah bagiku, berubah menjadi darah. Air itu menjadi darah segera setelah dia menyentuhnya.
7 Berlawanan dengan kehendak saya (mayham akamaya): melawan keinginan saya. Memberikan (pavecchati): menyerahkan. Kebutuhan-kebutuhan (paccayam): kebutuhan-kebutuhan untuk yang sakit.
9 Ini (etam): ‘Semoga semua kebutuhan-kebutuhan ini, seperti misalnya jubah dan sebagainya yang engkau berikan kepada para petapa, yang engkau serahkan kepada mereka – semoga menjadi darah bagimu di alam berikutnya, Uttara!’ Sebagai akibat dari hal ini, dari tindakan jahat yang dilakukan dengan kutukan ini16 – beginilah hal ini harus ditafsirkan.
Kemudian Y M. Revata memberikan air kepada Sangha bhikkhu atas nama peti tersebut, dan pergi mencari dana serta memberikan makanan yang telah dikumpulkannya kepada para bhikkhu. Dia mengumpulkan kain-kain dari tumpukan sampah dan sebagainya, mencucinya dan membuat kain itu menjadi bantalan dan karpet17. Kemudian semuanya itu diberikannya kepada para bhikkhu. Dengan cara ini peti tersebut mendapat keelokan surgawi. Dia pergi menghadap Thera tersebut dan menunjukkan kepada beliau keelokan surgawi yang telah diperolehnya. Revata Thera lalu menjelaskan hal tersebut kepada empat kelompok yang telah berkumpul di hadapannya dan kemudian memberikan khotbah Dhamma. Orang-orang yang dipenuhi kegelisahan pada saat itu menjadi terbebas dari noda keegoisan dan bergembira dalam keadaan-keadaan yang baik, seperti misalnya keluhuran memberi dan sebagainya.
Cerita Peta ini dapat dianggap telah dimasukkan ke dalam koleksi ini pada Konsili Kedua.
Catatan:
1 Terbaca -vibhãvanã dengan Se Be untuk -vibhavanã pada teks; bandingkan dengan PED sv.
2 Terbaca so ca sadhu sampaticchitva dengan Se Be; teks menghilangkannya.
3 Terbaca tattha dengan Se Be untuk tattho pada teks.
4 Buddha, Dhamma dan Sangha.
5 Terbaca saranesu patitthaya dengan Se Be untuk sarane supatitthaya pada teks.
6 Terbaca katañjali denga Se Be untuk katañjali pada teks.
7 Terbaca katabhattanumodane dengan Se Be untuk -anumo-danena pada teks.
8 Bandingkan dengan A i 24; Thag 3.
9 Terbaca yaci. Tam dengan Se Be untuk yacitam pada teks.
10 Ada banyak variasi bacaan. Saya mengikuti Se: bhayanakadassana rutthadassana. Ruddadassana ti va patho untuk bhayanakadassana rudassana, bhiru-dassana ti va patho pada teks. Be terbaca bhayanakadassana. Ruddadassana ti va patho. Ini adalah dewa Rudra pada kitab Veda, yang sesudahnya dihubungkan dengan salah satu aspek Siva yang hebat.
11 Terbaca bibhacchabhariyadassana dengan Se Be untuk bibhaccha bhirudassana pada teks; bandingkan dengan PvA 90.
12 Terbaca dukkatam dengan Se Be dan di tempat lain untuk dukkhatam pada teks.
13 Himavant- secara harfiah memiliki salju.
14 Terbaca paniyam dengan Se Be untuk paniyan ti pada teks.
15 Terbaca papakammavasena dengan Se untuk Be papakammaphalena pada teks.
16 Terbaca abhisapanavassena dengan Se Be untuk abhisampannavasena pada teks; bandingkan dengan PED sv. Secara salah teks menyisipkan titik sebelum Uttara.
17 Terbaca dhovitva bhisiñ ca cimilikañ ca katva dengan Se Be untuk dhovitvabhisiñci cimillikañ ca katva pada teks dan seperti yang diubah di PED sv abhisiñcati. Mungkin lebih baik dibaca bhisiñ ca, bantal atau penutup alas tidur (bandingkan dengan Vin Teks ii 210 n. 2; B dari Disc ii 47 n. 1) dan bukannya ‘bhisiñci, masa lalu dari abhisiñcati, memercikkan (dan dikembangkan menjadi mewarnai – bandingkan B dari Disc v 211 n. 6 mengenai phositum). Cimilika, tidak pasti artinya menurut PED, kelihatannya berarti semacam karpet. Lihat B dari Disc ii 241 n. 8, v 210 n. 4 dan Vin Teks iii 167 n. 2. Kamus Bahasa Inggris-Pali karya Buddhadatta memberikan arti ‘sarung bantal.’
Ketika Konsili Pertama dibuka pada saat Parinibbana Sang Guru, Y. M. Maha-Kaccayana [141] sedang berdiam bersama dua belas bhikkhu di suatu tempat di hutan yang tidak jauh dari Kosambi. Pada saat itu penasehat raja Udena, yang biasanya mengurusi urusan-urusan di kota, meninggal dunia. Maka raja memanggil putra penasehat itu, seorang pemuda bernama Uttara, dan memberinya wewenang untuk mengurusi manajemen sambil berkata, ‘Sekarang engkau harus menangani urusan-urusan yang dahulu dikelola ayahmu.’ ‘Baiklah’, dia setuju2. Suatu hari dia pergi ke hutan bersama beberapa tukang kayu, mencari kayu untuk mengadakan perbaikan-perbaikan di kota. Sementara di sana3, dia datang ke tempat kediaman Y. M. Maha-Kaccayana Thera. Dilihatnya Thera tersebut sedang duduk sendiri, jubahnya terbuat dari kain buangan dari tumpukan debu. Tergugah pada (pemandangan) posturnya saja, pemuda itu memberi hormat, menyampaikan salam persahabatan, dan duduk di satu sisi. Thera tersebut kemudian membabarkan Dhamma kepadanya. Ketika pemuda itu mendengar Dhamma, dia dipenuhi bakti kepada Tiratana4. Setelah memantapkan diri di dalam perlindungan,5 dia mengundang Thera tersebut sambil berkata, ‘Bhante, terimalah (undangan) saya demi belas kasihan. Saya juga mengundang para bhikkhu untuk makan besok.’ Thera tersebut setuju dengan berdiam diri. Pemuda itu kemudian meninggalkan tempat tersebut, pergi ke kota untuk memberitahukan umat-umat lain, sambil berkata, ‘Saya telah mengundang Thera besok. Kalian juga harus datang ke rumah saya di mana dana akan diberikan.’ Pagi hari berikutnya dia menyuruh menyiapkan makanan-makanan pilihan – yang keras maupun lunak. Ketika diberitahu bahwa makanan sudah siap, dia pergi menemui Y. M. Maha-Kaccayana Thera yang sedang mendatangi bersama dua belas bhikkhu. Dia memberi hormat dan mempersilakan mereka memasuki rumah di depannya. Kemudian Thera dan para bhikkhu tersebut duduk di tempat duduk yang dihias kain mahal yang sesuai. Dia memberikan penghormatan dengan wewangian, bunga, dupa dan lampu, serta memuaskan mereka dengan makanan serta minuman pilihan. Dipenuhi dengan bakti dia merangkapkan tangan untuk memberikan penghormatan añjali6, dan mendengarkan para bhikkhu menyatakan penghargaan. Thera tersebut beranjak pergi, setelah penghargaan terhadap makanan ditunjukkan.7 Pemuda itu kemudian mengambil mangkuk Y. M. Maha-Kaccayana Thera dan mengikuti beliau meninggalkan kota. Dalam perjalanan, dia memohon beliau untuk kembali, ‘Bhante harus selalu mengunjungi rumah saya.’ Setelah mengetahui persetujuan beliau, pemuda itu pun kembali ke rumahnya. Dengan cara melayani Y. M. Maha-Kaccayana Thera, dia menjadi mantap karena nasihat-nasihat beliau [142] dan mencapai buah-sotapatti. Lalu dia menyuruh membangun vihara dan membuat segenap sanak saudaranya menemukan keyakinan di dalam Ajaran. Tetapi ibunya memiliki hati yang dipenuhi noda keegoisan. Dia mencaci-maki anaknya demikian, ‘Semoga makanan dan minuman yang engkau berikan kepada para petapa tanpa persetujuanku ini berubah menjadi darah bagimu di alam berikutnya!’ Walaupun demikian, dia masih memperbolehkan sedikit bulu ekor burung merak diberikan pada Hari Besar vihara tersebut. Ketika kemudian ibu itu meninggal, dia muncul di kandungan peta. Sebagai buah dari persetujuannya memberikan hadiah bulu ekor burung merak tersebut, maka rambutnya hitam, mulus, bergelombang di ujungnya, lembut dan panjang. Ketika dia pergi ke sungai Gangga sambil berpikir, ‘Saya akan minum’, air sungai itu berubah menjadi darah. Selama lima puluh lima tahun dia berkelana dengan dikuasai rasa haus dan lapar. Pada suatu hari dia melihat Kankharevata Thera8 duduk di tepi sungai Gangga ketika beristirahat siang. Dia mendekati Thera tersebut setelah menutupi dirinya dengan rambutnya yang panjang itu, dan mohon pada beliau agar diberi air. Dengan mengacu pada hal ini maka (yang berikut) ini disebutkan. Dua syair pembukaan telah diselipkan di sini oleh mereka yang mengulang teks:
1. ‘Peti yang mengerikan dan seram dipandang mata mendekati bhikkhu yang sedang beristirahat tengah hari, dan sedang duduk di tepi sungai Gangga.
2. Rambutnya luar biasa panjang dan berjurai turun sejauh tanah. Ditutupi oleh rambutnya, dia menyapa petapa tersebut demikian.’
1 Di sini, seram dipandang mata (bhirudassana): mengerikan untuk dipandang, kelihatan sangat marah. Bacaan lain adalah ‘terlihat bagaikan Rudra’ (ruddadassana),10 yang artinya kelihatan menjijikkan, seram.11
2 Berjurai turun sejauh tanah: yava bhummavalambare=yava bhumi tava olambanti (ketentuan gabungan dalam bentuk tata bahasa alternatif). Pertama-tama ‘bhikkhu’ dan setelah itu ‘petapa’, keduanya mengacu pada Kankharevata Thera.
Peti tersebut mendekati Thera dan, sambil memohon air kepada beliau, mengucapkan syair ini:
3. ‘Selama lima puluh lima tahun sejak saya meninggal [143] saya tidak sadar telah makan atau minum air. Tolong berilah saya air, tuan – saya kering dan menginginkan air.’
3 Di sini, saya tidak sadar telah makan (nabhijanami bhuttam va): selama interval waktu selama itu saya tidak sadar telah makan atau minum air, yang artinya saya belum makan dan minum. Kering (tasita): haus. Dan menginginkan air (paniyaya): ‘Tolong berilah saya air, tuan, karena saya telah berkelana kian kemari mencari air’ – beginilah hal ini harus ditafsirkan.
Dari sini dan selanjutnya adalah syair-syair percakapan antara Thera dan peti tersebut:
4. ‘Air sejuk sungai Gangga ini mengalir turun dari Himalaya – engkau dapat mengambilnya dari sini dan minum, mengapa minta air dariku ?’
5. ‘Tuan, jika saya sendiri yang mengambil air dari sungai Gangga ini, air itu berubah menjadi darah bagiku. Itulah sebabnya saya memohon air.’
6. ‘Kalau demikian, tindakan buruk12 apa yang telah dilakukan olehmu melalui tubuh, pikiran atau ucapan? Sebagai akibat dari tindakan yang manakah maka sungai Gangga menjadi darah bagimu?’
7. ‘Anakku, Uttara, tuan, memiliki keyakinan dan adalah umat awam; berlawanan dengan kehendak saya, dia memberikan jubah dan dana makanan, kebutuhan-kebutuhan dan tempat tinggal bagi para petapa;
8. Tetapi, saya merasa jengkel karena egois, dan mencaci makinya dengan berkata, “Semoga jubah dan dana makanan, kebutuhan-kebutuhan serta tempat tinggal yang engkau berikan kepada para petapa tanpa persetujuanku itu,
9. Semoga ini menjadi darah bagimu di alam berikutnya, Uttara!” Sebagai akibat dari tindakan itulah maka sungai Gangga menjadi darah bagiku.
4 Di sini, dari Himalaya (Himavantato): dari raja pegunungan yang telah mendapat nama ‘Himalaya’13 karena jumlah saljunya yang luar biasa banyak (himassa). Mengalir turun (sandati): berasal dari. Dari sini (etto): dari ini, dari sungai Gangga yang besar ini. Mengapa? (kim): dia menunjukkan, ‘Karena alasan apakah maka engkau memohon air padaku?14 Pergilah ke sungai Gangga dan minumlah sebanyak yang engkau suka.’
5 [144] Air itu berubah menjadi darah bagiku (lohitam me parivattati): karena15 suatu tindakan jahat, maka air itu ketika mengalir menjadi darah bagiku, berubah menjadi darah. Air itu menjadi darah segera setelah dia menyentuhnya.
7 Berlawanan dengan kehendak saya (mayham akamaya): melawan keinginan saya. Memberikan (pavecchati): menyerahkan. Kebutuhan-kebutuhan (paccayam): kebutuhan-kebutuhan untuk yang sakit.
9 Ini (etam): ‘Semoga semua kebutuhan-kebutuhan ini, seperti misalnya jubah dan sebagainya yang engkau berikan kepada para petapa, yang engkau serahkan kepada mereka – semoga menjadi darah bagimu di alam berikutnya, Uttara!’ Sebagai akibat dari hal ini, dari tindakan jahat yang dilakukan dengan kutukan ini16 – beginilah hal ini harus ditafsirkan.
Kemudian Y M. Revata memberikan air kepada Sangha bhikkhu atas nama peti tersebut, dan pergi mencari dana serta memberikan makanan yang telah dikumpulkannya kepada para bhikkhu. Dia mengumpulkan kain-kain dari tumpukan sampah dan sebagainya, mencucinya dan membuat kain itu menjadi bantalan dan karpet17. Kemudian semuanya itu diberikannya kepada para bhikkhu. Dengan cara ini peti tersebut mendapat keelokan surgawi. Dia pergi menghadap Thera tersebut dan menunjukkan kepada beliau keelokan surgawi yang telah diperolehnya. Revata Thera lalu menjelaskan hal tersebut kepada empat kelompok yang telah berkumpul di hadapannya dan kemudian memberikan khotbah Dhamma. Orang-orang yang dipenuhi kegelisahan pada saat itu menjadi terbebas dari noda keegoisan dan bergembira dalam keadaan-keadaan yang baik, seperti misalnya keluhuran memberi dan sebagainya.
Cerita Peta ini dapat dianggap telah dimasukkan ke dalam koleksi ini pada Konsili Kedua.
Catatan:
1 Terbaca -vibhãvanã dengan Se Be untuk -vibhavanã pada teks; bandingkan dengan PED sv.
2 Terbaca so ca sadhu sampaticchitva dengan Se Be; teks menghilangkannya.
3 Terbaca tattha dengan Se Be untuk tattho pada teks.
4 Buddha, Dhamma dan Sangha.
5 Terbaca saranesu patitthaya dengan Se Be untuk sarane supatitthaya pada teks.
6 Terbaca katañjali denga Se Be untuk katañjali pada teks.
7 Terbaca katabhattanumodane dengan Se Be untuk -anumo-danena pada teks.
8 Bandingkan dengan A i 24; Thag 3.
9 Terbaca yaci. Tam dengan Se Be untuk yacitam pada teks.
10 Ada banyak variasi bacaan. Saya mengikuti Se: bhayanakadassana rutthadassana. Ruddadassana ti va patho untuk bhayanakadassana rudassana, bhiru-dassana ti va patho pada teks. Be terbaca bhayanakadassana. Ruddadassana ti va patho. Ini adalah dewa Rudra pada kitab Veda, yang sesudahnya dihubungkan dengan salah satu aspek Siva yang hebat.
11 Terbaca bibhacchabhariyadassana dengan Se Be untuk bibhaccha bhirudassana pada teks; bandingkan dengan PvA 90.
12 Terbaca dukkatam dengan Se Be dan di tempat lain untuk dukkhatam pada teks.
13 Himavant- secara harfiah memiliki salju.
14 Terbaca paniyam dengan Se Be untuk paniyan ti pada teks.
15 Terbaca papakammavasena dengan Se untuk Be papakammaphalena pada teks.
16 Terbaca abhisapanavassena dengan Se Be untuk abhisampannavasena pada teks; bandingkan dengan PED sv. Secara salah teks menyisipkan titik sebelum Uttara.
17 Terbaca dhovitva bhisiñ ca cimilikañ ca katva dengan Se Be untuk dhovitvabhisiñci cimillikañ ca katva pada teks dan seperti yang diubah di PED sv abhisiñcati. Mungkin lebih baik dibaca bhisiñ ca, bantal atau penutup alas tidur (bandingkan dengan Vin Teks ii 210 n. 2; B dari Disc ii 47 n. 1) dan bukannya ‘bhisiñci, masa lalu dari abhisiñcati, memercikkan (dan dikembangkan menjadi mewarnai – bandingkan B dari Disc v 211 n. 6 mengenai phositum). Cimilika, tidak pasti artinya menurut PED, kelihatannya berarti semacam karpet. Lihat B dari Disc ii 241 n. 8, v 210 n. 4 dan Vin Teks iii 167 n. 2. Kamus Bahasa Inggris-Pali karya Buddhadatta memberikan arti ‘sarung bantal.’
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com