PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA NANDAKA
Nandakapetavatthu (Pv 38)
‘Raja yang bernama Pingalaka.’ lnilah Cerita Peta Nandaka. Bagaimana ini bermula?
Setelah 200 tahun berlalu sejak saat Sang Guru Parinibbana, 1di kerajaan Surattha2 ada seorang raja bernama Pingalaka. Jenderalnya, yang bernama Nandaka, memiliki pandangan salah dan pandangan sesat. Dia pergi ke mana-mana menyampaikan konsepsi yang salah bahwa ‘Tidak ada hal seperti dana … ‘3 dan sebagainya. Puterinya, yang bemama Uttara, adalah seorang pengikut awam yang telah diberikan (dalam perkawinan) kepada keluarga yang sesuai. Ketika Nandaka meninggal, dia muncul sebagai vimanapeta di pohon beringin yang besar di Hutan Vinjha.4 Pada saat kematian Nandaka itu, Uttara memberikan satu piring kue dari susu kental asam yang lezat dan berbau harum, serta satu pot penuh air yang harum, sejuk dan jemih kepada seorang bhikkhu thera yang telah menghapus asava di dalam dirinya. Uttara mempersembahkannya sambil berkata, ‘Semoga dana ini bermanfaat untuk ayahku.’Lewat dana itu, muncul di hadapan Nandaka air surgawi dan kue yang tak terhitung banyaknya. Ketika melihat hal ini, dia berpikir,’Pasti saya telah melakukan tindakan jahat yang membuat orang-orang mengambil pandangan salah bahwa “Tidak ada hal seperti dana …” dan sebagainya. Tetapi raja Pingalaka sekarang sedang pergi untuk memberikan nasihat kepada raja Dhammasoka. 5Raja Pingalaka baru akan kembali setelah memberikan nasihat ini kepadanya. Kalau demikian, lebih baik saya menghalau pandangan natthika itu.’ Tidak lama sesudahnya, ketika raja Pingalaka sedang dalam perjalanan pulang setelah memberikan nasihat kepada raja Dhammasoka, [245] sang peta menciptakan jalan yang menuju ke tempat tinggalnya. Raja berjalan di sepanjang jalan itu di sekitar siang hari. Ketika raja menelusuri jalan itu, jalan di depannya dapat dilihat. Tetapi di belakang raja, jalan itu tiba-tiba lenyap. Ketika laki-laki yang paling belakang melihat jalan itu telah lenyap, dia ketakutan, dan sambil berteriak karena putus asa,6 dia berlari dan memberitahu sang raja. Mendengar hal ini, raja merasa takut dan hatinya galau. Dia berdiri di atas punggung gajahnya untuk mengamati empat penjuru. Ketika melihat pohon beringin tempat tinggal peta tersebut, raja menuju tempat itu diiringi empat divisi7 tentaranya. Ketika pada saatnya raja sampai ke tempat itu, sang peta dengan semua hiasan dan perhiasan mendekati raja dan menyampaikan salam yang ramah, serta menyuruh agar kue dan air disajikan kepada raja. Raja dan para pengawalnya pun mandi, makan kue dan minum air. Ketika kelelahan perjalanan itu telah mereda, 8raja bertanya kepada peta itu, ‘Apakah engkau devata, gandhabba?’ dan seterusnya. 9Peta itu menceritakan kisahnya kepada raja lengkap dari awalnya dan membebaskan raja dari pandangan salahnya. Kemudian dia memantapkan raja di dalam Perlindungan dan Sila. Untuk menjelaskan ini, mereka yang mengulang teks menyatakan syair-syair ini:
1. “Raja yang bernama Pingalaka, penguasa orang-orang Surattha, sekali lagi kembali ke Surattha setelah pergi berkunjung ke suku Moriya.10
2. Di tengah panasnya siang hari, raja sampai pada tanah lumpur halus yang dalam, serta melihat jalan yang menyenangkan, jalan setapak sang peta yang berpasir.11
3. Raja memanggil kusirnya sambil berkata, “Jalan ini menyenangkan, damai, aman, dan memberi harapan baik – wahai kusir, marilah kita mengambil jalan ini dari sini menuju daerah Surattha .”12
4. Raja Sorattha berangkat dengan cara ini bersama dengan empat devisi tentaranya. Seorang laki-laki yang kelihatan bingung13 mengatakan hal ini kepada raja Sorattha.
5. [246] “Kita telah mengambil jalan yang salah, yang mengerikan dan mendirikan bulu kuduk – di depan, jalan bisa dilihat tetapi di belakang, jalan itu tidak terlihat.
6. Kita telah mengambil jalan yang salah menuju kelompok pengikut Yama; bau amis yang bukan-manusia berhembus dan lolongan yang mengerikan terdengar.”
7. Raja Sorattha merasa gelisah, dan mengatakan hal ini kepada kusirnya, “Kita telah mengambil jalan yang salah, yang mengerikan dan mendirikan bulu kuduk – di depan, jalan bisa dilihat tetapi di belakang, jalan itu tidak terilihat.
8. Kita telah mengambil jalan yang salah menuju kelompok pengikut Yama; bau amis yang bukan-manusia berhembus dan lolongan yang mengerikan terdengar.”
9. Dia naik ke punggung gajah dan, sambil mengamati empat penjuru, dia melihat sebatang pohon beringin, sebuah “peminum-kaki”, yang penuh keteduhan, penampilannya mirip dengan awan gelap, yang menyerupai kedahsyatan awan badai.14
10. Raja berkata kepada kusirnya, “Apakah benda besar yang terlihat itu, yang penampilannya mirip dengan awan gelap, yang menyerupai kedahsyatan awan badai?”
11. “Itu adalah pohon beringin, raja agung, ‘peminum-kaki’, yang penuh keteduhan, penampilannya mirip dengan awan gelap, yang menyerupai kedahsyatan awan badai.”
12. Raja Sorattha pergi menuju arah ke mana benda besar itu terlihat, yang penampilannya midp dengan awan gelap, yang menyerupai kedahsyatan awan badai.
13. Raja turun dari punggung gajah dan pergi ke arah pohon, lalu duduk di kaki pohon itu bersama penasihat serta para pelayannya, dan melihat pot penuh air dan beberapa kue yang lezat.
14. Seorang laki-laki dengan penampilan deva -dengan semua hiasan dan perhiasan- mendekati dan mengatakan hal ini kepada raja Sorattha,
15. “Selamat datang, raja agung, engkau sebenarnya tidak salah-datang; 15minumlah air itu, tuanku, dan makanlah kue itu, O, penakluk musuh-musuhmu.”
16. Raja bersama penasihat dan para pelayannya pun minum air dan makan kue; setelah minum, raja Sorattha mengatakan hal ini
17. [247] “Apakah engkau devata, gandhabba atau Sakka Purindada? 16Karena tidak mengenalimu, kami menanyakan bagaimana kami bisa mengenalimu.”
18, “Saya bukan deva, bukan gandhabba, bahkan bukan Sakka Purindada – saya adalah peta, raja agung, yang datang kesini dari Surattha.”
19. “Apakah perilakumu, apakah berbuatanmu, ketika engkau di Surattha dahulu – lewat perilaku Brahma apakah maka muncul keagunganmu ini?”
20. “Dengarkan ini, raja agung, O penakluk musuh-musuhmu dan peluas kerajaan, dan juga para penasihat, pelayanmu serta brahmana itu, pendeta utama itu:
21. Saya dari Surattha, tuanku, dan dahulu adalah seorang dengan pikiran yang jahat, yang memiliki pandangan salah dan berperilaku buruk, kikir dan suka mencaci.
22. Saya dahulu mempunyai kebiasaan menghalangi banyak orang yang memberi dan melakukan tindakan – sementara yang lain memberi, saya bertindak sebagai penghalang (dengan mengatakan),
23. ‘Tidak ada hasil dari berdana; dari manakah akan muncul buah dari pengendalian diri? Sesungguhnya tidak ada Guru, jadi siapakah yang akan menjinakkan mereka yang belum jinak?
24. Semua makhluk persis sama – maka, mengapa menghormati mereka yang lebih tinggi? Tidak ada kekuatan atau usaha, maka, apa gunanya usaha manusia?
25. Sungguh tidak ada buah dari berdana – orang yang memiliki rasa permusuhan tidak dapat dibersihkan; manusia mendapatkan apa yang merupakan miliknya melalui perubahan-perubahan nasib.18
26. Tidak ada ibu, ayah atau saudara lelaki; tidak ada alam sesudah alam ini. Tidak ada yang diberikan, tidak ada persembahan korban – tak dikenal apa pun yang diberikan dengan baik.
27. Seandainya orang membunuh manusia atau memotong kepala yang lain, hal itu bukanlah kasus orang membunuh orang lain – (sebuah pedang hanya menembus) masuk ke dalam interval di antara tujuh (zat dasar).19
28. Jiwa tak dapat dihancurkan dan tak dapat dibagi-bagi; jiwa berbentuk oktagonal atau bulat bagaikan bola, dan 500 yojana (tingginya), maka siapa yang mampu menghancurkan jiwa?
29. [248] Sebagaimana segulung benang ketika dilemparkan ke depan akan menggelinding melepaskan ikatannya sendiri, demikian pula dengan cara yang sama jiwa pun berlari menggelinding melepaskan ikatannya sendiri.
30. Sebagaimana orang meninggalkan satu desa dan masuk ke desa lain, demikian pula dengan cara yang sama jiwa masuk ke tubuh lain.
31. Sebagaimana orang meninggalkan satu rumah dan masuk ke rumah lain, demikian pula dengan cara yang sama jiwa masuk ke tubuh lain.
32. Selama 84 ratus ribu kalpa besar, baik yang tolol maupun yang bijaksana terlempar tercerai-berai di dalam samsara sebelum mereka mengakhiri kesengsaraan.20
33. Kebahagiaan dan penderitaan diukur oleh dona dan keranjang; Sang Penakluk mengetahui semuanya sementara orang lain bingung.’
34. Saya di masa lampau memiliki pandangan seperti itu; 21saya bingung dan diselimuti oleh kebodohan batin, karena memiliki pandangan salah dan berperilaku buruk, kikir, dan suka mencaci.
35. Pada sisi enam bulan ini kematianku akan datang dan saya akan jatuh ke neraka yang amat keras dan mengerikan.
36. Bersudut empat dan dengan empat gerbang, neraka itu dibagi menjadi bagian yang sama, dikelilingi oleh dinding besi, dengan atap besi di atas.
37. Lantainya yang panas menganga terbuat dari besi yang menyala; sepenuhnya ke sekeliling 100 yojana lantai itu membentang, selalu berdiri.
38. Setelah seratus ribu tahun berlalu, suatu pernyataan langsung terdengar- inilah satu lakkha, 22raja yang agung, setelah seperseratus koti tahun.
39. Selama seratus ribu koti, orang-orang yang memiliki pandangan salah, yang berperilaku buruk dan yang mencemooh para ariya akan digodok di neraka.
40. Di sana, selama waktu yang lama saya akan mengalami perasan-perasaan yang menyakitkan sebagai buah dari tindakan-tindakan jahatku – untuk alasan inilah saya amat sedih.
41. [249] Dengarkan ini, raja yang agung, O penjinak musuh musuhmu dan peluas kerajaan, berkahku ada bersamamu. Saya mempunyai seorang anak perempuan bernama Uttara, raja yang agung,
42. Yang melakukan tindakan-tindakan yang berjasa dan yang dengan bhakti menjalankan Sila dan Uposatha, terkendali, dengan tangan-terbuka, ramah tamah dan tidak egois.
43. Dia menjalankan Sila secara tak-terputus dan merupakan anak menantu bagi mereka dari keluarga lain. Dia adalah pengikut awam Petapa Sakya, Sang Buddha, Yang Agung.
44. Seorang bhikkhu yang memiliki keluhuran, dengan mata yang tertunduk, memiliki kewaspadaan, pintu-pintu (indera)- nya terjaga, terkendaii dengan baik, memasuki desa, mengumpulkan dana makanan dalam pindapatta yang tak terputus dan sampai ke tempat tinggal Uttara.
45. Berkahku ada bersamamu, raja yang agung. Ketika Uttara melihat Beliau, dia memberi Beliau air satu pot penuh dan beberapa kue lezat dengan berkata, “Ayahku telah meninggal, Bhante; semoga ini bermanfaat untuknya.”
46. Segera setelah dia mempersembahkan ini, hasilnya pun muncul – saya menikmati pemuasan semua keinginanku persis seperti hainya raja Vessavana.23
47. Dengarkaniah ini, raja yang agung, O penjinak musuh-musuhmu dan peluas kerajaan – engkau, O penjinak musuh-musuhmu, dan keluargamu harus pergi untuk mencari perlindungan pada Sang Buddha, Sang Buddha yang dinyatakan agung24 di dunia ini bersama dengan para dewanya.
48. Engkau, O penjinak musuh-musuhmu, engkau dan keluargamu harus pergi untuk mencari pelindungan pada Dhamma, jalan berunsur-delapan yang membawa mereka mencapai Alam Tanpa-Kematian.25
49. Engkau, O penjinak musuh-musuhmu, dan keluargamu harus pergi untuk mencari pelindungan pada Sangha, empat jenis yang telah memasuki Sang Jalan dan empat yang berdiri di dalam buahnya, 26inilah Sangha dari mereka yang lurus, yang mantap di dalam keluhuran dan pandangan terang.
50. Engkau seharusnya segera mengendalikan diri dari menghancurkan kehidupan makhluk hidup dan menjauhkan diri di dunia ini dari mengambil apa yang tidak diberikan.[250] Engkau tidak boleh menjadi orang yang minum minuman yang bersifat racun dan engkau pun tidak boleh berbicara bohong, sementara engkau harus puas dengan isterimu sendiri.”
51. “Engkau menginginkan kebaikanku, yakkha, engkau menginginkan kesejahteraanku, devata; saya akan melakukan apa yang kau katakan – engkau adalah guruku.
52. Saya akan pergi untuk berlindung pada Sang Buddha, pada Dhamma, dan saya juga akan pergi untuk berlindung pada Sangha, yang tidak ada bandingnya bagi dewa dan manusia.
53. Saya akan segera menjauhkan diri dari menghancurkan kehidupan makhluk hidup dan menjauhkan diri di dunia ini dari mengambil apa yang diberikan; saya tidak akan menjadi orang yang minum minuman yang bersifat racun dan saya pun tidak akan berbicara bohong, dan saya akan puas dengan isteriku sendiri.
54. Saya akan mengibaskan bagaikan di angin yang kencang atau di sungai yang mengalir deras, saya akan menolak pandangan jahat itu, karena bakti pada Ajaran Sang Buddha.”
55. Setelah raja Sorattha mengatakan ini, dia meninggalkan pandangan jahatnya, dan memberi hormat kepada Sang Buddha dan masuk ke dalam keretanya yang menghadap ke timur.’27
1 Di sini, raja yang bemama Pingalaka, penguasa orang-orang Surattha (raja Pingalako nama Suratthanamadhipati ahu): raja yang merupakan penguasa bagian Surattha yang biasanya dikenal dengan nama Pingala karena warna merah (pingala) matanya. Ke suku Moriya (Moriyanam): ke raja-raja Moriya; hal ini dikatakan dengan acuan pada raja Dhammasoka. Sekali lagi kembali ke Surattha (Surattham punar28 agama): dia sedang kembali lewat jalan yang menuju Surattha, ke arah kerajaan Surattha.
2 Tanah lumpur halus yang dalam (punkam): tanah yang lunak. Jalan setapak yang berpasir (vannupatham): jalan yang diciptakan oleh sang peta pada tanah yang lunak itu.
3 Damai (khemo): bebas dari kemarahan. Aman (sovatthiko): memberikan keadaan aman. Memberi harapan baik (sivo): bebas dari kemalangan. 29Dari sini menuju daerah Surattha (Suratthanam santike ito): sepanjang jalan ini, kita (akan sampai) cukup dekat dengan kerajaan Surattha.
4 Raja Sorattha (Sorattho): penguasa Surattha. Yang kelihatan bingung (ubbiggarupo): yang berada dalam keadaan ketakutan.
5 Mengerikan (bhimsanam): [251] menyebabkan rasa takut. Mendirikan bulu kuduk (lomahamsanam): menyebabkan bulu meremang karena sifatnya yang mengerikan.30
6 Menuju kelompok pengikut Yama (Yamapurisanam santike): kami berkelana di antara Para peta. Bau amis yang bukan-manusia berhembus (amanuso vayati gandho): bau amis tubuh para peta berhembus. Lolongan yang mengerikan terdengar (ghoso suyati daruno): suara yang lebih mengerikan akan terdengar (hanya) dari makhluk-makhluk yang sedang dihukum di neraka-neraka terpisah.
9 ‘Peminum-kaki'(padapam): pohon ini memperoleh nama ‘peminum-kaki’ karena meminum air melalui serabut-serabut akarnya yang menyerupai kaki. Yang penuh keteduhan: chayasampannam=sampannam chayam (ketentuan bentuk majemuk). Penampilannya mirip dengan awan gelap (nilabbhavappasadisam): mirip dengan awan gelap dalam penampilannya. Menyerupai kedahsyatan awan badai (meghavannasiri nibham): tampak memiliki bentuk dan warna dari awan.
13 Pot penuh air (purampaniyakarakam): wadah air yang diisi air. Beberapa kue (puve): sejumlah makanan keras. Lezat (citte): dia melihat kue yang menyenangkan, 31manis dan indah yang ditaruh dan memenuhi piring-piring yang ada di mana-mana.
15 Engkau sebenamya tidak salah-datang (atho te aduragatam):’sebenarnya’(atho) di sini hanyalah partikel, atau digunakan untuk penekanan. Kami menerima bahwa ketika datang, raja yang agung, engkau tidak salah-datang, dan lagi pula, engkau disambut baik – demikianiah artinya. O penakluk musuh-musuhmu (arindama): engkau yang memiliki sifat menaklukkan musuh-musuhmu.
20 Para penasehat dan pelayanmu (amacca parisajja): biarlah para penasihat dan pelayanmu mendengar apa yang harus saya katakan dan biariah brahmanamu, pendeta utamamu, mendengar hal itu juga – demikianlah hal itu harus dipahami.
21 Saya dari Surattha (Suratthamha aham): saya dari daerah Surattha. Tuanku (deva): dia menyapa raja itu. Yang memiliki pandangan salah (micchaditthi): dengan pandangan sesat yang disebabkan oleh pandangan natthika. Berperilaku buruk (dussilo): tidak mempunyai moralitas. Kikir (kadariyo): luar biasa pelit. Suka mencaci (paribhasako): menghina para petapa dan brahmana.
22 Saya dahulu mempunyai kebiasaan menghalangi: varayissam=varemi (bentuk tata bahasa alternatif); saya bertindak sebagai penghalang (antarayakaro aham): saya bertindak sebagai penghalang bagi mereka yang memberikan dana dan melaksanakan pelayanan. Dan sementara orang-orang memberikan dana kepada yang lain, saya mempunyai kebiasaan untuk menghalangi banyak orang yang melakukan tindakan-tindakan berjasa yang didasarkan pada memberi ini32 – demikianlah hal ini harus dipahami. ‘Tidak ada hasil dari berdana’ dan seterusnya merupakan indikasi dari bentuk penghalangan yang diambilnya.
23 Disini, tidak ada hasil dari berdana(vipako na’tthi danassa): [252] dia menolak hasil apa pun dengan berkata, ‘Tidak ada hasil baginya melalui pemberian dana makanan itu, tidak ada buah yang diperoleh di masa depan.’ Dari manakah akan muncul buah dari pengendalian diri? (samyamassa kuto phalam): dari mana sesungguhnya akan datang buah dari moralitas? Sepenuhnya tidak ada sama sekali – demikianlah artinya. sesungguhnya tidak ada Guru (na’tthi acariyo nama): sesungguhnya tidak ada orang yang merupakan Guru yang memberikan peraturan-peraturan mengenai tindakan dan perilaku, karena para makhluk bisa sudah-jinak atau belum jinak sesuai dengan sifatnya saja – demikianiah artinya. Karena alasan inilah dia berkata,’Jadi siapakah yang akan menjinakkan mereka yang belum-jinak?’
24 Semua makhluk persis sama (samatulyani bhutani): makhluk-makhluk ini semuanya sama satu sama lain. Oleh karena itu, tidak ada satu pun makhluk yang lebih tinggi. Maka, mengapa menghormati yang lebih tinggi? Sungguh tidak ada jasa kebajikan dari perbuatan menghormati yang lebih tinggi demikianlah artinya. Tidak ada kekuatan (n’atthi balam): dia menolak usaha dan kekuatan para makhluk yang bergantung pada kekuatan mereka sendiri, mengerahkan usaha dan menjadikan sesuatu dari kesejahteraan duniawi33 dan sebagainya menjadi pencapaian kemuliaan tingkat arahat. Tidak ada (kekuatan) atau usaha, 38maka apa gunanya usaha manusia? (kuto utthanaporisam): tidak ada hasil melalui usaha manusia, melalui apa yang dilakukan seseorang – dikatakan demikian ini untuk menolak doktrin mengenai akibat (yang berkenaan dengan penyebab).35
25 Sungguh tidak ada buah dari berdana (n’atthi danaphalam nama): sungguh tidak ada sesuatu seperti misalnya buah dari memberi, yang artinya memberikan persembahan-jasa itu sama tidak bermanfaatnya seperti jika orang melemparkannya ke dalam abu. Orang yang memiliki rasa permusuhan tidak dapat dibersihkan (na visodheti verinam): di sini, orang yang memiliki rasa permusuhan: verinam=veravantam (bentuk tata bahasa alternatif); orang yang telah melakukan tindakan jahat karena rasa permusuhan dalam bentuk menghancurkan makhluk hidup dan sebagainya tidak dapat dibersihkan, tidak pernah dibuat murni, dengan menjalankan36 peraturan-peraturan seperti misalnya memberi dan moralitas dan sebagainya.’Tidak ada hasil dari berdana’ dan seterusnya harus dianggap sebagai indikasi dari cara dia menghalangi orang-orang lain untuk memberikan dana dan sebagainya, sedangkan ‘Sungguh tidak ada buah dari berdana’ dan seterusnya merupakan indikasi dari kemelekatannya terhadap (pandangan-pandangan) yang salah. Mendapatkan apa yang merupakan miliknya: laddheyyam = laddhabbam (bentuk tata bahasa alternatif). Tetapi (bagaimana dia dapat memperoleh) apa yang akan menjadi miliknya? Dia berkata, melalui perubahan-perubahan nasib (niyati parinamajam): makhluk yang memperoleh kebahagiaan atau kesengsaraan memperoleh ini hanya melalui perubahan dalam nasibnya37 dan bukan karena dia telah melakukan38 tindakan tertentu, tidak juga karena satu Dewa Agung39 dan sebagainya – demikianlah artinya.
26 [253] Tidak ada ibu, ayah atau saudara laki (n’atthi mata pita bhata): dia berbicara mengacu pada tidak adanya buah dari tindakan yang benar atau salah terhadap ibunya dan sebagainya. Tidak ada alam sesudah alam ini (loko n’atthi ito param): sungguh tidak ada sesuatu seperti misalnya alam diluar yang ini, di luar alam di sini. Para makhluk lenyap persis pada waktu itu dan di situ – demikianlah artinya. Yang diberikan (dinnam): pemberian dana yang besar. Persembahan korban (hutam): memuja dengan memberikan makanan; 40dia menolak keduanya (dengan berkata), ‘Tidak ada’ dengan acuan pada tidak adanya buah apa pun (dari keduanya itu). Yang diberikan dengan baik: sunihitam=sutthu nihitam (ketentuan bentuk majemuk). Tak dikenal apa pun (na vijati): dana-dana untuk para petapa dan brahmana yang disebut’yang akan mengikuti seseorang sebagai landasan di alam berikutnya’41 itu tidak dikenal; itu hanyalah sekadar kata kiasan mereka – demikianlah artinya.
27 Hal itu bukanlah kasus orang membunuh orang lain (na koci kinci hanati): jika ada orang yang membunuh orang lain, memotong kepala orang lain, hal itu bukan -dalam arti tertinggi merupakan kasus orang membunuh orang lain – hal itu hanya kelihatan seperti membunuh karena adanya kesenjangan-kesenjangan42 (di antara) tujuh zat-zat elementer. Tetapi bagaimana mengenai ditusuk pedang? Dia mengatakan, masuk ke dalam interval di antara tujuh (sattannam vivaram antare): pedang itu memasuki celah, 43yaitu, interval, di antara tujuh zat-zat dasar seperti misalnya tanah dan sebagainya. Untuk alasan inilah maka kelihatannya para makhluk ditusuk pedang dan sebagainya. Seperti jiwa, zat-zat elementer yang lain juga tidak dapat dihancurkan karena sifatnya yang kekal demikianiah artinya.
28 Jiwa tak dapat dihancurkan dan tak dapat dibagi-bagi (acchejjabhejjo jivo): jiwa para makhluk tidak dapat dihancurkan oleh pedang dan sebagainya karena sifatnya yang kekal. Jiwa berbentuk oktagonal atau bulat bagaikan bola (atthamso gulaparimandalo): jiwa itu kadang-kadang berbentuk oktagonal, kadang-kadang bulat seperti bola. Dan 500 yojana (yojanani sata panca): pada saat mencapai keadaan lengkapnya, jiwa itu 500 yojana tingginya. Maka siapa yang mampu menghancurkan jiwa? (ko jivam chetum arahati): siapa yang benar-benar dengan pedang dan sebagainya bisa menghancurkan jiwa yang kekal dan tidak dapat berpindah? Dia mengatakan bahwa jiwa tidak dapat dilukai oleh siapa pun.
29 Segulung benang (suttagule): 44bola benang dibuat ketika digulung. Ketika dilemparkan ke depan (khitte): ketika dilemparkan ke depan dengan cara membuka ikatannya. Menggelinding melepaskan ikatannya sendiri (nibbethentam palayati): bola benang yang dilemparkan ke depan, akan membuka gulungannya sendiri, dari atas gunung atau puncak pohon [254] begitu saja terus membuka ikatannya sendiri, dan baru berhenti bergulir ketika benangnya habis. 45Demikian pula dengan cara yang sama (evam evam): 46sama seperti halnya bola benang yang terus melepaskan ikatannya sendiri, yang baru berhenti bergulir ketika benangnya habis, demikian pula dengan cara yang sama jiwa terus beriari, berlanjut, membuka ikatan bola kehidupan47 (samsara)-nya selama waktu yang telah dinyatakan, yaitu selama 84 ratus ribu kalpa besar dan berhenti berlanjut sesudahnya.
30 Demikian pula dengan cara yang sama jiwa (evam eva ca so jivo): sama seperti halnya seseorang meninggalkan desa di mana dia berdiam dan masuk ke desa lain karena dia harus melakukan sesuatu, demikian pula dengan cara yang sama jiwa meninggalkan tubuh dan masuk ke tubuh berikutnya lagi sesuai dengan nasibnya – demikianlah artinya. Tubuh: bondim=kayam (sinonim).
32 Delapan puluh empat: culasiti=caturasiti (bentuk tata bahasa alternatif): kalpa besar. mahakappino=mahakappanam (bentuk tata bahasa alternatif); dalam hubungan ini, jika seandainya setiap 100 tahun setetes air dibuang dengan menggunakan ujung sehelai rumput kusa dari danau yang besar seperti Anotatta dan sebagainya, dan bila dengan melakukan ini danau itu dikosongkan airnya tujuh kali, maka (periode) itu disebut satu kalpa besar. Setelah mengatakan ini, dia berkata bahwa lamanya (satu jiwa terus berlari di dalam) samsara adalah 84 ratus ribu kalpa besar seperti itu. Baik yang tolol maupun yang bijaksana (ye bala ye ca pandita): baik mereka yang dibutakan oleh kebodohan maupun mereka yang memiliki kebijaksanaan – bahkan semua ini. 48Terlempar tercerai-berai di dalam samsara (samsaram khepayitvana): terlempar di dalam samsara, muncul lagi dan lagi selama panjangnya waktu yang telah disebutkan sebelumnya. Sebelum mereka mengakhiri kesengsaraan (dukkhass’antam karissare): sebelum mereka mencapai akhir, sampai satu siklus penuh, penderitaan lingkaran49 kehidupan. Bahkan yang bijaksana pun tidak dapat menjadi terampil selama periode ini, dan bahkan yang tolol pun berhenti berianjut sesudahnya demikianlah pandangan salahnya.
33 Kebahagiaan dan penderitaan diukur oleh dona dan keranjang (mitani sukhadukkhani donehi pitakehi ca): perubahan-perubahan nasib dibagi secara merata pada makhluk ini dan makhluk itu, mereka dibagikan secara terpisah, selama panjangnya waktu yang telah disebutkan sebelumnya, seolah-olah kebahagiaan dan penderitaan para makhluk benar-benar diukur oleh dona, keranjang dan wadah-mana. 50Sang Penakluk mengetahui semua ini, orang yang berdiri di tataran Sang Penakluk mengetahuinya secara keseluruhan karena dia telah menyeberangi samsara, [255] sedangkan orang-orang lain bingung dan berkelana berputar-putar di dalam samsara.51
34 Saya di masa lampau memiliki pandangan seperti itu (evamditthi pure asim): dahulu saya memiliki pandangan natikkha seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Saya bingung dan diselimuti oleh kebodohan batin (samulho mohaparuto): saya bingung karena kebodohan batin yang disebabkan oleh pandangan yang telah disebutkan sebelumnya itu, dan diselimuti oleh kebodohan batin yang muncul pada waktu yang sama; benih kebajikan pun tertutup – demikianlah artinya. Ketika dengan demikian dia telah menunjukkan tindakan jahat yang telah dilakukan olehnya karena pandangan jahat yang telah muncul di dalam dirinya di masa lampau, maka dia lalu menyatakan syair-syair (yang bermula:) ‘Pada sisi enam bulan ini’ yang menunjukkan buah yang harus dialaminya di masa mendatang.
38 Di sini, setelah seratus ribu tahun: vassasatasahassani=vassanam satasahassani (ketentuan bentuk majemuk);’setelah berlalu’ adalah bagian dari kata-kata itu. Atau, pilihan lain, ini adalah bentuk akusatif52 dengan kekuatan lokatif, yang artinya ketika seratus ribu tahun telah lewat. Suatu pemyataan langsung terdengar (ghoso suyati tavade): setelah waktu sekian lama itu lewat, maka secara langsung, pada saat itu juga, suatu pernyataan terdengar di neraka yang mengatakan, ‘Batas waktu yang telah berlalu sementara engkau direbus di sini, tuan-tuan yang baik, adalah seratus ribu tahun.’Inilah satu lakkha, raja yang agung, setelah seperseratus koti tahun (lakkho eso maharaja satabhagavassakotiyo): inilah satu lakkha, yaitu batasan kurun waktu di mana para makhluk direbus di neraka, raja yang agung, setelah sepersseratus, satu per seratus bagian, dari satu koti tahun (telah berlalu). lnilah yang dikatakan: 10 x 10 adalah 100, sepuiuh ratus adalah 1000, 10 x 10 ribu adalah 100 ribu dan 100 x 100.000 adalah satu koti. Dengan hitungan koti ini, 100 ribu koti tahun (telah berlalu) setelah seperseratus koti tahun, 53tetapi hal ini harus dipahami sebagai sarana untuk menghitung54 tahun-tahun bagi mereka yang di neraka saja, bukan (tahun-tahun) manusia atau dewa. Jangka waktu kehidupan mereka di neraka adalah tak terhitung, seperti misalnya ratusan ribu koti tahun. Untuk alasan inilah dikatakan, ‘Selama 100 ribu koti orang-orang direbus di neraka.’ Untuk menunjukkan -lewat ilustrasi tentang jenis tindakan jahat yang menyebabkan para makhluk itu di neraka- maka dikatakan ‘Orang-orang yang memiliki pandangan salah, yang berperilaku buruk dan yang mencemooh para ariya’.
40 Saya akan mengalami (vedissam): saya akan menjalani. Setelah menunjukkan buah dari tindakan-tindakan jahatnya yang harus dia jalani di masa mendatang [256] dan setelah menjelaskan masalah yang ditanyakan oleh raja, yaitu, ‘Lewat perilaku Brahma apa maka muncul keagunganmu ini?’, dia kemudian menyatakan (syair-syair) yang bermula dengan: ‘Dengarlah ini, raja yang agung’, yang ingin memantapkan raja itu dalam Perlindungan dan Sila.
42 Yang dengan bhakti menjalankan Sila dan Uposatha (silesuposatha rata): yang bergembira di dalam Sila yang terus-menerus mengikat, dan sila-sila (tambahan) yang dijalankan pada hari Uposatha.55
45 Memberi Beliau: ada=adasi (bentuk tata bahasa alternatif).
48 Dhamma (tam dhammam): Jalan Berunsur-delapan dan Alam Tanpa-Kematian.
Tergugah demikian oleh peta itu untuk mengambil Perlindungan dan Sila, dengan bhakti di hatinya raja pun memujinya karena pelayanan yang telah dia berikan kepada raja. Dan setelah mantap di dalam Perlindungan dan sebagainya, raja mengatakan tiga syair yang bermula dengan: ‘Engkau menginginkan kebaikanku.’Setelah itu, dia mengatakan syair yang bermula dengan: ‘Saya akan mengibaskan’, yang menyatakan bahwa dia meninggalkan pandangan salah yang telah dianutnya sebelum itu.
54 Di sini, saya akan mengibaskan bagaikan di angin yang kencang (odhunami mahavate): saya akan melepaskan, membuang, pandangan jahat itu ke dalam angin Ajaran Dhamma-mu, yakkha, bagaikan sekam ditiup angin kencang. Atau di sungai yang mengalir deras (nadiya va sighamgamiya): atau saya akan mengakibatkan pandangan salah itu terseret bagaikan rumput, ranting dan daun-daun yang jatuh56 ke dalam arus57 yang deras di sungai yang besar – demikianlah artinya. Saya akan menolak pandangan jahat itu (vamami papakam ditthim): saya akan membuang58 pandangan jahat yang telah menjadi amat penting di dalam pikiranku. Dia memberikan alasannya untuk hal ini: Karena bakti pada Ajaran Sang Buddha (Buddhanam sasane rato): karena saya yakin pada Ajaran Para Buddha, Sang Tuan, yang pasti membawa manusia ke Alam Tanpa-Kematian. Karena itu, saya akan menolak racun yang dikenal sebagai pandangan (salah) ini – demikianlah hal ini harus dipahami. Mereka yang mengulang teks kemudian menyelipkan59 syair penutup (yang bermula dengan:)’Setelah raja (Sorattha) mengatakan ini’.
55 Di sini, menghadap ke timur (pamokkho): menghadap bagian timur. Masuk ke dalam keretanya (ratham aruyhi): raja menaiki keretanya yang siap berangkat. Dia naik ke dalamnya dan melalui kesaktian sang yakkha, dia sampai ke kotanya pada hari yang sama dan masuk ke tempat tinggal kerajaannya. Pada saatnya, dia mengemukakan masalah itu kepada para bhikkhu [257] yang kemudian mengemukakannya kepada para thera. Para thera memasukkan hal itu ke dalam pengulangan pada Pasamuan Ketiga.
Catatan
Terbaca parinibbanato pada Se Be untuk parinibbhanato pada teks.
Secara harafiah, kerajaan yang baik dan bahagia serta diidentifikasi dengan Kathiawad modern; bandingkan DPPN ii 1253.
Ini adalah frasa pembukaan dari bagian yang merangkum pandangan salah, seperti pandangan yang dihubungkan dengan Ajita Kesakambali di D i 55; di situ bagian itu tercatat seutuhnya; bandingkan PvA 99 di atas.
Vinjhatavi, hutan, atavi, dari bukit Vindhya; bandingkan PvA 43, 192. DPPN ii 874, yang mengikuti Mhv xix 6 dan Dpv xiv 2, menyatakan bahwa di tengah lembah-lembah ini terdapat jalan yang dilalui Asoka dalam perjalanannya dari Pataliputta (Patna modern) menuju pelabuhan Tamalitti (Tamluk modern di tepi barat Hooghly dekat Calcutta). Dari situ pohon Bodhi kemudian dikirim ke Lanka. Akan tetapi, Vindhyas biasanya dimengerti sebagai rangkaian bukit di daerah Indore-Ujjain-Bhopal di Madhya Pradesh yang memisahkan bagian Arya di utara dan dataran Dravidian di selatan (dan asal mula Dravidian dicurigai adalah atavi, bandingkan PED sv). Tidak ada bagian-bagian di teks ini yang menerangkan bukit-bukit ini untuk menyarankan bahwa bukit ini bukan Vindhya yang disebutkan belakangan; dapat diduga bahwa Pingala harus menyeberangi bukit-bukit dalam pedalanan kembali dari Pataliputta ke Surattha, yang dikenali sebagai Surastrayang menunjukkan Kathiawar modern. Dalam penunjuk yang paling umum, istilah ini mencakup Kathiawar seluruhnya, sedangkan yang paling sempit mengakup hanya bagian selatan Kathiawar, yang dikenal sebagai Sorath’, Hasmukh D. Sankalia, The Archeology of Gujerat, Bombay 1941, hal. 5; bandingkan A. S. Altekar,A History of lmportantancient Towns and Cities in Gujerat and Kathiawad’, Indian Antiquary, suplemen Vol. 54, 1925. Lebih-lebih lagi, karena ada kemungkinan bahwa seluruh Gujerat berada di bawah kekuasaan Maurya, seperti yang tercantum di banyak dekrit Asoka (Sankalia, hal. 7), maka ada kemungkinan bahwa Pingala telah mengunjungi ibu kota Maurya seperti yang tereatat di cerita ini. Hal ini memunculkan masalah mengenai bagaimana para pencatat dari Sinhala meniadi percaya bahwa Asoka -setelah mengirimkan pohon Bodhi melalui Sungai Gangga ke Tamalitti- lalu melintasi daerah Vindhya dalam perjalanan darat menuju pelabuhan, yang sudah pasti merupakan rute yang berputar. Ada kemungkinan bahwa para pencatat itu telah menggabungkan dua legenda yang semula terpisah. Salah satu legenda menyiratkan bahwa pohon Bodhi itu dikirimkan melalui rute yang lebih mungkin, yaitu dari pelabuhan di pantai barat.
Asoka yang terkenal (268-231 SM) di dalam sejarah India yang di dalam kehidupan selanjutnya disebut Dhammasoka karena perbuatan-perbuatannya yang mulia (Mhv v 189; bandingkan DPPN i 216-219).
Terbaca vissaram pada Se Be untuk visaram pada teks.
Gajah, barisan kuda, kereta perang dan infanteri – lihat Vin iv 104 dst.; bandingkan M ii 69.
Terbaca patippassaddhamaggakilamatho pada Se Be untuk patipassaddha- pada teks.
v 17 di bawah.
Skt Maurya.
Terbaca vannupatham pada Be untuk vappapatham pada teks; bandingkan PED sv vannu dan Stories of the Mansions, hal. 148 n. 2. Kitab Komentar di J i 109 juga mencantumkan vannu vuccati valuka, valukamagge ti attho. Se menuliskan vannanapatham.
Teks harus diubah untuk penulisannya, pada Se Be, sehingga v 3 berakhir dengan ito, v 4 berawal dengan Tena dan berakhir dengan ab ravi.
ubbiggarupo; PED sv ubbigga mengacu pada Th 1, 408, yang kelihatannya seperti suatu kesalahan untuk Th 2, 408.
Terbaca meghavannasiri nibham pada Se Be untuk meghavappasirannibham pada teks, baik di sini maupun di syair-syair berikutnya.
aduragatam; Gehman secara keliru menganalisis ini sebagai adura + agatam yang tidak sesuai dengan konteks atau komentamya; hal itu lebih dimengerti sebagai a + dur + agatam.
Sebuah julukan untuk Sakka (indra), biasanya diartikan ‘Penghancur Benteng’ (Breaker of the Fortress)’ (bandingkan Puramdara Veda yang dikenakan pada Indra). Syair ini diulang di Vv 62 2 dan diterjemahkan di ‘Stories ofthe Mansions’ sebagai ‘penderma yang murah hati’. Di VvA 171 Dhammapala mengartikannya sebagai diturunkan dari danam dadati murni, yang memberikan persembahan di masa lampau. Lihat juga diskusi yang menarik di MLS ii 52 n. 5 dan bandingkan PvA 118 dst.
Bandingkan Vv 62 3.
Terbaca niyati pada Se Be untuk niyati pada teks.
Secara terperinci di D i 56.
Terbaca dukkhass’antam karissare pada v 32; v 33 harus dimulai dengan Mitani, sedangkan v 34 dengan Evamditthi, menurut Se Be.
Walaupun Ny. Rhys Davids merasa tidak mampu melukiskan pandangan-pandangan yang digambarkan di dalam syair-syair ini (Stories of the Departed, hal. 95 n. 1), suatu perbandingan yang mendetil yang diberikan di D i 52-59 menyarankan bahwa pandangan-pandangan yang dinyatakan di vv 24, 32 dan 29 adalah dari Makkhali Gosala (D i 53 dst.), di vv 26-27 adalah dari Ajita Kesakambali (D i 55 dst.) dan di v 23 adalah dari Purana Kassapa (D i 52 dst.). Sisanya lebih sulit. Bahwa beberapa pengembara mengukuhi pandangan-pandangan yang mirip dengan yang di v 28 yang dapat dilihat dari Jaina Sutrakrtanga II 1 15 (SBE xlv 340). Pandangan-pandangan yang terdapat di v 25 mengingatkan pada fatalisme ekstrim yang menunjuk pada Makkhali Gosala – lihat A.L. Basham, History and Doctrines of the Ajivikas, London 1951, terutama Bab 2. Ada juga catatan tentang fatalisme di v 33 walaupun referensi tentang Sang Penakluk yang mahatahu (Jina) mengacu pada Jaina (the Jainas). Pasti referensi tentang jiwa (jiva)lah yang membuat pandangan-pandangan di vv 30-31 tidak dapat diterima karena benar-benar mirip (tetapi tanpa menyebutkan tentang jiwa) dengan yang di tempat lain digunakan Sang Buddha untuk menjelaskan tentang proses kelahiran kembali (D i 81, 83)
Lakkha(lac)biasanya dihitung 100.000 dan koti(crore)10,000,000.
Nama lain untuk Kubera, salah satu dari Empat Raja Besar dan raja dari para yakkha; bandingkan I 3 3 yang menyatakan hal ini merupakan sifat para yakkha.
Bandingkan A ii 17.
amatam padam;bandingkan S I 2l2, ii 280;A ii 5l.
Jalan-jalan dan buah-buah dari empat kelas savaka: Sotapanna, Sakadagami (Yang-Kembali-Sekali-Lagi), Anagami (Yang-Tidak – Kembali-Lagi) dan Arahat; ini adalah bentuk singkat dari alinea yang menggambarkan Savakasangha – lihat contoh D iii 227; M i 37; S ii 69 dst.; A i 222. Savakasahgha tidak identik dengan bhikkhusangha, atau sangha petapa, karena yang disebut pertama juga mencakup banyak umat awam, para dewa, dan hanya para bhikkhu yang termasuk dalam empat golongan itu. -Dari sangha-sangha itu, Savakasangha dari Tathagata-lah yang terbaik, aggam karena pada kenyataannya, sangha ini saja yang dapat menjadi ladang kebajikan yang tak tertandingi di dunia. (it 88).
pamokkho, yang dieja salah menjadi pamokho di Stories of the Departed, hal. 97 n. 1. Lihat komentar di bawah; harus diasumsikan bahwa dia hanya melihat ke arah ini karena dia mengadakan perjalanan kurang lebih menuju ke barat.
Demikian syair ini, Se Be; teks salah mengeja punam di sini.
Terbaca anupaddavo pada Se Be untuk anuppaddavo pada teks.
Terbaca bhimsanakabhavena lomanam hamsapanam pada Se Be untuk bhisanabhavena lomanam hamsanam pada teks.
Terbaca vittijanane pada Se Be untuk cittijanane pada teks.
Di sini teks keliru memberi tanda baca, memulai kalimat baru dengan danamayapunnato.
manussa-, secara harafiah berarti manusia, tetapi di sini dikontraskan dengan spiritual.
Be menuliskan ini sebagai bagian dari lemma berikutnya, tetapi hal ini tidaklah benar-benar sesuai dengan syair ini. Se dan teks menuliskannya sebagai bagian dari komentar sebelumnya. Kelihatannya paling masuk akal jika bagian ini memperkenalkan lemma berikutnya, tetapi itu bukan benar-benar bagian dari lemma itu, seperti yang dipakai di sini.
pavattavada-.
Terbaca vatato pada Se Be untuk vatato pada teks.
Terbaca niyativiparipamavasen’ eva dengan Be untuk niyati parinamavasena pada teks (Se niyati parinamajavesena).
Terbaca katatta pada Se Be untuk kataya pada teks.
Lihat A i 173 dst.dimana terdapat diskusi tentang tiga alternatif ini; di M ii 214 dst. bagian kedua dari tiga alternatif ini mengacu pada Jaina.
Terbaca pahenaka- pada Se Be untuk pahonaka- pada teks; lihat Childers dan BHSD sv prahenaka.
Bandingkan PvA 132.
Terbaca chiddabhavato pada Se Be untuk chinda- pada teks.
Terbaca chidde pada Se Be untuk chinde pada teks bandingkan DA 167 di D i 56.
Teks menghilangkan ti setelah suttagule.
suffe khine na gacchati, demikian Se Be; teks menghilangkannya.
Demikian semua teks, walaupun hal ini tidak sesuai dengan syair ini. Se menuliskan evam evam pi di vv 29, 30 dan 31 sedangkan Be menuliskan evam eva ca di ketiganya. Akan tetapi teks menuliskan evam eva ca di vv 29-30 dan evam eva pi di v 31.
attabhavagulam.
Di sini teks memiliki tanda baca yang buruk dan harus mengikuti Se Be, yang memulai kalimat baru dengan Samsaram khepayitvana
Terbaca vattadukkhassa pada Se Be untuk vaddha- pada teks. Miss Horner memberikan catatan untuk edisi 1974 dari Stories of the Departed (hal. iv), bahwa ‘ “siklus transmigrasi” akan sulit diterima sekarang untuk samsara’. Walaupun mungkin demikian di dalam konteks Buddhis, tetapi bisa dianggap konteks ini masih diberlakukan di sini baik di versi ini maupun di komentarnya, dengan apa yang jelas dianggap sebagai pandangan yang sesat – walaupun tidak diragukan bahwa sebagian menunjukkan samsara sebagai suatu siklus yang menyebabkan konsep ini tidak dapat diterima.
Dona, keranjang dan mana adalah ukuran untuk beras dan butiran lain yang nilai persisnya tidak pasti.
Terbaca samsare …. paja pada kalimat ini.
Teks segara keliru menyisipkan tanda titik setelah vacanam.
Kelihatannya Dhammapala salah mengartikan syair 38-39 dan menyatakan bahwa lakkha (100.000 tahun = satu per seratus koti, 10.000.000) -yang di bacaan ditandai dengan pengumuman untuk pengertian ini- jumiahnya sama dengan 100.000 koti (atau 10.000.000.000.000) tahun selama makhluk itu direbus di neraka. Oleh karena itu, dia merasakan harus (walaupun tidak diperlukan) menjelaskan bahwa lamanya koti di neraka berbeda dengan di bumi. Akan tetapi syair-syair ini tidak menjelaskan lebih lanjut bahwa setelah satu per seratus koti (yaitu setelah satu lakkha), pengumuman diberikan bahwa satu lakkha telah lewat dan para makhluk di neraka telah direbus selama 100.000 koti. Oleh karena itu, mereka akan mendengar pengumuman seperti ini 100 x 100.000 koti, yaitu 10.000.000 kali.
Terbaca vassagananavasena pada Se Be untuk -ganana- pada teks.
Yaitu, lima yang biasa, ditambah tidak makan setelah tengah hari, tidak menari, menyanyi, dan menonton pertunjukan musik dan penggunaan wangi-wangian dan sebagainya, serta tidak menggunakan tempat tidur yang mewah; lihat A iv 248 dst.
Terbaca -pannakasatam pada Se Be untuk pannakasalam pada teks.
Terbaca sighasotaya pada Se Be untuk sighamsotaya pada teks.
Terbaca ucchaddayami (tidak tercantum di PED) pada Se Be untuk uddayami chaddayami pada teks.
Di PvA 245 di atas dinyatakan bahwa semua syair berasal dari mereka yang mengulang teks.
Setelah 200 tahun berlalu sejak saat Sang Guru Parinibbana, 1di kerajaan Surattha2 ada seorang raja bernama Pingalaka. Jenderalnya, yang bernama Nandaka, memiliki pandangan salah dan pandangan sesat. Dia pergi ke mana-mana menyampaikan konsepsi yang salah bahwa ‘Tidak ada hal seperti dana … ‘3 dan sebagainya. Puterinya, yang bemama Uttara, adalah seorang pengikut awam yang telah diberikan (dalam perkawinan) kepada keluarga yang sesuai. Ketika Nandaka meninggal, dia muncul sebagai vimanapeta di pohon beringin yang besar di Hutan Vinjha.4 Pada saat kematian Nandaka itu, Uttara memberikan satu piring kue dari susu kental asam yang lezat dan berbau harum, serta satu pot penuh air yang harum, sejuk dan jemih kepada seorang bhikkhu thera yang telah menghapus asava di dalam dirinya. Uttara mempersembahkannya sambil berkata, ‘Semoga dana ini bermanfaat untuk ayahku.’Lewat dana itu, muncul di hadapan Nandaka air surgawi dan kue yang tak terhitung banyaknya. Ketika melihat hal ini, dia berpikir,’Pasti saya telah melakukan tindakan jahat yang membuat orang-orang mengambil pandangan salah bahwa “Tidak ada hal seperti dana …” dan sebagainya. Tetapi raja Pingalaka sekarang sedang pergi untuk memberikan nasihat kepada raja Dhammasoka. 5Raja Pingalaka baru akan kembali setelah memberikan nasihat ini kepadanya. Kalau demikian, lebih baik saya menghalau pandangan natthika itu.’ Tidak lama sesudahnya, ketika raja Pingalaka sedang dalam perjalanan pulang setelah memberikan nasihat kepada raja Dhammasoka, [245] sang peta menciptakan jalan yang menuju ke tempat tinggalnya. Raja berjalan di sepanjang jalan itu di sekitar siang hari. Ketika raja menelusuri jalan itu, jalan di depannya dapat dilihat. Tetapi di belakang raja, jalan itu tiba-tiba lenyap. Ketika laki-laki yang paling belakang melihat jalan itu telah lenyap, dia ketakutan, dan sambil berteriak karena putus asa,6 dia berlari dan memberitahu sang raja. Mendengar hal ini, raja merasa takut dan hatinya galau. Dia berdiri di atas punggung gajahnya untuk mengamati empat penjuru. Ketika melihat pohon beringin tempat tinggal peta tersebut, raja menuju tempat itu diiringi empat divisi7 tentaranya. Ketika pada saatnya raja sampai ke tempat itu, sang peta dengan semua hiasan dan perhiasan mendekati raja dan menyampaikan salam yang ramah, serta menyuruh agar kue dan air disajikan kepada raja. Raja dan para pengawalnya pun mandi, makan kue dan minum air. Ketika kelelahan perjalanan itu telah mereda, 8raja bertanya kepada peta itu, ‘Apakah engkau devata, gandhabba?’ dan seterusnya. 9Peta itu menceritakan kisahnya kepada raja lengkap dari awalnya dan membebaskan raja dari pandangan salahnya. Kemudian dia memantapkan raja di dalam Perlindungan dan Sila. Untuk menjelaskan ini, mereka yang mengulang teks menyatakan syair-syair ini:
1. “Raja yang bernama Pingalaka, penguasa orang-orang Surattha, sekali lagi kembali ke Surattha setelah pergi berkunjung ke suku Moriya.10
2. Di tengah panasnya siang hari, raja sampai pada tanah lumpur halus yang dalam, serta melihat jalan yang menyenangkan, jalan setapak sang peta yang berpasir.11
3. Raja memanggil kusirnya sambil berkata, “Jalan ini menyenangkan, damai, aman, dan memberi harapan baik – wahai kusir, marilah kita mengambil jalan ini dari sini menuju daerah Surattha .”12
4. Raja Sorattha berangkat dengan cara ini bersama dengan empat devisi tentaranya. Seorang laki-laki yang kelihatan bingung13 mengatakan hal ini kepada raja Sorattha.
5. [246] “Kita telah mengambil jalan yang salah, yang mengerikan dan mendirikan bulu kuduk – di depan, jalan bisa dilihat tetapi di belakang, jalan itu tidak terlihat.
6. Kita telah mengambil jalan yang salah menuju kelompok pengikut Yama; bau amis yang bukan-manusia berhembus dan lolongan yang mengerikan terdengar.”
7. Raja Sorattha merasa gelisah, dan mengatakan hal ini kepada kusirnya, “Kita telah mengambil jalan yang salah, yang mengerikan dan mendirikan bulu kuduk – di depan, jalan bisa dilihat tetapi di belakang, jalan itu tidak terilihat.
8. Kita telah mengambil jalan yang salah menuju kelompok pengikut Yama; bau amis yang bukan-manusia berhembus dan lolongan yang mengerikan terdengar.”
9. Dia naik ke punggung gajah dan, sambil mengamati empat penjuru, dia melihat sebatang pohon beringin, sebuah “peminum-kaki”, yang penuh keteduhan, penampilannya mirip dengan awan gelap, yang menyerupai kedahsyatan awan badai.14
10. Raja berkata kepada kusirnya, “Apakah benda besar yang terlihat itu, yang penampilannya mirip dengan awan gelap, yang menyerupai kedahsyatan awan badai?”
11. “Itu adalah pohon beringin, raja agung, ‘peminum-kaki’, yang penuh keteduhan, penampilannya mirip dengan awan gelap, yang menyerupai kedahsyatan awan badai.”
12. Raja Sorattha pergi menuju arah ke mana benda besar itu terlihat, yang penampilannya midp dengan awan gelap, yang menyerupai kedahsyatan awan badai.
13. Raja turun dari punggung gajah dan pergi ke arah pohon, lalu duduk di kaki pohon itu bersama penasihat serta para pelayannya, dan melihat pot penuh air dan beberapa kue yang lezat.
14. Seorang laki-laki dengan penampilan deva -dengan semua hiasan dan perhiasan- mendekati dan mengatakan hal ini kepada raja Sorattha,
15. “Selamat datang, raja agung, engkau sebenarnya tidak salah-datang; 15minumlah air itu, tuanku, dan makanlah kue itu, O, penakluk musuh-musuhmu.”
16. Raja bersama penasihat dan para pelayannya pun minum air dan makan kue; setelah minum, raja Sorattha mengatakan hal ini
17. [247] “Apakah engkau devata, gandhabba atau Sakka Purindada? 16Karena tidak mengenalimu, kami menanyakan bagaimana kami bisa mengenalimu.”
18, “Saya bukan deva, bukan gandhabba, bahkan bukan Sakka Purindada – saya adalah peta, raja agung, yang datang kesini dari Surattha.”
19. “Apakah perilakumu, apakah berbuatanmu, ketika engkau di Surattha dahulu – lewat perilaku Brahma apakah maka muncul keagunganmu ini?”
20. “Dengarkan ini, raja agung, O penakluk musuh-musuhmu dan peluas kerajaan, dan juga para penasihat, pelayanmu serta brahmana itu, pendeta utama itu:
21. Saya dari Surattha, tuanku, dan dahulu adalah seorang dengan pikiran yang jahat, yang memiliki pandangan salah dan berperilaku buruk, kikir dan suka mencaci.
22. Saya dahulu mempunyai kebiasaan menghalangi banyak orang yang memberi dan melakukan tindakan – sementara yang lain memberi, saya bertindak sebagai penghalang (dengan mengatakan),
23. ‘Tidak ada hasil dari berdana; dari manakah akan muncul buah dari pengendalian diri? Sesungguhnya tidak ada Guru, jadi siapakah yang akan menjinakkan mereka yang belum jinak?
24. Semua makhluk persis sama – maka, mengapa menghormati mereka yang lebih tinggi? Tidak ada kekuatan atau usaha, maka, apa gunanya usaha manusia?
25. Sungguh tidak ada buah dari berdana – orang yang memiliki rasa permusuhan tidak dapat dibersihkan; manusia mendapatkan apa yang merupakan miliknya melalui perubahan-perubahan nasib.18
26. Tidak ada ibu, ayah atau saudara lelaki; tidak ada alam sesudah alam ini. Tidak ada yang diberikan, tidak ada persembahan korban – tak dikenal apa pun yang diberikan dengan baik.
27. Seandainya orang membunuh manusia atau memotong kepala yang lain, hal itu bukanlah kasus orang membunuh orang lain – (sebuah pedang hanya menembus) masuk ke dalam interval di antara tujuh (zat dasar).19
28. Jiwa tak dapat dihancurkan dan tak dapat dibagi-bagi; jiwa berbentuk oktagonal atau bulat bagaikan bola, dan 500 yojana (tingginya), maka siapa yang mampu menghancurkan jiwa?
29. [248] Sebagaimana segulung benang ketika dilemparkan ke depan akan menggelinding melepaskan ikatannya sendiri, demikian pula dengan cara yang sama jiwa pun berlari menggelinding melepaskan ikatannya sendiri.
30. Sebagaimana orang meninggalkan satu desa dan masuk ke desa lain, demikian pula dengan cara yang sama jiwa masuk ke tubuh lain.
31. Sebagaimana orang meninggalkan satu rumah dan masuk ke rumah lain, demikian pula dengan cara yang sama jiwa masuk ke tubuh lain.
32. Selama 84 ratus ribu kalpa besar, baik yang tolol maupun yang bijaksana terlempar tercerai-berai di dalam samsara sebelum mereka mengakhiri kesengsaraan.20
33. Kebahagiaan dan penderitaan diukur oleh dona dan keranjang; Sang Penakluk mengetahui semuanya sementara orang lain bingung.’
34. Saya di masa lampau memiliki pandangan seperti itu; 21saya bingung dan diselimuti oleh kebodohan batin, karena memiliki pandangan salah dan berperilaku buruk, kikir, dan suka mencaci.
35. Pada sisi enam bulan ini kematianku akan datang dan saya akan jatuh ke neraka yang amat keras dan mengerikan.
36. Bersudut empat dan dengan empat gerbang, neraka itu dibagi menjadi bagian yang sama, dikelilingi oleh dinding besi, dengan atap besi di atas.
37. Lantainya yang panas menganga terbuat dari besi yang menyala; sepenuhnya ke sekeliling 100 yojana lantai itu membentang, selalu berdiri.
38. Setelah seratus ribu tahun berlalu, suatu pernyataan langsung terdengar- inilah satu lakkha, 22raja yang agung, setelah seperseratus koti tahun.
39. Selama seratus ribu koti, orang-orang yang memiliki pandangan salah, yang berperilaku buruk dan yang mencemooh para ariya akan digodok di neraka.
40. Di sana, selama waktu yang lama saya akan mengalami perasan-perasaan yang menyakitkan sebagai buah dari tindakan-tindakan jahatku – untuk alasan inilah saya amat sedih.
41. [249] Dengarkan ini, raja yang agung, O penjinak musuh musuhmu dan peluas kerajaan, berkahku ada bersamamu. Saya mempunyai seorang anak perempuan bernama Uttara, raja yang agung,
42. Yang melakukan tindakan-tindakan yang berjasa dan yang dengan bhakti menjalankan Sila dan Uposatha, terkendali, dengan tangan-terbuka, ramah tamah dan tidak egois.
43. Dia menjalankan Sila secara tak-terputus dan merupakan anak menantu bagi mereka dari keluarga lain. Dia adalah pengikut awam Petapa Sakya, Sang Buddha, Yang Agung.
44. Seorang bhikkhu yang memiliki keluhuran, dengan mata yang tertunduk, memiliki kewaspadaan, pintu-pintu (indera)- nya terjaga, terkendaii dengan baik, memasuki desa, mengumpulkan dana makanan dalam pindapatta yang tak terputus dan sampai ke tempat tinggal Uttara.
45. Berkahku ada bersamamu, raja yang agung. Ketika Uttara melihat Beliau, dia memberi Beliau air satu pot penuh dan beberapa kue lezat dengan berkata, “Ayahku telah meninggal, Bhante; semoga ini bermanfaat untuknya.”
46. Segera setelah dia mempersembahkan ini, hasilnya pun muncul – saya menikmati pemuasan semua keinginanku persis seperti hainya raja Vessavana.23
47. Dengarkaniah ini, raja yang agung, O penjinak musuh-musuhmu dan peluas kerajaan – engkau, O penjinak musuh-musuhmu, dan keluargamu harus pergi untuk mencari perlindungan pada Sang Buddha, Sang Buddha yang dinyatakan agung24 di dunia ini bersama dengan para dewanya.
48. Engkau, O penjinak musuh-musuhmu, engkau dan keluargamu harus pergi untuk mencari pelindungan pada Dhamma, jalan berunsur-delapan yang membawa mereka mencapai Alam Tanpa-Kematian.25
49. Engkau, O penjinak musuh-musuhmu, dan keluargamu harus pergi untuk mencari pelindungan pada Sangha, empat jenis yang telah memasuki Sang Jalan dan empat yang berdiri di dalam buahnya, 26inilah Sangha dari mereka yang lurus, yang mantap di dalam keluhuran dan pandangan terang.
50. Engkau seharusnya segera mengendalikan diri dari menghancurkan kehidupan makhluk hidup dan menjauhkan diri di dunia ini dari mengambil apa yang tidak diberikan.[250] Engkau tidak boleh menjadi orang yang minum minuman yang bersifat racun dan engkau pun tidak boleh berbicara bohong, sementara engkau harus puas dengan isterimu sendiri.”
51. “Engkau menginginkan kebaikanku, yakkha, engkau menginginkan kesejahteraanku, devata; saya akan melakukan apa yang kau katakan – engkau adalah guruku.
52. Saya akan pergi untuk berlindung pada Sang Buddha, pada Dhamma, dan saya juga akan pergi untuk berlindung pada Sangha, yang tidak ada bandingnya bagi dewa dan manusia.
53. Saya akan segera menjauhkan diri dari menghancurkan kehidupan makhluk hidup dan menjauhkan diri di dunia ini dari mengambil apa yang diberikan; saya tidak akan menjadi orang yang minum minuman yang bersifat racun dan saya pun tidak akan berbicara bohong, dan saya akan puas dengan isteriku sendiri.
54. Saya akan mengibaskan bagaikan di angin yang kencang atau di sungai yang mengalir deras, saya akan menolak pandangan jahat itu, karena bakti pada Ajaran Sang Buddha.”
55. Setelah raja Sorattha mengatakan ini, dia meninggalkan pandangan jahatnya, dan memberi hormat kepada Sang Buddha dan masuk ke dalam keretanya yang menghadap ke timur.’27
1 Di sini, raja yang bemama Pingalaka, penguasa orang-orang Surattha (raja Pingalako nama Suratthanamadhipati ahu): raja yang merupakan penguasa bagian Surattha yang biasanya dikenal dengan nama Pingala karena warna merah (pingala) matanya. Ke suku Moriya (Moriyanam): ke raja-raja Moriya; hal ini dikatakan dengan acuan pada raja Dhammasoka. Sekali lagi kembali ke Surattha (Surattham punar28 agama): dia sedang kembali lewat jalan yang menuju Surattha, ke arah kerajaan Surattha.
2 Tanah lumpur halus yang dalam (punkam): tanah yang lunak. Jalan setapak yang berpasir (vannupatham): jalan yang diciptakan oleh sang peta pada tanah yang lunak itu.
3 Damai (khemo): bebas dari kemarahan. Aman (sovatthiko): memberikan keadaan aman. Memberi harapan baik (sivo): bebas dari kemalangan. 29Dari sini menuju daerah Surattha (Suratthanam santike ito): sepanjang jalan ini, kita (akan sampai) cukup dekat dengan kerajaan Surattha.
4 Raja Sorattha (Sorattho): penguasa Surattha. Yang kelihatan bingung (ubbiggarupo): yang berada dalam keadaan ketakutan.
5 Mengerikan (bhimsanam): [251] menyebabkan rasa takut. Mendirikan bulu kuduk (lomahamsanam): menyebabkan bulu meremang karena sifatnya yang mengerikan.30
6 Menuju kelompok pengikut Yama (Yamapurisanam santike): kami berkelana di antara Para peta. Bau amis yang bukan-manusia berhembus (amanuso vayati gandho): bau amis tubuh para peta berhembus. Lolongan yang mengerikan terdengar (ghoso suyati daruno): suara yang lebih mengerikan akan terdengar (hanya) dari makhluk-makhluk yang sedang dihukum di neraka-neraka terpisah.
9 ‘Peminum-kaki'(padapam): pohon ini memperoleh nama ‘peminum-kaki’ karena meminum air melalui serabut-serabut akarnya yang menyerupai kaki. Yang penuh keteduhan: chayasampannam=sampannam chayam (ketentuan bentuk majemuk). Penampilannya mirip dengan awan gelap (nilabbhavappasadisam): mirip dengan awan gelap dalam penampilannya. Menyerupai kedahsyatan awan badai (meghavannasiri nibham): tampak memiliki bentuk dan warna dari awan.
13 Pot penuh air (purampaniyakarakam): wadah air yang diisi air. Beberapa kue (puve): sejumlah makanan keras. Lezat (citte): dia melihat kue yang menyenangkan, 31manis dan indah yang ditaruh dan memenuhi piring-piring yang ada di mana-mana.
15 Engkau sebenamya tidak salah-datang (atho te aduragatam):’sebenarnya’(atho) di sini hanyalah partikel, atau digunakan untuk penekanan. Kami menerima bahwa ketika datang, raja yang agung, engkau tidak salah-datang, dan lagi pula, engkau disambut baik – demikianiah artinya. O penakluk musuh-musuhmu (arindama): engkau yang memiliki sifat menaklukkan musuh-musuhmu.
20 Para penasehat dan pelayanmu (amacca parisajja): biarlah para penasihat dan pelayanmu mendengar apa yang harus saya katakan dan biariah brahmanamu, pendeta utamamu, mendengar hal itu juga – demikianlah hal itu harus dipahami.
21 Saya dari Surattha (Suratthamha aham): saya dari daerah Surattha. Tuanku (deva): dia menyapa raja itu. Yang memiliki pandangan salah (micchaditthi): dengan pandangan sesat yang disebabkan oleh pandangan natthika. Berperilaku buruk (dussilo): tidak mempunyai moralitas. Kikir (kadariyo): luar biasa pelit. Suka mencaci (paribhasako): menghina para petapa dan brahmana.
22 Saya dahulu mempunyai kebiasaan menghalangi: varayissam=varemi (bentuk tata bahasa alternatif); saya bertindak sebagai penghalang (antarayakaro aham): saya bertindak sebagai penghalang bagi mereka yang memberikan dana dan melaksanakan pelayanan. Dan sementara orang-orang memberikan dana kepada yang lain, saya mempunyai kebiasaan untuk menghalangi banyak orang yang melakukan tindakan-tindakan berjasa yang didasarkan pada memberi ini32 – demikianlah hal ini harus dipahami. ‘Tidak ada hasil dari berdana’ dan seterusnya merupakan indikasi dari bentuk penghalangan yang diambilnya.
23 Disini, tidak ada hasil dari berdana(vipako na’tthi danassa): [252] dia menolak hasil apa pun dengan berkata, ‘Tidak ada hasil baginya melalui pemberian dana makanan itu, tidak ada buah yang diperoleh di masa depan.’ Dari manakah akan muncul buah dari pengendalian diri? (samyamassa kuto phalam): dari mana sesungguhnya akan datang buah dari moralitas? Sepenuhnya tidak ada sama sekali – demikianlah artinya. sesungguhnya tidak ada Guru (na’tthi acariyo nama): sesungguhnya tidak ada orang yang merupakan Guru yang memberikan peraturan-peraturan mengenai tindakan dan perilaku, karena para makhluk bisa sudah-jinak atau belum jinak sesuai dengan sifatnya saja – demikianiah artinya. Karena alasan inilah dia berkata,’Jadi siapakah yang akan menjinakkan mereka yang belum-jinak?’
24 Semua makhluk persis sama (samatulyani bhutani): makhluk-makhluk ini semuanya sama satu sama lain. Oleh karena itu, tidak ada satu pun makhluk yang lebih tinggi. Maka, mengapa menghormati yang lebih tinggi? Sungguh tidak ada jasa kebajikan dari perbuatan menghormati yang lebih tinggi demikianlah artinya. Tidak ada kekuatan (n’atthi balam): dia menolak usaha dan kekuatan para makhluk yang bergantung pada kekuatan mereka sendiri, mengerahkan usaha dan menjadikan sesuatu dari kesejahteraan duniawi33 dan sebagainya menjadi pencapaian kemuliaan tingkat arahat. Tidak ada (kekuatan) atau usaha, 38maka apa gunanya usaha manusia? (kuto utthanaporisam): tidak ada hasil melalui usaha manusia, melalui apa yang dilakukan seseorang – dikatakan demikian ini untuk menolak doktrin mengenai akibat (yang berkenaan dengan penyebab).35
25 Sungguh tidak ada buah dari berdana (n’atthi danaphalam nama): sungguh tidak ada sesuatu seperti misalnya buah dari memberi, yang artinya memberikan persembahan-jasa itu sama tidak bermanfaatnya seperti jika orang melemparkannya ke dalam abu. Orang yang memiliki rasa permusuhan tidak dapat dibersihkan (na visodheti verinam): di sini, orang yang memiliki rasa permusuhan: verinam=veravantam (bentuk tata bahasa alternatif); orang yang telah melakukan tindakan jahat karena rasa permusuhan dalam bentuk menghancurkan makhluk hidup dan sebagainya tidak dapat dibersihkan, tidak pernah dibuat murni, dengan menjalankan36 peraturan-peraturan seperti misalnya memberi dan moralitas dan sebagainya.’Tidak ada hasil dari berdana’ dan seterusnya harus dianggap sebagai indikasi dari cara dia menghalangi orang-orang lain untuk memberikan dana dan sebagainya, sedangkan ‘Sungguh tidak ada buah dari berdana’ dan seterusnya merupakan indikasi dari kemelekatannya terhadap (pandangan-pandangan) yang salah. Mendapatkan apa yang merupakan miliknya: laddheyyam = laddhabbam (bentuk tata bahasa alternatif). Tetapi (bagaimana dia dapat memperoleh) apa yang akan menjadi miliknya? Dia berkata, melalui perubahan-perubahan nasib (niyati parinamajam): makhluk yang memperoleh kebahagiaan atau kesengsaraan memperoleh ini hanya melalui perubahan dalam nasibnya37 dan bukan karena dia telah melakukan38 tindakan tertentu, tidak juga karena satu Dewa Agung39 dan sebagainya – demikianlah artinya.
26 [253] Tidak ada ibu, ayah atau saudara laki (n’atthi mata pita bhata): dia berbicara mengacu pada tidak adanya buah dari tindakan yang benar atau salah terhadap ibunya dan sebagainya. Tidak ada alam sesudah alam ini (loko n’atthi ito param): sungguh tidak ada sesuatu seperti misalnya alam diluar yang ini, di luar alam di sini. Para makhluk lenyap persis pada waktu itu dan di situ – demikianlah artinya. Yang diberikan (dinnam): pemberian dana yang besar. Persembahan korban (hutam): memuja dengan memberikan makanan; 40dia menolak keduanya (dengan berkata), ‘Tidak ada’ dengan acuan pada tidak adanya buah apa pun (dari keduanya itu). Yang diberikan dengan baik: sunihitam=sutthu nihitam (ketentuan bentuk majemuk). Tak dikenal apa pun (na vijati): dana-dana untuk para petapa dan brahmana yang disebut’yang akan mengikuti seseorang sebagai landasan di alam berikutnya’41 itu tidak dikenal; itu hanyalah sekadar kata kiasan mereka – demikianlah artinya.
27 Hal itu bukanlah kasus orang membunuh orang lain (na koci kinci hanati): jika ada orang yang membunuh orang lain, memotong kepala orang lain, hal itu bukan -dalam arti tertinggi merupakan kasus orang membunuh orang lain – hal itu hanya kelihatan seperti membunuh karena adanya kesenjangan-kesenjangan42 (di antara) tujuh zat-zat elementer. Tetapi bagaimana mengenai ditusuk pedang? Dia mengatakan, masuk ke dalam interval di antara tujuh (sattannam vivaram antare): pedang itu memasuki celah, 43yaitu, interval, di antara tujuh zat-zat dasar seperti misalnya tanah dan sebagainya. Untuk alasan inilah maka kelihatannya para makhluk ditusuk pedang dan sebagainya. Seperti jiwa, zat-zat elementer yang lain juga tidak dapat dihancurkan karena sifatnya yang kekal demikianiah artinya.
28 Jiwa tak dapat dihancurkan dan tak dapat dibagi-bagi (acchejjabhejjo jivo): jiwa para makhluk tidak dapat dihancurkan oleh pedang dan sebagainya karena sifatnya yang kekal. Jiwa berbentuk oktagonal atau bulat bagaikan bola (atthamso gulaparimandalo): jiwa itu kadang-kadang berbentuk oktagonal, kadang-kadang bulat seperti bola. Dan 500 yojana (yojanani sata panca): pada saat mencapai keadaan lengkapnya, jiwa itu 500 yojana tingginya. Maka siapa yang mampu menghancurkan jiwa? (ko jivam chetum arahati): siapa yang benar-benar dengan pedang dan sebagainya bisa menghancurkan jiwa yang kekal dan tidak dapat berpindah? Dia mengatakan bahwa jiwa tidak dapat dilukai oleh siapa pun.
29 Segulung benang (suttagule): 44bola benang dibuat ketika digulung. Ketika dilemparkan ke depan (khitte): ketika dilemparkan ke depan dengan cara membuka ikatannya. Menggelinding melepaskan ikatannya sendiri (nibbethentam palayati): bola benang yang dilemparkan ke depan, akan membuka gulungannya sendiri, dari atas gunung atau puncak pohon [254] begitu saja terus membuka ikatannya sendiri, dan baru berhenti bergulir ketika benangnya habis. 45Demikian pula dengan cara yang sama (evam evam): 46sama seperti halnya bola benang yang terus melepaskan ikatannya sendiri, yang baru berhenti bergulir ketika benangnya habis, demikian pula dengan cara yang sama jiwa terus beriari, berlanjut, membuka ikatan bola kehidupan47 (samsara)-nya selama waktu yang telah dinyatakan, yaitu selama 84 ratus ribu kalpa besar dan berhenti berlanjut sesudahnya.
30 Demikian pula dengan cara yang sama jiwa (evam eva ca so jivo): sama seperti halnya seseorang meninggalkan desa di mana dia berdiam dan masuk ke desa lain karena dia harus melakukan sesuatu, demikian pula dengan cara yang sama jiwa meninggalkan tubuh dan masuk ke tubuh berikutnya lagi sesuai dengan nasibnya – demikianlah artinya. Tubuh: bondim=kayam (sinonim).
32 Delapan puluh empat: culasiti=caturasiti (bentuk tata bahasa alternatif): kalpa besar. mahakappino=mahakappanam (bentuk tata bahasa alternatif); dalam hubungan ini, jika seandainya setiap 100 tahun setetes air dibuang dengan menggunakan ujung sehelai rumput kusa dari danau yang besar seperti Anotatta dan sebagainya, dan bila dengan melakukan ini danau itu dikosongkan airnya tujuh kali, maka (periode) itu disebut satu kalpa besar. Setelah mengatakan ini, dia berkata bahwa lamanya (satu jiwa terus berlari di dalam) samsara adalah 84 ratus ribu kalpa besar seperti itu. Baik yang tolol maupun yang bijaksana (ye bala ye ca pandita): baik mereka yang dibutakan oleh kebodohan maupun mereka yang memiliki kebijaksanaan – bahkan semua ini. 48Terlempar tercerai-berai di dalam samsara (samsaram khepayitvana): terlempar di dalam samsara, muncul lagi dan lagi selama panjangnya waktu yang telah disebutkan sebelumnya. Sebelum mereka mengakhiri kesengsaraan (dukkhass’antam karissare): sebelum mereka mencapai akhir, sampai satu siklus penuh, penderitaan lingkaran49 kehidupan. Bahkan yang bijaksana pun tidak dapat menjadi terampil selama periode ini, dan bahkan yang tolol pun berhenti berianjut sesudahnya demikianlah pandangan salahnya.
33 Kebahagiaan dan penderitaan diukur oleh dona dan keranjang (mitani sukhadukkhani donehi pitakehi ca): perubahan-perubahan nasib dibagi secara merata pada makhluk ini dan makhluk itu, mereka dibagikan secara terpisah, selama panjangnya waktu yang telah disebutkan sebelumnya, seolah-olah kebahagiaan dan penderitaan para makhluk benar-benar diukur oleh dona, keranjang dan wadah-mana. 50Sang Penakluk mengetahui semua ini, orang yang berdiri di tataran Sang Penakluk mengetahuinya secara keseluruhan karena dia telah menyeberangi samsara, [255] sedangkan orang-orang lain bingung dan berkelana berputar-putar di dalam samsara.51
34 Saya di masa lampau memiliki pandangan seperti itu (evamditthi pure asim): dahulu saya memiliki pandangan natikkha seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Saya bingung dan diselimuti oleh kebodohan batin (samulho mohaparuto): saya bingung karena kebodohan batin yang disebabkan oleh pandangan yang telah disebutkan sebelumnya itu, dan diselimuti oleh kebodohan batin yang muncul pada waktu yang sama; benih kebajikan pun tertutup – demikianlah artinya. Ketika dengan demikian dia telah menunjukkan tindakan jahat yang telah dilakukan olehnya karena pandangan jahat yang telah muncul di dalam dirinya di masa lampau, maka dia lalu menyatakan syair-syair (yang bermula:) ‘Pada sisi enam bulan ini’ yang menunjukkan buah yang harus dialaminya di masa mendatang.
38 Di sini, setelah seratus ribu tahun: vassasatasahassani=vassanam satasahassani (ketentuan bentuk majemuk);’setelah berlalu’ adalah bagian dari kata-kata itu. Atau, pilihan lain, ini adalah bentuk akusatif52 dengan kekuatan lokatif, yang artinya ketika seratus ribu tahun telah lewat. Suatu pemyataan langsung terdengar (ghoso suyati tavade): setelah waktu sekian lama itu lewat, maka secara langsung, pada saat itu juga, suatu pernyataan terdengar di neraka yang mengatakan, ‘Batas waktu yang telah berlalu sementara engkau direbus di sini, tuan-tuan yang baik, adalah seratus ribu tahun.’Inilah satu lakkha, raja yang agung, setelah seperseratus koti tahun (lakkho eso maharaja satabhagavassakotiyo): inilah satu lakkha, yaitu batasan kurun waktu di mana para makhluk direbus di neraka, raja yang agung, setelah sepersseratus, satu per seratus bagian, dari satu koti tahun (telah berlalu). lnilah yang dikatakan: 10 x 10 adalah 100, sepuiuh ratus adalah 1000, 10 x 10 ribu adalah 100 ribu dan 100 x 100.000 adalah satu koti. Dengan hitungan koti ini, 100 ribu koti tahun (telah berlalu) setelah seperseratus koti tahun, 53tetapi hal ini harus dipahami sebagai sarana untuk menghitung54 tahun-tahun bagi mereka yang di neraka saja, bukan (tahun-tahun) manusia atau dewa. Jangka waktu kehidupan mereka di neraka adalah tak terhitung, seperti misalnya ratusan ribu koti tahun. Untuk alasan inilah dikatakan, ‘Selama 100 ribu koti orang-orang direbus di neraka.’ Untuk menunjukkan -lewat ilustrasi tentang jenis tindakan jahat yang menyebabkan para makhluk itu di neraka- maka dikatakan ‘Orang-orang yang memiliki pandangan salah, yang berperilaku buruk dan yang mencemooh para ariya’.
40 Saya akan mengalami (vedissam): saya akan menjalani. Setelah menunjukkan buah dari tindakan-tindakan jahatnya yang harus dia jalani di masa mendatang [256] dan setelah menjelaskan masalah yang ditanyakan oleh raja, yaitu, ‘Lewat perilaku Brahma apa maka muncul keagunganmu ini?’, dia kemudian menyatakan (syair-syair) yang bermula dengan: ‘Dengarlah ini, raja yang agung’, yang ingin memantapkan raja itu dalam Perlindungan dan Sila.
42 Yang dengan bhakti menjalankan Sila dan Uposatha (silesuposatha rata): yang bergembira di dalam Sila yang terus-menerus mengikat, dan sila-sila (tambahan) yang dijalankan pada hari Uposatha.55
45 Memberi Beliau: ada=adasi (bentuk tata bahasa alternatif).
48 Dhamma (tam dhammam): Jalan Berunsur-delapan dan Alam Tanpa-Kematian.
Tergugah demikian oleh peta itu untuk mengambil Perlindungan dan Sila, dengan bhakti di hatinya raja pun memujinya karena pelayanan yang telah dia berikan kepada raja. Dan setelah mantap di dalam Perlindungan dan sebagainya, raja mengatakan tiga syair yang bermula dengan: ‘Engkau menginginkan kebaikanku.’Setelah itu, dia mengatakan syair yang bermula dengan: ‘Saya akan mengibaskan’, yang menyatakan bahwa dia meninggalkan pandangan salah yang telah dianutnya sebelum itu.
54 Di sini, saya akan mengibaskan bagaikan di angin yang kencang (odhunami mahavate): saya akan melepaskan, membuang, pandangan jahat itu ke dalam angin Ajaran Dhamma-mu, yakkha, bagaikan sekam ditiup angin kencang. Atau di sungai yang mengalir deras (nadiya va sighamgamiya): atau saya akan mengakibatkan pandangan salah itu terseret bagaikan rumput, ranting dan daun-daun yang jatuh56 ke dalam arus57 yang deras di sungai yang besar – demikianlah artinya. Saya akan menolak pandangan jahat itu (vamami papakam ditthim): saya akan membuang58 pandangan jahat yang telah menjadi amat penting di dalam pikiranku. Dia memberikan alasannya untuk hal ini: Karena bakti pada Ajaran Sang Buddha (Buddhanam sasane rato): karena saya yakin pada Ajaran Para Buddha, Sang Tuan, yang pasti membawa manusia ke Alam Tanpa-Kematian. Karena itu, saya akan menolak racun yang dikenal sebagai pandangan (salah) ini – demikianlah hal ini harus dipahami. Mereka yang mengulang teks kemudian menyelipkan59 syair penutup (yang bermula dengan:)’Setelah raja (Sorattha) mengatakan ini’.
55 Di sini, menghadap ke timur (pamokkho): menghadap bagian timur. Masuk ke dalam keretanya (ratham aruyhi): raja menaiki keretanya yang siap berangkat. Dia naik ke dalamnya dan melalui kesaktian sang yakkha, dia sampai ke kotanya pada hari yang sama dan masuk ke tempat tinggal kerajaannya. Pada saatnya, dia mengemukakan masalah itu kepada para bhikkhu [257] yang kemudian mengemukakannya kepada para thera. Para thera memasukkan hal itu ke dalam pengulangan pada Pasamuan Ketiga.
Catatan
Terbaca parinibbanato pada Se Be untuk parinibbhanato pada teks.
Secara harafiah, kerajaan yang baik dan bahagia serta diidentifikasi dengan Kathiawad modern; bandingkan DPPN ii 1253.
Ini adalah frasa pembukaan dari bagian yang merangkum pandangan salah, seperti pandangan yang dihubungkan dengan Ajita Kesakambali di D i 55; di situ bagian itu tercatat seutuhnya; bandingkan PvA 99 di atas.
Vinjhatavi, hutan, atavi, dari bukit Vindhya; bandingkan PvA 43, 192. DPPN ii 874, yang mengikuti Mhv xix 6 dan Dpv xiv 2, menyatakan bahwa di tengah lembah-lembah ini terdapat jalan yang dilalui Asoka dalam perjalanannya dari Pataliputta (Patna modern) menuju pelabuhan Tamalitti (Tamluk modern di tepi barat Hooghly dekat Calcutta). Dari situ pohon Bodhi kemudian dikirim ke Lanka. Akan tetapi, Vindhyas biasanya dimengerti sebagai rangkaian bukit di daerah Indore-Ujjain-Bhopal di Madhya Pradesh yang memisahkan bagian Arya di utara dan dataran Dravidian di selatan (dan asal mula Dravidian dicurigai adalah atavi, bandingkan PED sv). Tidak ada bagian-bagian di teks ini yang menerangkan bukit-bukit ini untuk menyarankan bahwa bukit ini bukan Vindhya yang disebutkan belakangan; dapat diduga bahwa Pingala harus menyeberangi bukit-bukit dalam pedalanan kembali dari Pataliputta ke Surattha, yang dikenali sebagai Surastrayang menunjukkan Kathiawar modern. Dalam penunjuk yang paling umum, istilah ini mencakup Kathiawar seluruhnya, sedangkan yang paling sempit mengakup hanya bagian selatan Kathiawar, yang dikenal sebagai Sorath’, Hasmukh D. Sankalia, The Archeology of Gujerat, Bombay 1941, hal. 5; bandingkan A. S. Altekar,A History of lmportantancient Towns and Cities in Gujerat and Kathiawad’, Indian Antiquary, suplemen Vol. 54, 1925. Lebih-lebih lagi, karena ada kemungkinan bahwa seluruh Gujerat berada di bawah kekuasaan Maurya, seperti yang tercantum di banyak dekrit Asoka (Sankalia, hal. 7), maka ada kemungkinan bahwa Pingala telah mengunjungi ibu kota Maurya seperti yang tereatat di cerita ini. Hal ini memunculkan masalah mengenai bagaimana para pencatat dari Sinhala meniadi percaya bahwa Asoka -setelah mengirimkan pohon Bodhi melalui Sungai Gangga ke Tamalitti- lalu melintasi daerah Vindhya dalam perjalanan darat menuju pelabuhan, yang sudah pasti merupakan rute yang berputar. Ada kemungkinan bahwa para pencatat itu telah menggabungkan dua legenda yang semula terpisah. Salah satu legenda menyiratkan bahwa pohon Bodhi itu dikirimkan melalui rute yang lebih mungkin, yaitu dari pelabuhan di pantai barat.
Asoka yang terkenal (268-231 SM) di dalam sejarah India yang di dalam kehidupan selanjutnya disebut Dhammasoka karena perbuatan-perbuatannya yang mulia (Mhv v 189; bandingkan DPPN i 216-219).
Terbaca vissaram pada Se Be untuk visaram pada teks.
Gajah, barisan kuda, kereta perang dan infanteri – lihat Vin iv 104 dst.; bandingkan M ii 69.
Terbaca patippassaddhamaggakilamatho pada Se Be untuk patipassaddha- pada teks.
v 17 di bawah.
Skt Maurya.
Terbaca vannupatham pada Be untuk vappapatham pada teks; bandingkan PED sv vannu dan Stories of the Mansions, hal. 148 n. 2. Kitab Komentar di J i 109 juga mencantumkan vannu vuccati valuka, valukamagge ti attho. Se menuliskan vannanapatham.
Teks harus diubah untuk penulisannya, pada Se Be, sehingga v 3 berakhir dengan ito, v 4 berawal dengan Tena dan berakhir dengan ab ravi.
ubbiggarupo; PED sv ubbigga mengacu pada Th 1, 408, yang kelihatannya seperti suatu kesalahan untuk Th 2, 408.
Terbaca meghavannasiri nibham pada Se Be untuk meghavappasirannibham pada teks, baik di sini maupun di syair-syair berikutnya.
aduragatam; Gehman secara keliru menganalisis ini sebagai adura + agatam yang tidak sesuai dengan konteks atau komentamya; hal itu lebih dimengerti sebagai a + dur + agatam.
Sebuah julukan untuk Sakka (indra), biasanya diartikan ‘Penghancur Benteng’ (Breaker of the Fortress)’ (bandingkan Puramdara Veda yang dikenakan pada Indra). Syair ini diulang di Vv 62 2 dan diterjemahkan di ‘Stories ofthe Mansions’ sebagai ‘penderma yang murah hati’. Di VvA 171 Dhammapala mengartikannya sebagai diturunkan dari danam dadati murni, yang memberikan persembahan di masa lampau. Lihat juga diskusi yang menarik di MLS ii 52 n. 5 dan bandingkan PvA 118 dst.
Bandingkan Vv 62 3.
Terbaca niyati pada Se Be untuk niyati pada teks.
Secara terperinci di D i 56.
Terbaca dukkhass’antam karissare pada v 32; v 33 harus dimulai dengan Mitani, sedangkan v 34 dengan Evamditthi, menurut Se Be.
Walaupun Ny. Rhys Davids merasa tidak mampu melukiskan pandangan-pandangan yang digambarkan di dalam syair-syair ini (Stories of the Departed, hal. 95 n. 1), suatu perbandingan yang mendetil yang diberikan di D i 52-59 menyarankan bahwa pandangan-pandangan yang dinyatakan di vv 24, 32 dan 29 adalah dari Makkhali Gosala (D i 53 dst.), di vv 26-27 adalah dari Ajita Kesakambali (D i 55 dst.) dan di v 23 adalah dari Purana Kassapa (D i 52 dst.). Sisanya lebih sulit. Bahwa beberapa pengembara mengukuhi pandangan-pandangan yang mirip dengan yang di v 28 yang dapat dilihat dari Jaina Sutrakrtanga II 1 15 (SBE xlv 340). Pandangan-pandangan yang terdapat di v 25 mengingatkan pada fatalisme ekstrim yang menunjuk pada Makkhali Gosala – lihat A.L. Basham, History and Doctrines of the Ajivikas, London 1951, terutama Bab 2. Ada juga catatan tentang fatalisme di v 33 walaupun referensi tentang Sang Penakluk yang mahatahu (Jina) mengacu pada Jaina (the Jainas). Pasti referensi tentang jiwa (jiva)lah yang membuat pandangan-pandangan di vv 30-31 tidak dapat diterima karena benar-benar mirip (tetapi tanpa menyebutkan tentang jiwa) dengan yang di tempat lain digunakan Sang Buddha untuk menjelaskan tentang proses kelahiran kembali (D i 81, 83)
Lakkha(lac)biasanya dihitung 100.000 dan koti(crore)10,000,000.
Nama lain untuk Kubera, salah satu dari Empat Raja Besar dan raja dari para yakkha; bandingkan I 3 3 yang menyatakan hal ini merupakan sifat para yakkha.
Bandingkan A ii 17.
amatam padam;bandingkan S I 2l2, ii 280;A ii 5l.
Jalan-jalan dan buah-buah dari empat kelas savaka: Sotapanna, Sakadagami (Yang-Kembali-Sekali-Lagi), Anagami (Yang-Tidak – Kembali-Lagi) dan Arahat; ini adalah bentuk singkat dari alinea yang menggambarkan Savakasangha – lihat contoh D iii 227; M i 37; S ii 69 dst.; A i 222. Savakasahgha tidak identik dengan bhikkhusangha, atau sangha petapa, karena yang disebut pertama juga mencakup banyak umat awam, para dewa, dan hanya para bhikkhu yang termasuk dalam empat golongan itu. -Dari sangha-sangha itu, Savakasangha dari Tathagata-lah yang terbaik, aggam karena pada kenyataannya, sangha ini saja yang dapat menjadi ladang kebajikan yang tak tertandingi di dunia. (it 88).
pamokkho, yang dieja salah menjadi pamokho di Stories of the Departed, hal. 97 n. 1. Lihat komentar di bawah; harus diasumsikan bahwa dia hanya melihat ke arah ini karena dia mengadakan perjalanan kurang lebih menuju ke barat.
Demikian syair ini, Se Be; teks salah mengeja punam di sini.
Terbaca anupaddavo pada Se Be untuk anuppaddavo pada teks.
Terbaca bhimsanakabhavena lomanam hamsapanam pada Se Be untuk bhisanabhavena lomanam hamsanam pada teks.
Terbaca vittijanane pada Se Be untuk cittijanane pada teks.
Di sini teks keliru memberi tanda baca, memulai kalimat baru dengan danamayapunnato.
manussa-, secara harafiah berarti manusia, tetapi di sini dikontraskan dengan spiritual.
Be menuliskan ini sebagai bagian dari lemma berikutnya, tetapi hal ini tidaklah benar-benar sesuai dengan syair ini. Se dan teks menuliskannya sebagai bagian dari komentar sebelumnya. Kelihatannya paling masuk akal jika bagian ini memperkenalkan lemma berikutnya, tetapi itu bukan benar-benar bagian dari lemma itu, seperti yang dipakai di sini.
pavattavada-.
Terbaca vatato pada Se Be untuk vatato pada teks.
Terbaca niyativiparipamavasen’ eva dengan Be untuk niyati parinamavasena pada teks (Se niyati parinamajavesena).
Terbaca katatta pada Se Be untuk kataya pada teks.
Lihat A i 173 dst.dimana terdapat diskusi tentang tiga alternatif ini; di M ii 214 dst. bagian kedua dari tiga alternatif ini mengacu pada Jaina.
Terbaca pahenaka- pada Se Be untuk pahonaka- pada teks; lihat Childers dan BHSD sv prahenaka.
Bandingkan PvA 132.
Terbaca chiddabhavato pada Se Be untuk chinda- pada teks.
Terbaca chidde pada Se Be untuk chinde pada teks bandingkan DA 167 di D i 56.
Teks menghilangkan ti setelah suttagule.
suffe khine na gacchati, demikian Se Be; teks menghilangkannya.
Demikian semua teks, walaupun hal ini tidak sesuai dengan syair ini. Se menuliskan evam evam pi di vv 29, 30 dan 31 sedangkan Be menuliskan evam eva ca di ketiganya. Akan tetapi teks menuliskan evam eva ca di vv 29-30 dan evam eva pi di v 31.
attabhavagulam.
Di sini teks memiliki tanda baca yang buruk dan harus mengikuti Se Be, yang memulai kalimat baru dengan Samsaram khepayitvana
Terbaca vattadukkhassa pada Se Be untuk vaddha- pada teks. Miss Horner memberikan catatan untuk edisi 1974 dari Stories of the Departed (hal. iv), bahwa ‘ “siklus transmigrasi” akan sulit diterima sekarang untuk samsara’. Walaupun mungkin demikian di dalam konteks Buddhis, tetapi bisa dianggap konteks ini masih diberlakukan di sini baik di versi ini maupun di komentarnya, dengan apa yang jelas dianggap sebagai pandangan yang sesat – walaupun tidak diragukan bahwa sebagian menunjukkan samsara sebagai suatu siklus yang menyebabkan konsep ini tidak dapat diterima.
Dona, keranjang dan mana adalah ukuran untuk beras dan butiran lain yang nilai persisnya tidak pasti.
Terbaca samsare …. paja pada kalimat ini.
Teks segara keliru menyisipkan tanda titik setelah vacanam.
Kelihatannya Dhammapala salah mengartikan syair 38-39 dan menyatakan bahwa lakkha (100.000 tahun = satu per seratus koti, 10.000.000) -yang di bacaan ditandai dengan pengumuman untuk pengertian ini- jumiahnya sama dengan 100.000 koti (atau 10.000.000.000.000) tahun selama makhluk itu direbus di neraka. Oleh karena itu, dia merasakan harus (walaupun tidak diperlukan) menjelaskan bahwa lamanya koti di neraka berbeda dengan di bumi. Akan tetapi syair-syair ini tidak menjelaskan lebih lanjut bahwa setelah satu per seratus koti (yaitu setelah satu lakkha), pengumuman diberikan bahwa satu lakkha telah lewat dan para makhluk di neraka telah direbus selama 100.000 koti. Oleh karena itu, mereka akan mendengar pengumuman seperti ini 100 x 100.000 koti, yaitu 10.000.000 kali.
Terbaca vassagananavasena pada Se Be untuk -ganana- pada teks.
Yaitu, lima yang biasa, ditambah tidak makan setelah tengah hari, tidak menari, menyanyi, dan menonton pertunjukan musik dan penggunaan wangi-wangian dan sebagainya, serta tidak menggunakan tempat tidur yang mewah; lihat A iv 248 dst.
Terbaca -pannakasatam pada Se Be untuk pannakasalam pada teks.
Terbaca sighasotaya pada Se Be untuk sighamsotaya pada teks.
Terbaca ucchaddayami (tidak tercantum di PED) pada Se Be untuk uddayami chaddayami pada teks.
Di PvA 245 di atas dinyatakan bahwa semua syair berasal dari mereka yang mengulang teks.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com