Sariputta | Suttapitaka | PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA PUTRA-PUTRA PEDAGANG KAYA Sariputta

PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA PUTRA-PUTRA PEDAGANG KAYA

Seṭṭhi­putta­peta­vatthu (Pv 50)

‘Selama enam puluh ribu tahun.’ Ini adalah Cerita Peta Putra-putra Pedagan Kaya. Bagaimana asal mulanya?

Sang Buddha sedang berdiam di Hutan Jeta di Savatthi. Pada saat itu, raja Kosala yang bernama Pasenadi sedang berkeliling kota dengan kekuasaan kerajaan yang besar, dengan kemegahan kerajaan yang besar, berpakaian lengkap dan berhias, dan mengndarai gajah yang paling anggun. Dia melihat seorang perempuan yang memiliki keelokan yang mirip dengan peri-deva.1Perempuan itu sedang membuka jendela di teras lantai atas sebuah rumah dan memandang ke bawah, mengamati keagungan kerajaan tersebut.2Hati raja dikuasai oleh serangan kekotoran batin yang dengan cepat muncul padaaaaaa saaat ((mmelihat) objek visual ini yang (kemiripannya) belum pernah dilihatnya sebelumnya. Walaupun3 telah [280] memiliki harem yang anggota-anggotanya memiliki sifat-sifat khusus, seperti misalnya keluarga yang baik, kecantikan, dan perilaku yang baik dan sebagainya, namun raja jatuh cinta pada wanita itu – karena hatinya memiliki sifat sembrono dan sulit dijinakkan. Dia memberi tanda kepada seorang laki-laki yang duduk di dekat situ seolah-olah berkata,’Engkau lihat tempat tinggal berteras dan perempuan tersebut’, dan kemudian masuk ke tempat kediaman kerajaan. Segala sesuatu lainnya4 dapat dipahami seperti yang telah dinyatakan di dalam Cerita Peta5 Ambasakkhara, tetapi dengan perbedaan ini. Di sini, laki-laki itu tiba persis sebelum matahari tenggelam ketika pintu gerbang kota ditutup. Dia menggantungkan6 tanah liat merah dan lili air yang telah dibawanya itu pada tiang gerbang dan kemudian pergi7 ke Hutan Jeta untuk tidur. Sementara itu, ang raja telah tidur di peraduan kerajaan. Di tengah malam dia mendengar empat suku kata sa, na, du, so seolah-olah diucapkan dalam keputusasaan dari tenggorokan yang amat besar. Dikatakan bahwa ini adalah suku kata awal dari syair-syair yang diucapkan oleh empat putera dari seorang pedagang kaya yang dulu kala merupakan penduduk Savatthi. Pada masa mudanya, mereka8 mabuk dengan kesombongan kekayaan dan pergi dengan isteri orang-orang lain sehingga hasilnya adalah banyak penurunan-jasa. Kemudian, mereka mati dan muncul di dekat kota itu pula di dalam Kuali Besi. 9Sementara sedang digodog, mereka muncul ke tepian kuali besi itu. Masing-masing ingin mengucapkan satu syair,10tetapi begitu mereka mengucapkan suku kata pertama, segera mereka dihantam perasaan-perasaan (yang menyakitkan) dan tenggelam kembali ke dalam Kuali Besi itu. Ketika raja mendengar suara itu, dia menjadi takut dan gelisah. Bulu kuduknya berdiri. Dia menghabiskan sisa malam itu dalam kesengsaraan. Menjelang fajar, raja menyuruh agar pendeta utamanya dipanggil. Dia menceritakan peristiwa itu kepada sang pendeta utama. Ketika pendeta utama mengetahui ketakutan raja itu, muncullah keserakahannya untuk mendapat keuntungan. Dia berpikir, ‘Suatu sarana perolehan bagiku dan para brahmana telah benar-benar muncul’.11Dia berkata, ‘Raja yang agung, suatu malapetaka besar telah muncul secara pasti-Paduka harus melakukan pengorbanan berunnnsurr –empat dari segala.’12 Mendengar jawaban ini, raja memerintahkan para penasehat khususnya dengan berkata, ‘Siapkanlah apa pun yang diperlukan untuk pengorbanan berunsur-empat dari segalanya!” Ketika mendengar ini, ratu Mallika berkata kepada raja, ‘Mengapa, raja yang agung, engkau mendengarkan kata-kata brahmana itu dan sekarang ingin melakukan ritual dimana makhluk hidup yang tak terhitung banyaknya akan dilukai dan dibantai? Tentunya yang harus ditanya justru Sang Buddha yang mempunyai pengetahuan tak-terhalangi dalam semua hal [281] dan kemudian orang harus bertindak sesuai dengan jawaban Sang Buddha.’ Ketika raja mendengar apa yang dikatakan oleh ratu, dia pun pergi menghadap Sang Guru dan menemukan hal itu kepada Sang Buddha. Sang Buddha berkata, ‘Raja yang agung, tidak ada bahaya apa pun bagimu dari sumber itu.’ Kemudian Sang Buddha menjelaskan hal tersebut, persis dari awalnya, mengenai makhluk-makhluk yang telah muncul di dalam neraka Kuali Besi itu. Beliau kemudian melengkapi syair dari empat makhluk yang telah mulai dikatakan oleh masing-masing secara terpisah, dengan mengatakan:

1. ‘Seluruhnya kami telah digodok di neraka selama enampuluh ribu tahun penuh- kapankah akan ada akhir dari ini?
2. ‘Tidak akan ada akhir – mengapa harus ada akhir? Tidak ada akhir yang tampak, karena demikianlah caranya untuk tindakan-tindakan jahat dilakukan olehmu dan olehku, tuan-tuan yang baik.’13
3. ‘Kami telah menjalani kehidupan yang jahat; walaupun di depan mata kami dahulu tidak memberi (di sana) walaupun persembahan-jasa ada di hadapan kami, kami tidak membuat perlindungan bagi diri kami sendiri.’
4. ‘Bila saya14 telah pergi, kalau begitu, dari sini dan memperoleh kandungan manusia, saya akan bersifat ramah dan memiliki keluhuran dan saya bertekad untuk melakukan banyak tindakan yang bajik.’
1. Di sini, selama enampuluh ribu tahun: satthivassasahassani=vassanam satthisahassani15 (ketentuan bentuk majemuk). Dikatakan bahwa makhluk yang muncul di dalam neraka Kuali Besi akan berkelana menuju ke bawah selama tigapuluh ribu tahun sampai dia mencapai tingkat yang paling rendah. Kemudian dia akan berkelana menuju ke atas lagi selama tigapuluh ribu tahun juga sampai mencapai titik di tepiannya. Untuk membuat kami sadar akan hal ini, dia ingin mengucapkan syair (yang bermula:) ‘Seluruhnya (kami telah digodog di neraka) selama enampuluh ribu tahun penuh’ tetapi setelah mengatakan sa16 dia didera perasaan-perasaan yang luar biasa (menyakitkan) dan tenggelam kembali dengan wajah ke bawah. Sang Buddha melengkapi syairnya dan menyampaikan kepada sang raja. Hal ini berlaku juga untuk syair-syair yang lain. Di sini, kapankah akan ada akhir dari ini? (kado anto bhavissati): kapankah akan ada akhir, penutup, dari kesengsaraan kami di godog dalam neraka Kuali Besi ini?

2. Karena demikianlah caranya untuk (tatha hi): sebagaimana tidak ada akhir, tidak ada akhir yang terlihat, dari kesengsaraanmu dan kesengsaraanku ini, demikianlah jalannya, demikianlah caranya, untuk tindakan-tindakan jahat yang dilakukan olehmu dan olehku-demikianlah hal ini harus dipahami dengan perubahan infleksi.17

3. Kehidupan yang jahat (dujjivitam): kehidupan yang dicela oleh para bijaksana. Walaupun di depan mata (ye sante): walaupun persembahan – jasa itu ada di depan mata, terjadi bagi kami. {282} Kami dahulu tidak memberi: na dadamhase=na adamha (bentuk tata bahasa alternatif). Untuk memperjelas arti dari apa yang telah dikatakannya, dia kemudian berkata, ‘walaupun persembahan-jasa ada di hadapan kami, kami tidak membuat perlindungan bagi diri kami sendiri’.

4. Saya: so ‘ham=so aham (ketentuan bentuk majemuk). Kalau begitu (nuna) adalah partikel refleksi mengenai apa yang dikatakan. 18Dari sini (ito): dari neraka Kuali Besi ini. Telah pergi (gantva): telah berangkat. Memperoleh kandungan manusia (yonim laddhana manusim): memperoleh kandungan manusia, kehidupan dalam keadaan manusia. 19Ramah (vadanu): dengan sifat yang dermawan, atau ramah terhadap para pengemis. 20Memiliki keluhuran (silasampanno): memiliki perilaku yang luhur. Bertekad untuk melakukan banyak tindakan yang bajik (kahami kusalam bahum): tanpa jatuh ke dalam kelalaian seperti yang saya lakukan sebelumnya, saya bertekad untuk melakukan banyak, melimpah, tindakan yang bajik, tindakan-tindakan yang berjasa, yang artinya saya akan menumpuknya.

Setelah Sang Guru menyampaikan syair-syair ini, Beliau mengajarkan Dhamma secara mendetil. Di akhir pengajaran itu, laki-laki yang mengambil tanah liat dan lili air merah tersebut mantap di dalam buah sotapatti. Raja merasa amat tergugah, dan dia meninggalkan perbuatan merindukan istri orang-orang lain dan puas dengan istrinya sendiri.

Catatan :

Bandingkan PvA 46.
Terbaca rajavibhutim pada Se Be untuk rajabhutim pada teks.
Terbaca sati pi dengan Se Be untuk sati pada teks.
Terbaca purisassa iman pasadam iman ca itthim upadharehi ti sannam datva rajageham pavittho. Annam sabbam pada Se Be (`PvA 216) untuk purisassa sannam datva sabbam pada teks.
IV 1.
Terbaca laggetva pada Se Be untuk laggitva pada teks
Terbaca agamasi pada Se Be untuk agamasi pada teks.
Terbaca yobbanakale pada Se Be untuk yobhanakale pada teks.
Bandingkan PvA 221.
Terbaca ekekam gatham vattukamehi uccaritanam tasam pada Se Be untuk ekeka gatha vattukama uccaritani. Tasam. Pada teks.
Kesalahan tanda baca pada teks, kata-kata pembuka brahmana adalah uppanno kho dan bukan hanya kho.
sabbacatukkam yannam; ekspresi ini muncul di Ji 335. Di situ diterjemahkan `di mana empat jalan bertemu’ yang tidak mungkin benar mengingat lanjutannya di mana sebuah kolam digali di luar kota untuk pengorbanan, dan juga di Iron Cauldron Jataka (No. 314) yang mencatat episode yang sama seperti di dalam cerita ini. Dari situ menjadi jelas bahwa empat dari setiap jenis makhluk hidup, termasuk manusia, dikorbankan dan kelihatannya kemudian dimakan oleh para brahmana. ‘Mimpi tersebut juga muncul di kitab komentar di Si 142 – lihat Gehman 109 n. 1 dan KS i 102 n.1.
Terbaca marisa pada Be untuk Se marisa pada teks.
Terbaca so ‘ham pada Be untuk Se so hi pada teks.
Demikian Se Be untuk vassanam satthivassani sahassani pada teks.
Suku kata pertama dari satthivassasahassani, kata pertama dari syair tersebut; tiga yang lain mirip dengan suku kata pertama dari kata-kata pembuka syair lainnya: na (tthi), du (jjivitam) dan so(`ham).
Bentuk datif/genitif tuyham mayham dari syair ini harus diubah ke bentuk instrumental taya maya; mereka dipahami di atas dengan pengertian instrumental ini.
Bandingkan BvA 69 dan PvA 123.
Terbaca manussayonim manussattabhavam pada Be untuk yonim manussatthabhavan pada teks; Se menuliskan yonim manussattabhavam.
Terbaca pariccagasilo yacakanam pada Be untuk Se pariccagasilo va yacakanam pada teks.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com