ISTANA SESAVATI
Pesavatīvimānavatthu (Vv 35)
Yang Terberkahi sedang berdiam di Savathi, di Jetavana. Pada saat itu, di desa Nalaka, di negeri Magadha, ada menantu perempuan seorang perumah-tangga kaya, yang bernama Sesavati. Menurut cerita, ketika stupa keemasan sebesar satu yojana dibuat untuk Buddha Kassapa, sebagai gadis muda dia pergi dengan ibunya ke tempat monumen itu. Di sana dia bertanya kepada ibunya, “Ibu, apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang ini?” “Mereka sedang membuat batu-batu bata emas untuk membangun cetiya.” Mendengar ini, dengan pikiran yang penuh keyakinan Sesavati berkata, “Bu, saya punya perhiasan emas kecil di leherku. Saya ingin memberikannya untuk cetiya.” Ibunya berkata, “Baik, berilah.” Si ibu melepaskan perhiasan itu dari leher putrinya dan kemudian memberikannya kepada pandai emas. Katanya, “Ini adalah dana dari gadis ini. Masukkanlah ini ke dalam bata yang sedang engkau buat.” Pandai-emas itu melakukannya. Ketika gadis itu meninggal, karena tindakan jasa itu dia terlahir lagi di alam dewa, dan hidup dari satu alam yang baik menuju alam yang baik lain. Dia terlahir kembali di Nalaka pada zaman Yang Terberkahi. Pada saat itu, dia berusia 12 tahun.
Suatu hari di di suruh oleh ibunya untuk membeli minyak di took. Di sana, seorang perumah-tangga sedang menggali untuk mengambil amat banyak uang koin dan emas, mutiara, batu-batu berharga dan permata yang telah dikubur dan ditinggalkan oleh ayahnya. Pemilik toko itu melihat bahwa karena buah dari tindakan-tindakan, benda-benda itu muncul sebagai batu, pecahan-pecahan karang, dan kerikil. Kemudian dia menumpuknya di suatu tempat. Sambil memeriksanya, dia berkata kepada dirinya sendiri, “Melalui kekuatan mereka yang memiliki jasa kebajikan, semoga tumpukan ini menjadi koin, emas, dan sebagainya.”
Gadis itu melihatnya dan berkata, “Mengapa kahapana dan batu permata ditumpuk seperti ini? Tentunya benda berharga harus disimpan dengan benar.” Pemilik toko itu mendengar dan berpikir, “Gadis ini memiliki jasa kebajikan yang besar. Karena dialah maka semua ini menjadi emas dan sebagainya, dan menjadi berharga bagi kami. Saya harus memperlakukannya dengan baik.” Dia pergi kepada ibu gadis itu, dan meminta agar gadis itu dinikahkan dengan anaknya. “Berikanlah gadis ini untuk putraku,”katanya. Sesudah itu, dia memberikan kekayaan yang besar, merayakan pesta perkawinan, dan membawa gadis itu ke rumahnya sendiri.
Karena menyadari perilaku gadis yang luhur itu, pemilik toko itu membuka gudangnya dan berkata. “Apa yang kau lihat di sini?” Gadis itu berkata, “Saya tidak melihat apa pun selain koin, emas, dan permata.” Laki-laki itu berkata,”Semua ini dulu lenyap karena tindakan-tindakan (buruk) kami. Tetapi karena keelokan tindakan-tindakanmu, semuanya ini kembali menjadi berharga; oleh karenanya, mulai sekarang engkau seoranglah dirumah ini yang bertanggung jawab akan segalanya. Kami akan menggunakan hanya apa yang engkau berikan” – sejak saat itulah orang-orang mengenalnya sebagai Sesavati.2
Dan pada saat itu, Y.M. Panglima Dhamma (Sariputta) mengetahui bahwa penopang-penopang masa-hidupnya telah berakhir. Beliau berpikir. “Saya akan memberikan kekayaan3 pada ibuku, perempuan brahmana Rupasari, untuk menopangnya. Dan saya akan mencapai nibbana akhir.” Maka beliau menemui Yang Terberkahi, memberitahu4 Beliau tentang nibbana akhir (yang mendekat). Atas perintah Sang Guru, beliau menunjukkan keajaiban besar. Setelah memberi ribuan pujian kepada Yang Terberkahi, Y.M. Sariputta Thera berangkat, menghadap lurus ke arah5 Yang Terberkahi sampai Belaiu tidak terlihat lagi. Ketika telah berada di luar jangkauan Yang Terberkahi, sekali lagi beliau memberikan penghormatan yang dalam dan meninggalkan vihara dengan dikelilingi oleh Sangha para bhikkhu; beliau memberikan instruksi kepada Sangha para bhikkhu, menghibur Y.M. Ananda, menyuruh empat kelompok pengikutnya kembali (dan tidak lagi menemani beliau), dan pada saatnya mencapai Nalaka. Setelah memantapkan ibunya dalam buah Pemasuk-Arus, di saat fajar beliau mencapai nibbana akhir di dalam ruangan tempat baliau dilahirkan. Selama tujuh hari, para dewa maupun manusia memberikan penghormatan kepada tubuhnya. Mereka membuat api pembakaran sekitar seratus meter tingginya dengan gaharu dan cendana dan sejenisnya.
Sesavati juga mendengar nibbana akhir Thera tersebut. Dengan berkata, “Saya akan memberi hormat beliau,” dia menyuruh membawa dan mengisi peti jenazah dengan bunga-bunga keemasan dan wewangian. Dan karena ingin pergi, dia meminta izin6 kepada ayah mertuanya. Walaupun ayah mertuanya berkata kepadanya, “Engkau sedang hamil dan ada banyak orang di sana. Kirimkan saja bunga-bunga dan wewangianmu, tetapi tinggallah saja di sini.”Dengan penuh keyakinan Sesavati berpikir, “Walaupun di sana ada bahaya bagi kehidupanku, saya tetap akan pergi dan melakukan upacara penghirmatan.” Tanpa mempedulikan nasihat ayah mertuanya, dia pergi ke sana dengan pelayan-pelayannya, memberikan penghormatan dengan wewangian dan bunga, dan berdiri dengan tangan tertangkup di dadanya dalam sikap bakti.
Pada saat itu, ada seekor gajah yang sedang dalam musim kawin yang di tunggangi oleh keluarga kerajaan yang dating untuk memberikan penghormatan kepada Thera tersebut. Orang-orang di sana melihat gajah liar itu dan lari ketakutan. Di dalam kekacauan itu Sesavati terinjak-injak dan mati. Karena telah melakukan upacara penghormatan, dan mati dengan pikiran penuh keyakinan pada Thera tersebut, dia terlahir lagi di antara Tiga-Puluh-Tiga dewa. Melihat keberuntungannya sendiri dan menganalisa penyebabbya, Sesavati melihat bahwa upacara penghormatan yang diberikan kepada Thera itulah penyebabnya. Maka dengan pikiran penuh keyakinan pada Tiga Permata, dia dating dengan Istananya untuk memberikan hormat kepada Sang Guru. Setelah turun dari Istananya, dia berdiri dengan tangan tertangkup di dadanya dalam sikap bakti.
Pada saat itu, Y.M. Vangisa yang duduk di dekat Sang Buddha berbicara demikian: “Bhante, saya ingin bertanya kepada devata ini mengenai tindakan (jasa yang telah dia lakukan).” “Lakukanlah, Vangisa,” kata Yang Terberkahi. Kemudian Y.M. Vangisa berbicara, dengan pertama-tama memuji Istananya:
1. “Dengan kilauan kristal, perak dan emas yang menebar, permukaannya7 berwarna-warni, sungguh indah Istana yang saya lihat ini, suatu tempat tinggal8 yang menyenangkan dan diatur dengan baik, lengkap dengan jalan di bawah atap melengkung, serta ditebari pasir keemasan.
2. Bagaikan matahari, dengan ribuan-sinar menghalau kegelapan, di musim gugur bersinar di langit ke sepuluh arah, demikian pula istanamu ini, bersinar di surga tertinggi bagaikan (api) yang bermahkota asap menyala di malam hari.
3. Istana ini menyilaukan mata, bagaikan halilintar, memikat, berada di langit. Istanamu menggema dengan kecapi, gendang dan tepukan-simbal, megah bagaikan kota Inda.
4. Ada teratai-teratai merah, putih dan biru, yodhika,9 gandika10 dan anojaka,11 pohon sala dan asoka yang berbunga. Istanamu penuh dengan wewangian harum dari berbagai pohon yang indah.
5. O, devata yang cemerlang, bagimu muncul kolam teratai yang menyenangkan, yang dibatasi dengan salala,12 labuja,13 dan bhujaka,14 dengan tanaman rambat berbunga yang bergantungan di pohon-pohon palma,15 dengan batang-batang teratai bagaikan permata.
6. Bunga apa pun yang tumbuh di air, pohon apa pun yang tumbuh di tanah,entah milik manusia atau bukan-manusia atau alam surga, mereka semua16 tumbuh di kediamanmu.
7. Pengendalian-diri dan penjinahkan seperti apakah yang menghasilkan buah ini? Melalui buah dari perbuatan apakah maka engkau muncul di sini? Bagaimana Istana ini diperoleh olehmu? Ceritakanlah secara lengkap,17 putri dengan bulu mata lentik.
Kemudian devata itu berkata:
8. “Bagaimana saya dapat memperoleh Istana ini, yang sering dikunjungi banyak burung heron, merak dan ayam hutan,18 dipenuhi itik surgawi dan raja-raja angsa merah, bergema dengan (kicauan) burung, angsa19 abu-abu dan burung tekukur,
9. Dipenuhi banyak pohon yang berbunga dengan cabang-cabang yang membentang, bunga terompet, apel-mawar dan pohon-pohon asoka yang amat banyak – bagaimana saya dapat memperoleh Istana ini akan saya ceritakan kepadamu; dengarkanlah, Bhante yang terhormat.
10. Di Magadha timur yang makmur dahulu ada sebuah desa bernama Nalaka, Bhante yang terhormat. Dulu saya adalah menantu perempuan di sana. Di sana, mereka mengenalku sebagai Sesavati.
11. Saya sendiri, dengan suka cita, telah menebarkan bunga-bungaan kepada beliau, yang agung, yang dihormati oleh para dewa dan manusia karena keterampilannya dalam kesejahteraan dan Dhamma, kepada Upatissa yang tak terukur, yang telah padam.
12. Saya menghormat beliau yang telah pergi menuju keadaan tertinggi, penglihat-agung yang memiliki tubuh terakhirnya, maka setelah meninggalkan kerangka fisik manusiaku, saya muncul di alam Tiga-Puluh (-Tiga) dewa, kini saya di sini menghuni tempat ini.”
Catatan :
VvA., Be Pesavati, Ee, VvA. Ce Sesa-,
VvA. 158, yang terbaca Pesavati, perempuan yang memiliki banyak pelayan, memberikan v-1. Sesavati yang terbaca di Ee, VvA. Ce perempuan yang memiliki kekayaan
mula, yang digunkan secara kiasan sebagai modal atau investasi bagi buah Pemasukan –Arus yang telah dimantapkannya berkat bhikkhu itu.
anujanapetva tidak mungkin, dengan CPD, berarti memperoleh izin, karena pencapaian nibbana akhir sepenuhnya tergantung pada karma orang itu sendiri, dan tidak dapat diperintahkan oleh orang lain.
Yaitu, berjalan mundur.
Di sini, apucchitva, meminta atau memperoleh izin. Lihat catatan sebelum yang paling akhir.
Terbaca tala dengan VvA. 159 dan Be untuk phala pada Ee.
vyamha, seperti bunga melati khusus.
PED. Sejenis bunga melati khusus.
VvA. 161 menyebut ini bandhujivalka, hibiscus sp. Bunganya merah, D. ii. 111, M.ii. 14, vism. 174.
PED,CPD mengatakan bahwa ini sama dengan anoja, yaitu pohon yang bunganya digunakan untuk rangkaian bunga, dll. Kata ini terdapat dalam bentuk majemuk di DHA. 11. 116.
Dipterocarpus Indicus, pohon yang berbau harum, mungkin pinus.
Artocarpus incisa, pohon sukun.
VvA. 162 mengatakan bahwa ini adalah pohon berbau harum yang ada hanya di alam dewa dan di Gunung Gandhamadana.
kusaka, nama generic untuk palma, tala, karena di anggap masuk ke kelompok kusa-ka, sehingga VvA. Menjelaskan talanalikeradihitinajatihi.
VvA. 160, Be terbaca sabbe; Ee sagge, ‘di surga’.
tad anupadam avacasi. Harfiah, ‘Engkau bicara mengenai hal itu kata demi kata’, yaitu, secara lengkap. Penggunaan aorist pada apa yang jelas-jelas merupakan suatu permohonan harus dianggap sebagai permohonan yang sopan…”Engkau akan bicara mengenai hal itu.” VvA. 162 avacasi … katheyyasi. [Edisi ke-1]
cakora, yang dikatakan minum hanya dari tetes aie hujan. VvA. Menyebutnya “ayam-potter”
Karandava, yang dijelaskan oleh kadamba di VvA. 163. PED memberikan kadamba sebagai “sejenis angsa dengan sayap abu-abu”, tetapi s.v. karandava mengatakan “sejenis itik …… kadamba, angsa hitam.”
Suatu hari di di suruh oleh ibunya untuk membeli minyak di took. Di sana, seorang perumah-tangga sedang menggali untuk mengambil amat banyak uang koin dan emas, mutiara, batu-batu berharga dan permata yang telah dikubur dan ditinggalkan oleh ayahnya. Pemilik toko itu melihat bahwa karena buah dari tindakan-tindakan, benda-benda itu muncul sebagai batu, pecahan-pecahan karang, dan kerikil. Kemudian dia menumpuknya di suatu tempat. Sambil memeriksanya, dia berkata kepada dirinya sendiri, “Melalui kekuatan mereka yang memiliki jasa kebajikan, semoga tumpukan ini menjadi koin, emas, dan sebagainya.”
Gadis itu melihatnya dan berkata, “Mengapa kahapana dan batu permata ditumpuk seperti ini? Tentunya benda berharga harus disimpan dengan benar.” Pemilik toko itu mendengar dan berpikir, “Gadis ini memiliki jasa kebajikan yang besar. Karena dialah maka semua ini menjadi emas dan sebagainya, dan menjadi berharga bagi kami. Saya harus memperlakukannya dengan baik.” Dia pergi kepada ibu gadis itu, dan meminta agar gadis itu dinikahkan dengan anaknya. “Berikanlah gadis ini untuk putraku,”katanya. Sesudah itu, dia memberikan kekayaan yang besar, merayakan pesta perkawinan, dan membawa gadis itu ke rumahnya sendiri.
Karena menyadari perilaku gadis yang luhur itu, pemilik toko itu membuka gudangnya dan berkata. “Apa yang kau lihat di sini?” Gadis itu berkata, “Saya tidak melihat apa pun selain koin, emas, dan permata.” Laki-laki itu berkata,”Semua ini dulu lenyap karena tindakan-tindakan (buruk) kami. Tetapi karena keelokan tindakan-tindakanmu, semuanya ini kembali menjadi berharga; oleh karenanya, mulai sekarang engkau seoranglah dirumah ini yang bertanggung jawab akan segalanya. Kami akan menggunakan hanya apa yang engkau berikan” – sejak saat itulah orang-orang mengenalnya sebagai Sesavati.2
Dan pada saat itu, Y.M. Panglima Dhamma (Sariputta) mengetahui bahwa penopang-penopang masa-hidupnya telah berakhir. Beliau berpikir. “Saya akan memberikan kekayaan3 pada ibuku, perempuan brahmana Rupasari, untuk menopangnya. Dan saya akan mencapai nibbana akhir.” Maka beliau menemui Yang Terberkahi, memberitahu4 Beliau tentang nibbana akhir (yang mendekat). Atas perintah Sang Guru, beliau menunjukkan keajaiban besar. Setelah memberi ribuan pujian kepada Yang Terberkahi, Y.M. Sariputta Thera berangkat, menghadap lurus ke arah5 Yang Terberkahi sampai Belaiu tidak terlihat lagi. Ketika telah berada di luar jangkauan Yang Terberkahi, sekali lagi beliau memberikan penghormatan yang dalam dan meninggalkan vihara dengan dikelilingi oleh Sangha para bhikkhu; beliau memberikan instruksi kepada Sangha para bhikkhu, menghibur Y.M. Ananda, menyuruh empat kelompok pengikutnya kembali (dan tidak lagi menemani beliau), dan pada saatnya mencapai Nalaka. Setelah memantapkan ibunya dalam buah Pemasuk-Arus, di saat fajar beliau mencapai nibbana akhir di dalam ruangan tempat baliau dilahirkan. Selama tujuh hari, para dewa maupun manusia memberikan penghormatan kepada tubuhnya. Mereka membuat api pembakaran sekitar seratus meter tingginya dengan gaharu dan cendana dan sejenisnya.
Sesavati juga mendengar nibbana akhir Thera tersebut. Dengan berkata, “Saya akan memberi hormat beliau,” dia menyuruh membawa dan mengisi peti jenazah dengan bunga-bunga keemasan dan wewangian. Dan karena ingin pergi, dia meminta izin6 kepada ayah mertuanya. Walaupun ayah mertuanya berkata kepadanya, “Engkau sedang hamil dan ada banyak orang di sana. Kirimkan saja bunga-bunga dan wewangianmu, tetapi tinggallah saja di sini.”Dengan penuh keyakinan Sesavati berpikir, “Walaupun di sana ada bahaya bagi kehidupanku, saya tetap akan pergi dan melakukan upacara penghirmatan.” Tanpa mempedulikan nasihat ayah mertuanya, dia pergi ke sana dengan pelayan-pelayannya, memberikan penghormatan dengan wewangian dan bunga, dan berdiri dengan tangan tertangkup di dadanya dalam sikap bakti.
Pada saat itu, ada seekor gajah yang sedang dalam musim kawin yang di tunggangi oleh keluarga kerajaan yang dating untuk memberikan penghormatan kepada Thera tersebut. Orang-orang di sana melihat gajah liar itu dan lari ketakutan. Di dalam kekacauan itu Sesavati terinjak-injak dan mati. Karena telah melakukan upacara penghormatan, dan mati dengan pikiran penuh keyakinan pada Thera tersebut, dia terlahir lagi di antara Tiga-Puluh-Tiga dewa. Melihat keberuntungannya sendiri dan menganalisa penyebabbya, Sesavati melihat bahwa upacara penghormatan yang diberikan kepada Thera itulah penyebabnya. Maka dengan pikiran penuh keyakinan pada Tiga Permata, dia dating dengan Istananya untuk memberikan hormat kepada Sang Guru. Setelah turun dari Istananya, dia berdiri dengan tangan tertangkup di dadanya dalam sikap bakti.
Pada saat itu, Y.M. Vangisa yang duduk di dekat Sang Buddha berbicara demikian: “Bhante, saya ingin bertanya kepada devata ini mengenai tindakan (jasa yang telah dia lakukan).” “Lakukanlah, Vangisa,” kata Yang Terberkahi. Kemudian Y.M. Vangisa berbicara, dengan pertama-tama memuji Istananya:
1. “Dengan kilauan kristal, perak dan emas yang menebar, permukaannya7 berwarna-warni, sungguh indah Istana yang saya lihat ini, suatu tempat tinggal8 yang menyenangkan dan diatur dengan baik, lengkap dengan jalan di bawah atap melengkung, serta ditebari pasir keemasan.
2. Bagaikan matahari, dengan ribuan-sinar menghalau kegelapan, di musim gugur bersinar di langit ke sepuluh arah, demikian pula istanamu ini, bersinar di surga tertinggi bagaikan (api) yang bermahkota asap menyala di malam hari.
3. Istana ini menyilaukan mata, bagaikan halilintar, memikat, berada di langit. Istanamu menggema dengan kecapi, gendang dan tepukan-simbal, megah bagaikan kota Inda.
4. Ada teratai-teratai merah, putih dan biru, yodhika,9 gandika10 dan anojaka,11 pohon sala dan asoka yang berbunga. Istanamu penuh dengan wewangian harum dari berbagai pohon yang indah.
5. O, devata yang cemerlang, bagimu muncul kolam teratai yang menyenangkan, yang dibatasi dengan salala,12 labuja,13 dan bhujaka,14 dengan tanaman rambat berbunga yang bergantungan di pohon-pohon palma,15 dengan batang-batang teratai bagaikan permata.
6. Bunga apa pun yang tumbuh di air, pohon apa pun yang tumbuh di tanah,entah milik manusia atau bukan-manusia atau alam surga, mereka semua16 tumbuh di kediamanmu.
7. Pengendalian-diri dan penjinahkan seperti apakah yang menghasilkan buah ini? Melalui buah dari perbuatan apakah maka engkau muncul di sini? Bagaimana Istana ini diperoleh olehmu? Ceritakanlah secara lengkap,17 putri dengan bulu mata lentik.
Kemudian devata itu berkata:
8. “Bagaimana saya dapat memperoleh Istana ini, yang sering dikunjungi banyak burung heron, merak dan ayam hutan,18 dipenuhi itik surgawi dan raja-raja angsa merah, bergema dengan (kicauan) burung, angsa19 abu-abu dan burung tekukur,
9. Dipenuhi banyak pohon yang berbunga dengan cabang-cabang yang membentang, bunga terompet, apel-mawar dan pohon-pohon asoka yang amat banyak – bagaimana saya dapat memperoleh Istana ini akan saya ceritakan kepadamu; dengarkanlah, Bhante yang terhormat.
10. Di Magadha timur yang makmur dahulu ada sebuah desa bernama Nalaka, Bhante yang terhormat. Dulu saya adalah menantu perempuan di sana. Di sana, mereka mengenalku sebagai Sesavati.
11. Saya sendiri, dengan suka cita, telah menebarkan bunga-bungaan kepada beliau, yang agung, yang dihormati oleh para dewa dan manusia karena keterampilannya dalam kesejahteraan dan Dhamma, kepada Upatissa yang tak terukur, yang telah padam.
12. Saya menghormat beliau yang telah pergi menuju keadaan tertinggi, penglihat-agung yang memiliki tubuh terakhirnya, maka setelah meninggalkan kerangka fisik manusiaku, saya muncul di alam Tiga-Puluh (-Tiga) dewa, kini saya di sini menghuni tempat ini.”
Catatan :
VvA., Be Pesavati, Ee, VvA. Ce Sesa-,
VvA. 158, yang terbaca Pesavati, perempuan yang memiliki banyak pelayan, memberikan v-1. Sesavati yang terbaca di Ee, VvA. Ce perempuan yang memiliki kekayaan
mula, yang digunkan secara kiasan sebagai modal atau investasi bagi buah Pemasukan –Arus yang telah dimantapkannya berkat bhikkhu itu.
anujanapetva tidak mungkin, dengan CPD, berarti memperoleh izin, karena pencapaian nibbana akhir sepenuhnya tergantung pada karma orang itu sendiri, dan tidak dapat diperintahkan oleh orang lain.
Yaitu, berjalan mundur.
Di sini, apucchitva, meminta atau memperoleh izin. Lihat catatan sebelum yang paling akhir.
Terbaca tala dengan VvA. 159 dan Be untuk phala pada Ee.
vyamha, seperti bunga melati khusus.
PED. Sejenis bunga melati khusus.
VvA. 161 menyebut ini bandhujivalka, hibiscus sp. Bunganya merah, D. ii. 111, M.ii. 14, vism. 174.
PED,CPD mengatakan bahwa ini sama dengan anoja, yaitu pohon yang bunganya digunakan untuk rangkaian bunga, dll. Kata ini terdapat dalam bentuk majemuk di DHA. 11. 116.
Dipterocarpus Indicus, pohon yang berbau harum, mungkin pinus.
Artocarpus incisa, pohon sukun.
VvA. 162 mengatakan bahwa ini adalah pohon berbau harum yang ada hanya di alam dewa dan di Gunung Gandhamadana.
kusaka, nama generic untuk palma, tala, karena di anggap masuk ke kelompok kusa-ka, sehingga VvA. Menjelaskan talanalikeradihitinajatihi.
VvA. 160, Be terbaca sabbe; Ee sagge, ‘di surga’.
tad anupadam avacasi. Harfiah, ‘Engkau bicara mengenai hal itu kata demi kata’, yaitu, secara lengkap. Penggunaan aorist pada apa yang jelas-jelas merupakan suatu permohonan harus dianggap sebagai permohonan yang sopan…”Engkau akan bicara mengenai hal itu.” VvA. 162 avacasi … katheyyasi. [Edisi ke-1]
cakora, yang dikatakan minum hanya dari tetes aie hujan. VvA. Menyebutnya “ayam-potter”
Karandava, yang dijelaskan oleh kadamba di VvA. 163. PED memberikan kadamba sebagai “sejenis angsa dengan sayap abu-abu”, tetapi s.v. karandava mengatakan “sejenis itik …… kadamba, angsa hitam.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com