Sariputta | Suttapitaka | ISTANA GAJAH Sariputta

ISTANA GAJAH

Nāgavi­mānavat­thu (Vv 41)

Yang Terberkahi sedang berdiam di dekat Baranasi di Isipatana di taman-rusa. Pada waktu itu, ada seorang perempuan yang tinggal di Banarasi, seorang yang percaya dan memiliki keyakinan, yang mempratekkan moralitas. Maka dia memiliki seperangkat jubah yang ditenun untuk Yang Terberkahi dan telah dicuci bersih. Dia menghampiri Sang Buddha dan menaruhkan jubha itu di kaki Beliau dengna berkata, "Bhante yang terhormat, semoga Yang Terberkahi berbelas-kasihan menerima seperangkat jubah ini, semoga ini dapat memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam waktu yang lama." Yang Terberkahi menerimanya. Melihat kualifikasi perempuan itu, Sang Buddha mengajarkan Dhamma. Di akhir Ajaran, dia mencapai buah Pemasuk-Arus. Dengan penuh hormat dia kemudian menyapa Yang Terberkahi, berputar mengelilingi Sang Buddha dan pulang. Tak lama kemudian, dia meninggal dan terlahir lagi di alam Tiga-Puluh-Tiga dewa, sebagai Yasuttara yang disayangi oleh Sakka, raja para dewa, sebagai favoritnya. Melalui kekuatan tindakan jasanya, di sana muncul seekor gajah agung ditutupi jaring emas; di punggung gajah itu muncullah suatu pavilium permata dengan sebuah dipan permata indah di dalamnya. Pada kedua gadingnya muncullah dua kolam teratai yang indah, cemerlang dengan teratai dan lili-air. Di sana, sambil berdiri di atas teratai, para putri-dewa menari dan menyanyi sembil memegang lima jenis instrumen musik.

Setelah berdiam di Baranasi selama yang Beliau inginkan, Yang Terberkahi berangkat menuju Savatthi. Di sana beliau berdiam di Jetavana. Ketika dewi itu merenungkan kebahagiaan serta penyebabnya, dia menyadari, "Penyebab dari buah ini adalah pemberia kepada Sang Guru itu." Dipenuhi kebahagiaan, keyakinan dan penghormatan terhadap Beliau, dia datang melalui udara di atas punggung gajahnya yang agung ketika malam telah larut. Setelah turun dari sana, dia memberi hormat kepada Yang Terberkahi dengan menjulurkan kedua tangannya yang tertangkup dan kemudian berdiri di dekatnya. Y.M. Vangisa, dengan persetujuan Yang Terberkahi, bertanya kepadanya demikian :

"Duduk di atas gajah agung yang ditutupi permata dan emas yang megan dengan hiasan yang indah, ditutupi jala emas, engkau, putri yang berhias, datang kemari di tengah udara melalui langit."

"Pada kedua gading gajah itu tercipta kolam-kolam teratai yang bermekaran sejernih kristal; di antara teratai-teratai itu merebak band-band orkestra, dan mereka yang memikat ini sedang menari."

"Engkau dengan keagungan yang besar telah mencapai kekuatan kesaktian surgawi. Tindakan jasa apakah yang telah engkau lakukan ketika terlahir sebagai manusia? Karena apakah maka keagunganmu cemerlang sedemikian rupa dan keelokanmu menyinari segenap penjuru?"

Ditanya demikian oleh Thera tersebut, devata itu menjelaskan dengan syair-syair ini :

"Setelah pergi ke Baranasi saya mempersembahkan seperangkat jubah kepada Sang Buddha, setelah menghormat di kakinya, saya duduk di tanah. bergembira, saya menaikkan tanganku yang tertangkup kepada Beliau dalam penghormatan."

"Dan Sang Buddha yang memiliki kulit keemasan mengajarku mengenai asal mula penderitaan, (yang) tak-tekal; yang tak-terkondisi, berhentinya dukka, (yang) abadi, Beliau mengajarku Sang Jalan sehingga saya mengerti."

"Sungguh pendek masa-hidupku, saya lalu meninggal; meninggal dari sana, saya muncul, dikenal, di kelompok Tiga-Puluh-Tiga dewa, saya kini adalah pendamping Sakka, Yasuttara nama saya, yang dikenal di (segala) penjuru."



[Sumber: Vimanavatthu terbitan Wisma Sambodhi.]

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com