ISTANA PEMBERI SUP KEPITING
Kakkaṭakarasadāyakavimānavatthu (Vv 54)
Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha, di Hutan Bambu. Pada waktu itu, seorang bhikkhu yang mempraktekkan pandangan terang terpaksa meninggalkan praktek itu karena sakit telinga yang parah. Obat tabib sama sekali tidak membantu. Dia memberitahukan hal ini kepada Yang Terberkahi. Sang Buddha – yang mengetahui bahwa obatnya adalah sup-kepiting menyuruhnya mencari dana makanan di daerah Magadha . Maka dia pergi ke sana dan berdiri untuk menerima dana makanan di pintu gubuk seorang penjaga ladang. Penjaga yang telah masak sup-kepiting ini meminta beliau untuk duduk dan memberinya sup – kepiting. Baru saja bhikkhu itu mencicipinya, dia segera merasa sehat kembali seolah-olah dimandikan dengan air bejana. Karena ketenangannya kembali pulih berkat makanan yang sesuai, dia mengarahkan pikirannya (lagi) menuju pandangan terang dan mencapai tingkat Arahat bahkan sebelum dia selesai makan. Kepada penjaga ladang itui beliau berkata: “O, umat awam, lewat buah dari tindakan jasa ini engkau tidak akan menderita sakit-baik tubuh maupun pikiran.” Setelah memberikan pemberkahan, beliau pun pergi. Ketika kemudian penjaga ladang itu meninggal, dia terlahir di alam Tiga-Puluh-Tiga dewa di suatu ruangan yang terbuat dari batu permata hijau-laut, di suatu Istana keemasan duabelas yojana dengan pilar-pilar batu permata dan dihiasi tujuh ratus aula berpinakel. Di pintunya terdapat kepiting emas yang digantung dengan untaian mutiara. Y.M. Maha-Moggallana yang pergi ke sana melihatnya dan bertanya :
1. “Sungguh tinggi Istana ini dengan tugu-tugu yang berhias permata, selusin yojana kelilingnya, ada tujuh ratus aula berpinakel yang elok dan pilar-pilar batu permata hijau-laut indah yang dilapisi logam2 berkilau.
2. Di sana engkau berdiam dan minum serta makan sementara kecapi-kecapi surgawi melantunkan melodi. Di sini terdapat citarasa surgawi, lima jenis kesenangan-indera, dan perempuan-perempuan yang berhias emas menari-nari.3
3. Karena apakah maka keelokanmu sedemikian rupa? Karena apakah maka engkau sejahtera di sini, dan di sana muncul apa pun yang merupakan kesenangan sesuai dengan hatimu?
4. Saya bertanya kepadamu, dewa denghan keagungan besar, tindakan jasa apakah yang telah engkau lakukan ketika terlahir sebagai manusia? Karena apakah maka keagunganmu cemerlang sedemikian rupa dan keelokanmu menyinari segala penjuru?”
5. Dewa-muda itu gembira karena ditanya oleh Y.M. Maha-Moggallana; ketika pertanyaan itu diajukan dia menjelaskan tindakan apa yang menghasilkan buah ini.
6. “Di sana . Di pintu, terdapat seekor kepiting berlapis emas yang berfungsi sebagai pengingat, dan kepiting itu bersinar dengan sepuluh capitnya.”4
7,8. Karena inilah maka keelokanku sedemikian rupa …. Dan keelokanku menyinari segala penjuru.” (Seperti di 1, 6, 7, dst.)
Catatan :
Ee memberikan judul Kakkatarasa-, sup-kepiting, tetapi kakkataka, yang juga berarti kepiting, di syair 6.
Vv. Rucikatthata; VvA. 244 rucira- yang dijelaskan sebagai tassam tassam bhumiyam suvannaphalaakehi atthata, membentang dengan papan-papan keemasan di tanah. Maka “Logam berkilau”, rucira, adalah emas.
Syair 1, 2 seperti di 79. 1,2, 85. 1,2.
Dengan demikian, hal itu membuat tindakan jasanya jelas bagi para penglihat yang besar, VvA. 246
1. “Sungguh tinggi Istana ini dengan tugu-tugu yang berhias permata, selusin yojana kelilingnya, ada tujuh ratus aula berpinakel yang elok dan pilar-pilar batu permata hijau-laut indah yang dilapisi logam2 berkilau.
2. Di sana engkau berdiam dan minum serta makan sementara kecapi-kecapi surgawi melantunkan melodi. Di sini terdapat citarasa surgawi, lima jenis kesenangan-indera, dan perempuan-perempuan yang berhias emas menari-nari.3
3. Karena apakah maka keelokanmu sedemikian rupa? Karena apakah maka engkau sejahtera di sini, dan di sana muncul apa pun yang merupakan kesenangan sesuai dengan hatimu?
4. Saya bertanya kepadamu, dewa denghan keagungan besar, tindakan jasa apakah yang telah engkau lakukan ketika terlahir sebagai manusia? Karena apakah maka keagunganmu cemerlang sedemikian rupa dan keelokanmu menyinari segala penjuru?”
5. Dewa-muda itu gembira karena ditanya oleh Y.M. Maha-Moggallana; ketika pertanyaan itu diajukan dia menjelaskan tindakan apa yang menghasilkan buah ini.
6. “Di sana . Di pintu, terdapat seekor kepiting berlapis emas yang berfungsi sebagai pengingat, dan kepiting itu bersinar dengan sepuluh capitnya.”4
7,8. Karena inilah maka keelokanku sedemikian rupa …. Dan keelokanku menyinari segala penjuru.” (Seperti di 1, 6, 7, dst.)
Catatan :
Ee memberikan judul Kakkatarasa-, sup-kepiting, tetapi kakkataka, yang juga berarti kepiting, di syair 6.
Vv. Rucikatthata; VvA. 244 rucira- yang dijelaskan sebagai tassam tassam bhumiyam suvannaphalaakehi atthata, membentang dengan papan-papan keemasan di tanah. Maka “Logam berkilau”, rucira, adalah emas.
Syair 1, 2 seperti di 79. 1,2, 85. 1,2.
Dengan demikian, hal itu membuat tindakan jasanya jelas bagi para penglihat yang besar, VvA. 246
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com