ISTANA GAJAH, KETIGA
Tatiyanāgavimānavatthu (Vv 62)
Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha, di Huatan Bambu.1 Pada waktu itu, Tiga Thera Arahat dating ke suatu desa untuk melewatkan musim penghukan. Dan dari sana mereka pergi ke Rajagaha untuk memberikan penghormatan kepada Yang Terberkahi. Ketika melewati perkebunan tebu milik seorangbrahmana penjaganya : “Dapatkah kami tiba di Rajagaha hari ini juga?” “Tidak, tuan, jarak ke sana masih setengah yojana; silakan bermalam di sini saja dan lanjutkan perjalanan besok.” “Apakah di sini ada tempat untuk kami bermalam?” “Tidak, tetapi akan saya beritahukan suatu tempat.” Penjaga itu kemudian mendirikan gubuk-gubuk dari batang tebu, ranting dansebagainya. Lalu dia memberi mereka nasi dan sari tebu. Setelah mereka makan, penjaga itu memberi mereka masing-masing sebatang tebu, dengan pemikiran bahwa itu adalah (dari) bagiannya unutk masa panen itu. Dengan sukacita dan harapan bagi kesejahteraannya sendiri, dia lalu kembali. Tetapi majikannya bertemu dengan para bhikkhu itu, dan bertanya kepada mereka dari mana mereka memperoleh tebu. Mendengar jawabannya dia menjadi amat murka. Segera dia berlari kembali dengan tubuh bergetar karena marah. Dia memukul si penjaga itu dengan tongkat dan membunuhnya dengan satu pukulan. Lewat jasa tindakannya, penjaga tersebut terlahir lagi di Aula Dewa-dewa Sudhamma. Dia memiliki seekor gajah besar yang seluruhnya berwarna putih. Kedua orang tua dan sanak saudaranya meratap pada pemakamannya, tetapi dia datang menunggang gajah ke antara mereka dalam kebesaran. Seorang laki-laki yang pandai dan berpembawaan halus bertanya kepadanya tentang tindakan jasa yang telah dilakukannya:
1. “Siapakah ini yang dihormati di langit, yang menunggang gajah yang seluruhnya berwarna putih, dengan suara musik gajah yang seluruhnya berwarna putih, dengan suara musik Instrumen yang merdu?
2. Apakah engkau devata, musisi surgawi, atau Sakka, pendana yang melimpah? Karena tidak mengenalmu, kami bertanya bagaimana kami dapat mengenalmu?”2
Dia menjelaskan perihal ini:
3. “Saya bukan deva, bukan musisi surgawi, dan bukan pula Sakka, pendana yang melimpah. Saya adalah satu di antara mereka yang disebut dewa-Sudhamma.”
Sekali lagi orang itu bertanya:
4. “Kami bertanya kepadamu, dewa-Sudhamma, dengan penuh hormat dan dengan kedua tangan terkatup: Perbuatan apakah yang telah engkau lakukan di anatara manusia sehingga engkau muncul di anatara Sudhamma?”
Dia megucapkan syair ini :
5. “Siapa yang memberikan gubuk dari tebu, gubuk dari rumput, gubuk dari jubah – siapa yang memberikan salah satu dari ketiga hal ini muncul di anatara Sudhamma.”
Setelah menghibur ornag tuanya demikian, dia lalu kembali ke alam dewa.
Catatan :
1. VvACe, Be menambahkan : di tempat – makan tupai.
2. Bandingkan 83.11.
1. “Siapakah ini yang dihormati di langit, yang menunggang gajah yang seluruhnya berwarna putih, dengan suara musik gajah yang seluruhnya berwarna putih, dengan suara musik Instrumen yang merdu?
2. Apakah engkau devata, musisi surgawi, atau Sakka, pendana yang melimpah? Karena tidak mengenalmu, kami bertanya bagaimana kami dapat mengenalmu?”2
Dia menjelaskan perihal ini:
3. “Saya bukan deva, bukan musisi surgawi, dan bukan pula Sakka, pendana yang melimpah. Saya adalah satu di antara mereka yang disebut dewa-Sudhamma.”
Sekali lagi orang itu bertanya:
4. “Kami bertanya kepadamu, dewa-Sudhamma, dengan penuh hormat dan dengan kedua tangan terkatup: Perbuatan apakah yang telah engkau lakukan di anatara manusia sehingga engkau muncul di anatara Sudhamma?”
Dia megucapkan syair ini :
5. “Siapa yang memberikan gubuk dari tebu, gubuk dari rumput, gubuk dari jubah – siapa yang memberikan salah satu dari ketiga hal ini muncul di anatara Sudhamma.”
Setelah menghibur ornag tuanya demikian, dia lalu kembali ke alam dewa.
Catatan :
1. VvACe, Be menambahkan : di tempat – makan tupai.
2. Bandingkan 83.11.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com