Perilaku Matanga
Matangacariyam (Cp 2.7)
1. Dan demikian pula, ketika aku terlahir sebagai petapa berambut-gimbal dengan latihan yang amat-keras, Matanga adalah namaku. Aku adalah orang yang memiliki moralitas, dan terkonsentrasi dengan baik.
2. Aku berdua dengan seorang brahmana hidup di tepi sungai Gangga; aku tinggal di daerah atas, sedangkan brahmana itu tinggal di daerah bawah.
3. Ketika berkelana di tepi sungai, dia melihat petapaanku di hulu sungai. Menghinaku di sana, dia mengutuk agar supaya kepalaku pecah.
4. Seandainya saja aku marah kepadanya, seandainya saja aku tidak melindungi moralitasku, dengan (sekadar) memandang dia saja sebenarnya aku dapat membuatnya menjadi abu.
5. Ketika dia marah, kotor di pikiran, dan mengutukku pada saat itu dengan hal itu, kutukan itu kembali ke kepalanya sendiri -- aku membuatnya bebas dengan suatu alat.
6. Aku melindungi moralitasku, aku tidak melindungi hidupku, karena pada saat itu aku memiliki moralitas demi Pencerahan itu sendiri.
NB: Dalam Jataka dan CpA. 160 alat ini , yoga, adalah bahwa bodhistta pada hari ketujuh telah mencegah matahari terbit. Beliau memberitahu orang-orang bahwa jika matahari dibiarkan terbit, kepala petapa brahmana itu akan pecah menjadi tujuh bagian. Kemudian beliau menyuruh mereka mengambil segumpal tanah liat dan menaruhnya di atas kepala brahmana tersebut. Kemudian Beliau membiarkan matahari terbit. Pada saat itu juga gumpalan tanah liat itu pecah menjadi tujuh bagian. Dengan demikian brahmana itu terbebas dari lecutan kutukannya.
2. Aku berdua dengan seorang brahmana hidup di tepi sungai Gangga; aku tinggal di daerah atas, sedangkan brahmana itu tinggal di daerah bawah.
3. Ketika berkelana di tepi sungai, dia melihat petapaanku di hulu sungai. Menghinaku di sana, dia mengutuk agar supaya kepalaku pecah.
4. Seandainya saja aku marah kepadanya, seandainya saja aku tidak melindungi moralitasku, dengan (sekadar) memandang dia saja sebenarnya aku dapat membuatnya menjadi abu.
5. Ketika dia marah, kotor di pikiran, dan mengutukku pada saat itu dengan hal itu, kutukan itu kembali ke kepalanya sendiri -- aku membuatnya bebas dengan suatu alat.
6. Aku melindungi moralitasku, aku tidak melindungi hidupku, karena pada saat itu aku memiliki moralitas demi Pencerahan itu sendiri.
NB: Dalam Jataka dan CpA. 160 alat ini , yoga, adalah bahwa bodhistta pada hari ketujuh telah mencegah matahari terbit. Beliau memberitahu orang-orang bahwa jika matahari dibiarkan terbit, kepala petapa brahmana itu akan pecah menjadi tujuh bagian. Kemudian beliau menyuruh mereka mengambil segumpal tanah liat dan menaruhnya di atas kepala brahmana tersebut. Kemudian Beliau membiarkan matahari terbit. Pada saat itu juga gumpalan tanah liat itu pecah menjadi tujuh bagian. Dengan demikian brahmana itu terbebas dari lecutan kutukannya.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com