Perilaku Burung Puyuh Muda
Vattapotakacariyam (Cp 3.9)
1. Dan demikian pula, ketika dulu aku sebagai seekor burung puyuh muda di Magadha, sayap-sayap (belum lagi) bertumbuh, baru saja menetes, segumpal daging di sarang,
2. Ibuku membesarkanku (dengan makanan) yang dia bawa di paruhnya; aku hidup dengan adanya kontak dengan dia. Aku tidak mempunyai kekuatan fisik.
3. Setiap tahun di musim panas, kebakaran-hutan akan terjadi. (Suatu kali) api, jejak-asap hitam, datang ke arah kami.
4. Api yang besar, yang bersuara bagaikan Dhuma Dhuma, api yang menyala besar, mendekatiku.
5. Ibu dan ayahku, merasa gelisah dan ngeri karena takut pada ganasnya api itu, meninggalkan aku di sarang. Mereka menyelamatkan diri.
6. Aku berjuang dengan kaki-kakiku, dengan sayap-sayapku. Aku tidak mempunyai kekuatan fisik. Karena aku tidak bisa pergi, di sana pada saat itu aku berpikir demikian:
7. Mereka yang seharusnya kutuju, karena gelisah, ngeri, gemetar, telah pergi meninggalkan aku. Bagaimana aku harus bertindak hari ini?
8. Di dunia ini ada kualitas moralitas, ada kebenaran, kemurnian, belas kasih. Dengan kebenaran ini aku akan membuat pernyataan sepenuh hati tertinggi tentang kebenaran:
9. Dengan merenungkan kekuatan Dhamma, mengingat Penakluk-penakluk yang lampau, bergantung pada kekuatan kebenaran, aku membuat pernyataan sepenuh hati tentang kebenaran:
10. "Ada sayap-sayap yang tidak terbang, ada kaki-kaki yang tidak bisa berjalan. Ibu dan ayah sudah pergi. Jataveda, mundurlah."
11. Dengan kebenaran yang dinyatakan dengan sepenuh hati olehku, api yang berkobar besar mundur enam belas karisa (dan) seperti api yang telah sampai ke air. Tak ada seorang pun yang menyamaiku dalam kebenaran - inilah penyempurnaan Kebenaranku.
2. Ibuku membesarkanku (dengan makanan) yang dia bawa di paruhnya; aku hidup dengan adanya kontak dengan dia. Aku tidak mempunyai kekuatan fisik.
3. Setiap tahun di musim panas, kebakaran-hutan akan terjadi. (Suatu kali) api, jejak-asap hitam, datang ke arah kami.
4. Api yang besar, yang bersuara bagaikan Dhuma Dhuma, api yang menyala besar, mendekatiku.
5. Ibu dan ayahku, merasa gelisah dan ngeri karena takut pada ganasnya api itu, meninggalkan aku di sarang. Mereka menyelamatkan diri.
6. Aku berjuang dengan kaki-kakiku, dengan sayap-sayapku. Aku tidak mempunyai kekuatan fisik. Karena aku tidak bisa pergi, di sana pada saat itu aku berpikir demikian:
7. Mereka yang seharusnya kutuju, karena gelisah, ngeri, gemetar, telah pergi meninggalkan aku. Bagaimana aku harus bertindak hari ini?
8. Di dunia ini ada kualitas moralitas, ada kebenaran, kemurnian, belas kasih. Dengan kebenaran ini aku akan membuat pernyataan sepenuh hati tertinggi tentang kebenaran:
9. Dengan merenungkan kekuatan Dhamma, mengingat Penakluk-penakluk yang lampau, bergantung pada kekuatan kebenaran, aku membuat pernyataan sepenuh hati tentang kebenaran:
10. "Ada sayap-sayap yang tidak terbang, ada kaki-kaki yang tidak bisa berjalan. Ibu dan ayah sudah pergi. Jataveda, mundurlah."
11. Dengan kebenaran yang dinyatakan dengan sepenuh hati olehku, api yang berkobar besar mundur enam belas karisa (dan) seperti api yang telah sampai ke air. Tak ada seorang pun yang menyamaiku dalam kebenaran - inilah penyempurnaan Kebenaranku.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com