Perilaku Raja-Ikan
Maccharajacariyam (Cp 3.10)
1. Dan demikian pula, ketika dulu aku terlahir sebagai raja-ikan di sebuah danau besar, air di danau itu mengering di musim panas karena teriknya matahari.
2. Pada saat itu, para gagak, dan burung bangkai dan burung bangau jangkung, elang dan elang pemburu, duduk di dekat ikan-ikan dan melalapnya siang dan malam.
3. Di sana aku tertindas bersama sanak saudaraku. Aku berpikir demikian, 'Dengan cara apa aku bisa membebaskan sanak saudaraku dari penderitaan?"
4. Setelah mengingat keelokan Dhamma, aku melihat kebenaran sebagai penopang. Dengan berdiri kokoh di atas kebenaran, aku menyingkirkan kehancuran besar sanak saudaraku itu.
5. Setelah merenungkan Dhamma sejati dan mempertimbangkan kebaikan tertinggi, aku membuat pernyataan sepenuh hati tentang kebenaran yang akan bertahan, abadi di dunia ini:
6. "Selama yang (dapat) kuingat tentang diriku, sejak aku mencapai (tahun-tahun) kebijaksanaan, setahu yang kusadari, tidak pernah aku dengan sengaja menyakiti bahkan satu makhluk hidup pun. Dengan ungkapan kebenaran ini, semoga Pajjunna menurunkan hujan.
7. Guntur, Pajjunna ! Hancurkanlah penemuan harta karun para gagak ini, serbulah gagak-gagak itu dengan kesedihan, bebaskanlah ikan-ikan dari kesedihan."
8. Dan segera setelah (pernyataan sepenuh hati) agung tentang kebenaran ini dibuat, Pajjunna bergemuruh; dan dalam sekejap ia menumpahkan hujan yang mengisi dataran tinggi dan rendah.
9. Setelah mengeluarkan energi tertinggi untuk (pernyataan sepenuh hati) yang agung tentang kebenaran, dengan bergantung pada kekuatan dan pijaran cahaya kebenaran, aku membuat turunnya hujan dengan awan-badai yang besar. Tidak ada siapa pun yang menyamaiku dalam kebenaran - inilah penyempurnaan Kebenaranku.
2. Pada saat itu, para gagak, dan burung bangkai dan burung bangau jangkung, elang dan elang pemburu, duduk di dekat ikan-ikan dan melalapnya siang dan malam.
3. Di sana aku tertindas bersama sanak saudaraku. Aku berpikir demikian, 'Dengan cara apa aku bisa membebaskan sanak saudaraku dari penderitaan?"
4. Setelah mengingat keelokan Dhamma, aku melihat kebenaran sebagai penopang. Dengan berdiri kokoh di atas kebenaran, aku menyingkirkan kehancuran besar sanak saudaraku itu.
5. Setelah merenungkan Dhamma sejati dan mempertimbangkan kebaikan tertinggi, aku membuat pernyataan sepenuh hati tentang kebenaran yang akan bertahan, abadi di dunia ini:
6. "Selama yang (dapat) kuingat tentang diriku, sejak aku mencapai (tahun-tahun) kebijaksanaan, setahu yang kusadari, tidak pernah aku dengan sengaja menyakiti bahkan satu makhluk hidup pun. Dengan ungkapan kebenaran ini, semoga Pajjunna menurunkan hujan.
7. Guntur, Pajjunna ! Hancurkanlah penemuan harta karun para gagak ini, serbulah gagak-gagak itu dengan kesedihan, bebaskanlah ikan-ikan dari kesedihan."
8. Dan segera setelah (pernyataan sepenuh hati) agung tentang kebenaran ini dibuat, Pajjunna bergemuruh; dan dalam sekejap ia menumpahkan hujan yang mengisi dataran tinggi dan rendah.
9. Setelah mengeluarkan energi tertinggi untuk (pernyataan sepenuh hati) yang agung tentang kebenaran, dengan bergantung pada kekuatan dan pijaran cahaya kebenaran, aku membuat turunnya hujan dengan awan-badai yang besar. Tidak ada siapa pun yang menyamaiku dalam kebenaran - inilah penyempurnaan Kebenaranku.
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com