Sariputta | Suttapitaka | Subhā, Putri Pandai Besi Sariputta

Subhā, Putri Pandai Besi

Subhākammāradhītutherīgāthā (Thig 13.5)

“Dahulu aku sangat muda, pakaianku sangat segar,
Pada saat itu aku mendengar ajaranNya.
Dengan ketekunan,
Aku memahami kebenaran;

Dan kemudian aku menjadi sangat tidak tertarik
Sehubungan dengan semua kenikmatan indria.
Melihat ketakutan dalam identitas,
Aku merindukan pelepasan keduniawian.

Meninggalkan lingkungan keluargaku,
Belenggu pembantu dan pekerja,
Dan pedesaan dan ladangku yang berkembang,
Sangat menyenangkan dan menggembirakan,

Aku meninggalkan keduniawian;
Semua itu bukanlah kekayaan kecil.
Sekarang aku telah meninggalkan keduniawian dalam keyakinan demikian,
Dalam Dhamma Sejati yang dinyatakan dengan baik,

Sejak aku menginginkan tidak memiliki apapun,
Tidaklah pantas
Untuk mengambil kembali emas dan uang,
Setelah menyingkirkan mereka.

Uang atau emas
Tidaklah mengarah kepada kedamaian dan pencerahan.
Tidaklah pantas bagi seorang pertapa,
Itu bukanlah kekayaan Para Mulia;

Itu hanyalah keserakahan dan memabukkan,
Kebingungan dan pelopor kemunduran,
Meragukan, merepotkan—
Tak ada yang bertahan di sana.

Rusak dan lalai,
Orang-orang yang tidak tercerahkan, batin mereka rusak,
Saling bertentangan satu sama lain,
Menciptakan perselisihan.

Membunuh, menyandra, kesengsaraan,
Kehilangan, kesedihan, dan ratapan;
Mereka yang tenggelam dalam kenikmatan indria
Melihat banyak hal yang membawa malapetaka.

Keluargaku, mengapa kalian mendesakku
Pada kenikmatan, seolah-olah kalian adalah musuhku?
Kalian tahu bahwa aku telah meninggalkan keduniawian,
Melihat ketakutan dalam kenikmatan indria.

Bukanlah karena emas, apakah dicetak atau tidak,
Kekotoran batin itu berakhir.
Kenikmatan indria adalah musuh dan pembunuh,
Kekuatan permusuhan yang mengikatmu kepada duri.

Keluargaku, mengapa kalian mendesakku
Pada kenikmatan, seolah-olah kalian adalah musuhku?
Kalian tahu bahwa aku telah meninggalkan keduniawian,
Tercukur, terbungkus dalam jubah luarku.

Mengumpulkan sisa makanan,
Dan kain buangan sebagai jubah—
Itulah yang cocok untukku,
Esensi kehidupan tanpa rumah.

Pertapa besar menghalau kenikmatan indria,
Baik manusia ataupun surgawi.
Aman dalam perlindungan mereka, mereka terbebas,
Setelah menemukan kebahagiaan yang tak tergoyahkan.

Semoga aku tidak menemukan kenikmatan indria,
Karena tidak ada perlindungan di dalamnya.
Kenikmatan indria adalah musuh dan pembunuh,
Menyakitkan seperti api unggun.

Keserakahan adalah sebuah hambatan, ancaman,
Penuh dengan kesedihan dan duri;
Di luar keseimbangan,
Gerbang besar menuju kebingungan.

Berbahaya dan menakutkan,
Kenikmatan indria seperti kepala ular,
Di mana orang bodoh bersenang,
Orang-orang awam terjebak dalam kegelapan.

Terjebak dalam lumpur kenikmatan indria,
Ada begitu banyak orang bodoh di dunia.
Mereka tidak tahu apa-apa tentang akhir
Kelahiran kembali dan kematian.

Karena kenikmatan indria,
Orang-orang melompat ke jalan menuju ke tempat yang buruk.
Begitu banyak yang melangkah di jalan
Yang membawa penyakit pada diri mereka sendiri.

Begitulah kenikmatan indria menciptakan musuh;
Mereka begitu menyiksa, begitu rusak,
Menjerat para makhluk dengan kesenangan duniawi,
Mereka tidak lain adalah ikatan kematian.

Menggila, menggoda,
Kenikmatan indria merusak pikiran.
Mereka adalah jerat yang diletakkan oleh Māra
Untuk merusak para makhluk.

Kenikmatan indria sangatlah berbahaya,
Mereka penuh dengan penderitaan, sebuah racun yang mengerikan;
Menawarkan sedikit kepuasan, mereka adalah pembuat perselisihan,
Melenyapkan kualitas-kualitas cerah.

Sejak aku telah menciptakan begitu banyak kehancuran
Karena kenikmatan indria,
Aku tidak akan kembali kepada mereka lagi,
Namun akan selalu bersenang dalam pemadaman.

Bertarung melawan kenikmatan indria,
Merindukan keadaan yang dingin itu,
Aku akan bermeditasi dengan tekun
Demi akhir segala belenggu.

Tanpa kesedihan, tanpa noda, aman:
Aku akan mengikuti Jalan itu,
Jalan Mulia Berunsur Delapan yang lurus
Di mana para pertapa telah menyeberang.”

“Lihatlah ini: Subhā putri pandai besi,
Berdiri teguh dalam Dhamma.
Ia telah memasuki keadaan yang sangat tenang,
Bermeditasi pada akar pohon.

Hanya delapan hari sejak ia meninggalkan keduniawian,
Penuh keyakinan dalam Dhamma yang indah.
Dibimbing oleh Uppalavaṇṇā,
Ia adalah penguasa dari tiga pengetahuan, penghancur kematian.

Orang ini terbebas dari perbudakan dan hutang,
Seorang Bhikkhuni dengan Indriya terkembang.
Terlepas dari semua kemelekatan,
Ia telah menyelesaikan tugas dan terbebas dari kekotoran batin.”

Demikianlah Sakka, penguasa semua makhluk,
Bersama dengan sejumlah dewa,
Datang dengan kekuatan batin mereka,
Menghormati Subhā, putri pandai besi.

Bab kedua puluh telah selesai.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com