Ānanda (1)
Ānanda 1 (SN 54.13)
Di Sāvatthī. Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepadanya, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:
“Yang Mulia, adakah satu hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi empat hal? Dan empat hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi tujuh hal? Dan tujuh hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi dua hal?”
“Ada, Ānanda, satu hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi empat hal; dan empat hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi tujuh hal; dan tujuh hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi dua hal.”
“Tetapi, Yang Mulia, apakah satu hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi empat hal; dan empat hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi tujuh hal; dan tujuh hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi dua hal?”
“Konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan, Ānanda, adalah satu hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi empat penegakan perhatian. Empat penegakan perhatian, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi tujuh faktor pencerahan. Tujuh faktor pencerahan, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi pengetahuan sejati dan kebebasan.
(i. Memenuhi empat penegakan perhatian)
“Bagaimanakah, Ānanda, konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan dikembangkan dan dilatih agar memenuhi empat penegakan perhatian? Di sini, Ānanda, seorang bhikkhu, setelah pergi ke hutan, ke bawah pohon, atau ke gubuk kosong, duduk. Setelah duduk bersila, menegakkan tubuhnya, dan membangun perhatian di depannya, dengan penuh perhatian ia menarik napas, dengan penuh perhatian ia mengembuskan napas … Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan pelepasan, aku akan menarik napas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan pelepasan, aku akan mengembuskan napas.’
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu, ketika menarik napas panjang, mengetahui: ‘Aku menarik napas panjang’ … seperti pada §10 … ketika ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menenangkan bentukan jasmani, aku akan mengembuskan napas’—pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan jasmani dalam jasmani, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia. Karena alasan apakah? Aku menyebut ini sebagai suatu jenis tertentu dari jasmani, Ānanda, yaitu, napas masuk dan napas keluar. Oleh karena itu, Ānanda, pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan jasmani dalam jasmani, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia.
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami kegembiraan, aku akan menarik napas’ … ketika ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menenangkan bentukan pikiran, aku akan mengembuskan napas’—pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan perasaan dalam perasaan, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia. Karena alasan apakah? Aku menyebut ini sebagai suatu jenis tertentu dari perasaan, Ānanda, yaitu, perhatian seksama pada napas masuk dan napas keluar. Oleh karena itu, Ānanda, pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan perasaan dalam perasaan, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia.
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami pikiran, aku akan menarik napas’ … ketika ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan membebaskan pikiran, aku akan mengembuskan napas’—pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan pikiran dalam pikiran, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia. Karena alasan apakah? Aku katakan, Ānanda, bahwa tidak ada pengembangan konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan bagi seseorang yang kacau dan tidak memiliki pemahaman jernih. Oleh karena itu, Ānanda, pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan pikiran dalam pikiran, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia.
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan ketidak-kekalan, aku akan menarik napas’ … ketika ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan pelepasan, aku akan mengembuskan napas’—pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan fenomena dalam fenomena, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia. Setelah dengan kebijaksanaan, melihat ditinggalkannya ketamakan dan ketidak-senangan, ia adalah seorang yang dengan keseimbangan, melihat dengan seksama. Oleh karena itu, Ānanda, pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan fenomena dalam fenomena, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia.
“Adalah, Ānanda, ketika konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan dikembangkan dan dilatih dengan cara ini maka konsentrasi ini memenuhi empat penegakan perhatian.
(ii. Memenuhi tujuh faktor pencerahan)
“Dan bagaimanakah, Ānanda, empat penegakan perhatian dikembangkan dan dilatih sehingga memenuhi tujuh faktor pencerahan?
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani dalam jasmani, pada saat itu perhatian yang tidak kacau terbentuk dalam diri bhikkhu itu. Ketika, Ānanda, perhatian yang tidak kacau itu telah terbentuk dalam diri seorang bhikkhu, maka pada saat itu faktor pencerahan perhatian dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan perhatian; pada saat itu faktor pencerahan perhatian terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Berdiam demikian dengan penuh perhatian, ia membedakan Dhamma itu dengan kebijaksanaan, memeriksanya, menyelidikinya. Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berdiam demikian dengan penuh perhatian membedakan Dhamma itu dengan kebijaksanaan, memeriksanya, menyelidikinya, maka pada saat itu faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi; pada saat itu faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Sewaktu ia membedakan Dhamma itu dengan kebijaksanaan, memeriksanya, menyelidikinya, kegigihannya dibangkitkan tanpa mengendur. Sewaktu, Ānanda, kegigihan seorang bhikkhu dibangkitkan tanpa mengendur ketika ia membedakan Dhamma itu dengan kebijaksanaan, memeriksanya, menyelidikinya, maka pada saat itu faktor pencerahan kegigihan dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan kegigihan; pada saat itu faktor pencerahan kegigihan terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Ketika kegigihannya bangkit, maka muncullah dalam dirinya sukacita spiritual. Sewaktu, Ānanda, sukacita spiritual muncul dalam diri seorang bhikkhu yang kegigihannya terbangkitkan, maka pada saat itu faktor pencerahan sukacita dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan sukacita; pada saat itu faktor pencerahan sukacita terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Bagi seseorang yang pikirannya terangkat oleh sukacita, jasmaninya menjadi tenang dan batinnya menjadi tenang. Sewaktu, Ānanda, jasmani menjadi tenang dan pikiran menjadi tenang dalam diri seorang bhikkhu yang pikirannya terangkat oleh sukacita, maka pada saat itu faktor pencerahan ketenangan dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan ketenangan; pada saat itu faktor pencerahan ketenangan terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Bagi seseorang yang jasmaninya tenang dan yang bahagia, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Sewaktu, Ānanda, pikiran menjadi terkonsentrasi dalam diri seorang bhikkhu yang jasmaninya tenang dan yang bahagia, maka pada saat itu faktor pencerahan konsentrasi dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan konsentrasi; pada saat itu faktor pencerahan konsentrasi terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Ia menjadi seorang yang dengan seksama melihat dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian. Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu menjadi seorang yang dengan seksama melihat dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian, maka pada saat itu faktor pencerahan keseimbangan dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan keseimbangan; pada saat itu faktor pencerahan keseimbangan terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan perasaan dalam perasaan … pikiran dalam pikiran … fenomena dalam fenomena, pada saat itu perhatian yang tidak kacau terbentuk dalam diri bhikkhu itu. Ketika, Ānanda, perhatian yang tidak kacau telah terbentuk dalam diri seorang bhikkhu itu, maka pada saat itu faktor pencerahan perhatian dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan perhatian; pada saat itu faktor pencerahan perhatian terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
Semuanya harus dijelaskan seperti dalam kasus penegakan perhatian pertama.
“Ia menjadi seorang yang dengan seksama melihat dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian. Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu menjadi seorang yang dengan seksama melihat dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian, maka pada saat itu faktor pencerahan keseimbangan dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan keseimbangan; pada saat itu faktor pencerahan keseimbangan terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Adalah, Ānanda, ketika empat penegakan perhatian dikembangkan dan dilatih dengan cara ini maka empat penegakan perhatian itu memenuhi tujuh faktor pencerahan.
(iii. Memenuhi pengetahuan sejati dan kebebasan)
“Bagaimanakah, Ānanda, tujuh faktor pencerahan dikembangkan dan dilatih sehingga memenuhi pengetahuan sejati dan kebebasan?
“Di sini, Ānanda, seorang bhikkhu mengembangkan faktor pencerahan perhatian, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang pada pelepasan. Ia mengembangkan faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi … faktor pencerahan kegigihan … faktor pencerahan sukacita … faktor pencerahan ketenangan … faktor pencerahan konsentrasi … faktor pencerahan keseimbangan, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang pada pelepasan.
“Adalah, Ānanda, ketika tujuh faktor pencerahan ini dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, maka faktor-faktor ini memenuhi pengetahuan sejati dan kebebasan.”
“Yang Mulia, adakah satu hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi empat hal? Dan empat hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi tujuh hal? Dan tujuh hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi dua hal?”
“Ada, Ānanda, satu hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi empat hal; dan empat hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi tujuh hal; dan tujuh hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi dua hal.”
“Tetapi, Yang Mulia, apakah satu hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi empat hal; dan empat hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi tujuh hal; dan tujuh hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi dua hal?”
“Konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan, Ānanda, adalah satu hal yang, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi empat penegakan perhatian. Empat penegakan perhatian, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi tujuh faktor pencerahan. Tujuh faktor pencerahan, jika dikembangkan dan dilatih, memenuhi pengetahuan sejati dan kebebasan.
(i. Memenuhi empat penegakan perhatian)
“Bagaimanakah, Ānanda, konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan dikembangkan dan dilatih agar memenuhi empat penegakan perhatian? Di sini, Ānanda, seorang bhikkhu, setelah pergi ke hutan, ke bawah pohon, atau ke gubuk kosong, duduk. Setelah duduk bersila, menegakkan tubuhnya, dan membangun perhatian di depannya, dengan penuh perhatian ia menarik napas, dengan penuh perhatian ia mengembuskan napas … Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan pelepasan, aku akan menarik napas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan pelepasan, aku akan mengembuskan napas.’
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu, ketika menarik napas panjang, mengetahui: ‘Aku menarik napas panjang’ … seperti pada §10 … ketika ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menenangkan bentukan jasmani, aku akan mengembuskan napas’—pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan jasmani dalam jasmani, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia. Karena alasan apakah? Aku menyebut ini sebagai suatu jenis tertentu dari jasmani, Ānanda, yaitu, napas masuk dan napas keluar. Oleh karena itu, Ānanda, pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan jasmani dalam jasmani, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia.
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami kegembiraan, aku akan menarik napas’ … ketika ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menenangkan bentukan pikiran, aku akan mengembuskan napas’—pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan perasaan dalam perasaan, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia. Karena alasan apakah? Aku menyebut ini sebagai suatu jenis tertentu dari perasaan, Ānanda, yaitu, perhatian seksama pada napas masuk dan napas keluar. Oleh karena itu, Ānanda, pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan perasaan dalam perasaan, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia.
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami pikiran, aku akan menarik napas’ … ketika ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan membebaskan pikiran, aku akan mengembuskan napas’—pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan pikiran dalam pikiran, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia. Karena alasan apakah? Aku katakan, Ānanda, bahwa tidak ada pengembangan konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan bagi seseorang yang kacau dan tidak memiliki pemahaman jernih. Oleh karena itu, Ānanda, pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan pikiran dalam pikiran, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia.
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan ketidak-kekalan, aku akan menarik napas’ … ketika ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan pelepasan, aku akan mengembuskan napas’—pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan fenomena dalam fenomena, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia. Setelah dengan kebijaksanaan, melihat ditinggalkannya ketamakan dan ketidak-senangan, ia adalah seorang yang dengan keseimbangan, melihat dengan seksama. Oleh karena itu, Ānanda, pada saat itu bhikkhu itu berdiam dengan merenungkan fenomena dalam fenomena, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan ketidak-senangan sehubungan dengan dunia.
“Adalah, Ānanda, ketika konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan dikembangkan dan dilatih dengan cara ini maka konsentrasi ini memenuhi empat penegakan perhatian.
(ii. Memenuhi tujuh faktor pencerahan)
“Dan bagaimanakah, Ānanda, empat penegakan perhatian dikembangkan dan dilatih sehingga memenuhi tujuh faktor pencerahan?
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani dalam jasmani, pada saat itu perhatian yang tidak kacau terbentuk dalam diri bhikkhu itu. Ketika, Ānanda, perhatian yang tidak kacau itu telah terbentuk dalam diri seorang bhikkhu, maka pada saat itu faktor pencerahan perhatian dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan perhatian; pada saat itu faktor pencerahan perhatian terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Berdiam demikian dengan penuh perhatian, ia membedakan Dhamma itu dengan kebijaksanaan, memeriksanya, menyelidikinya. Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berdiam demikian dengan penuh perhatian membedakan Dhamma itu dengan kebijaksanaan, memeriksanya, menyelidikinya, maka pada saat itu faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi; pada saat itu faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Sewaktu ia membedakan Dhamma itu dengan kebijaksanaan, memeriksanya, menyelidikinya, kegigihannya dibangkitkan tanpa mengendur. Sewaktu, Ānanda, kegigihan seorang bhikkhu dibangkitkan tanpa mengendur ketika ia membedakan Dhamma itu dengan kebijaksanaan, memeriksanya, menyelidikinya, maka pada saat itu faktor pencerahan kegigihan dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan kegigihan; pada saat itu faktor pencerahan kegigihan terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Ketika kegigihannya bangkit, maka muncullah dalam dirinya sukacita spiritual. Sewaktu, Ānanda, sukacita spiritual muncul dalam diri seorang bhikkhu yang kegigihannya terbangkitkan, maka pada saat itu faktor pencerahan sukacita dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan sukacita; pada saat itu faktor pencerahan sukacita terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Bagi seseorang yang pikirannya terangkat oleh sukacita, jasmaninya menjadi tenang dan batinnya menjadi tenang. Sewaktu, Ānanda, jasmani menjadi tenang dan pikiran menjadi tenang dalam diri seorang bhikkhu yang pikirannya terangkat oleh sukacita, maka pada saat itu faktor pencerahan ketenangan dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan ketenangan; pada saat itu faktor pencerahan ketenangan terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Bagi seseorang yang jasmaninya tenang dan yang bahagia, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Sewaktu, Ānanda, pikiran menjadi terkonsentrasi dalam diri seorang bhikkhu yang jasmaninya tenang dan yang bahagia, maka pada saat itu faktor pencerahan konsentrasi dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan konsentrasi; pada saat itu faktor pencerahan konsentrasi terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Ia menjadi seorang yang dengan seksama melihat dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian. Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu menjadi seorang yang dengan seksama melihat dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian, maka pada saat itu faktor pencerahan keseimbangan dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan keseimbangan; pada saat itu faktor pencerahan keseimbangan terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan perasaan dalam perasaan … pikiran dalam pikiran … fenomena dalam fenomena, pada saat itu perhatian yang tidak kacau terbentuk dalam diri bhikkhu itu. Ketika, Ānanda, perhatian yang tidak kacau telah terbentuk dalam diri seorang bhikkhu itu, maka pada saat itu faktor pencerahan perhatian dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan perhatian; pada saat itu faktor pencerahan perhatian terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
Semuanya harus dijelaskan seperti dalam kasus penegakan perhatian pertama.
“Ia menjadi seorang yang dengan seksama melihat dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian. Sewaktu, Ānanda, seorang bhikkhu menjadi seorang yang dengan seksama melihat dengan keseimbangan pada pikiran yang terkonsentrasi demikian, maka pada saat itu faktor pencerahan keseimbangan dibangkitkan oleh bhikkhu itu; pada saat itu bhikkhu itu mengembangkan faktor pencerahan keseimbangan; pada saat itu faktor pencerahan keseimbangan terpenuhi melalui pengembangan dalam diri bhikkhu itu.
“Adalah, Ānanda, ketika empat penegakan perhatian dikembangkan dan dilatih dengan cara ini maka empat penegakan perhatian itu memenuhi tujuh faktor pencerahan.
(iii. Memenuhi pengetahuan sejati dan kebebasan)
“Bagaimanakah, Ānanda, tujuh faktor pencerahan dikembangkan dan dilatih sehingga memenuhi pengetahuan sejati dan kebebasan?
“Di sini, Ānanda, seorang bhikkhu mengembangkan faktor pencerahan perhatian, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang pada pelepasan. Ia mengembangkan faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi … faktor pencerahan kegigihan … faktor pencerahan sukacita … faktor pencerahan ketenangan … faktor pencerahan konsentrasi … faktor pencerahan keseimbangan, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang pada pelepasan.
“Adalah, Ānanda, ketika tujuh faktor pencerahan ini dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, maka faktor-faktor ini memenuhi pengetahuan sejati dan kebebasan.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com