Cara Berbahasa
Niruttipatha (SN 22.62)
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ada tiga cara berbahasa, cara penyebutan, cara penggambaran, yang tidak tercampur, yang tidak pernah tercampur, yang tidak sedang dicampur, yang tidak akan dicampur, yang tidak ditolak oleh para petapa dan brahmana bijaksana. Apakah tiga itu?
“Bentuk apa pun, para bhikkhu, telah berlalu, lenyap, berubah: sebutan, label, dan penggambaran ‘telah’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘sedang’ atau sebutan ‘akan.’
“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun …Bentukan-bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun telah berlalu, lenyap, berubah: sebutan, label, dan penggambaran ‘telah’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘sedang’ atau sebutan ‘akan.’
“Bentuk apa pun, para bhikkhu, yang belum muncul, belum terwujud: sebutan, label, dan penggambaran ‘akan’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘sedang’ atau sebutan ‘telah.’
“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun … Bentukan-bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun yang belum muncul, belum terwujud: sebutan, label, dan penggambaran ‘akan’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘sedang’ atau sebutan ‘telah.’
“Bentuk apa pun, para bhikkhu, yang telah muncul, telah terwujud: sebutan, label, dan penggambaran ‘sedang’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘telah’ atau ‘akan.’
“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun … Bentukan-bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun yang telah muncul, telah terwujud: sebutan, label, dan penggambaran ‘sedang’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘telah’ atau ‘akan.’
“Ini, para bhikkhu, adalah tiga cara berbahasa, cara penyebutan, cara penggambaran, yang tidak tercampur, yang tidak pernah tercampur, yang tidak sedang dicampur, yang tidak akan tercampur, yang tidak ditolak oleh para petapa dan brahmana bijaksana.
“Para bhikkhu, bahkan Vassa dan Bañña dari Ukkalā, penganut doktrin tanpa penyebab, doktrin ketidak-efektifan perbuatan dan doktrin nihilisme, tidak menganggap bahwa ketiga cara berbahasa ini, cara penyebutan, cara penggambaran ini dapat dikritik atau dicela. Karena apakah? Karena mereka takut dicela, diserang, dan dikritik.”
“Bentuk apa pun, para bhikkhu, telah berlalu, lenyap, berubah: sebutan, label, dan penggambaran ‘telah’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘sedang’ atau sebutan ‘akan.’
“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun …Bentukan-bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun telah berlalu, lenyap, berubah: sebutan, label, dan penggambaran ‘telah’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘sedang’ atau sebutan ‘akan.’
“Bentuk apa pun, para bhikkhu, yang belum muncul, belum terwujud: sebutan, label, dan penggambaran ‘akan’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘sedang’ atau sebutan ‘telah.’
“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun … Bentukan-bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun yang belum muncul, belum terwujud: sebutan, label, dan penggambaran ‘akan’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘sedang’ atau sebutan ‘telah.’
“Bentuk apa pun, para bhikkhu, yang telah muncul, telah terwujud: sebutan, label, dan penggambaran ‘sedang’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘telah’ atau ‘akan.’
“Perasaan apa pun … Persepsi apa pun … Bentukan-bentukan kehendak apa pun … Kesadaran apa pun yang telah muncul, telah terwujud: sebutan, label, dan penggambaran ‘sedang’ digunakan padanya, bukan sebutan ‘telah’ atau ‘akan.’
“Ini, para bhikkhu, adalah tiga cara berbahasa, cara penyebutan, cara penggambaran, yang tidak tercampur, yang tidak pernah tercampur, yang tidak sedang dicampur, yang tidak akan tercampur, yang tidak ditolak oleh para petapa dan brahmana bijaksana.
“Para bhikkhu, bahkan Vassa dan Bañña dari Ukkalā, penganut doktrin tanpa penyebab, doktrin ketidak-efektifan perbuatan dan doktrin nihilisme, tidak menganggap bahwa ketiga cara berbahasa ini, cara penyebutan, cara penggambaran ini dapat dikritik atau dicela. Karena apakah? Karena mereka takut dicela, diserang, dan dikritik.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com