Tali Pengikat (1)
Gaddulabaddha 1 (SN 22.99)
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara, yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan.
“Akan tiba saatnya, para bhikkhu, ketika samudra raya mengering dan menguap dan tidak ada lagi, tetapi tetap saja, Aku katakan, tidak ada mengakhiri penderitaan bagi makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan.
“Akan tiba saatnya, para bhikkhu, ketika Sineru, raja pegunungan, terbakar dan musnah dan tidak ada lagi, tetapi tetap saja, Aku katakan, tidak ada mengakhiri penderitaan bagi makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan.
“Akan tiba saatnya, para bhikkhu, ketika bumi besar ini terbakar dan musnah dan tidak ada lagi, tetapi tetap saja, Aku katakan, tidak ada mengakhiri penderitaan bagi makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan.
“Misalkan, para bhikkhu, seekor anjing terikat dengan tali pada sebuah tiang atau pilar yang kuat. Ia akan terus berlari berputar mengelilingi tiang atau pilar yang sama itu. Demikian pula, kaum duniawi yang tidak terpelajar … menganggap bentuk sebagai diri … perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan kehendak sebagai diri … kesadaran sebagai diri …. Ia akan terus berlari berputar mengelilingi bentuk, mengelilingi perasaan, mengelilingi persepsi, mengelilingi bentukan-bentukan kehendak, mengelilingi kesadaran. Karena ia terus berlari berputar mengelilingi semua itu, maka ia tidak terbebaskan dari bentuk, tidak terbebaskan dari perasaan, tidak terbebaskan dari persepsi, tidak terbebaskan dari bentukan-bentukan kehendak, tidak terbebaskan dari kesadaran. Ia tidak terbebaskan dari kelahiran, penuaan, dan kematian; tidak terbebaskan dari dukacita, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan; tidak terbebaskan dari penderitaan, Aku katakan.
“Tetapi siswa mulia yang terpelajar … tidak menganggap bentuk sebagai diri … tidak menganggap perasaan sebagai diri … tidak menganggap persepsi sebagai diri … tidak menganggap bentukan-bentukan kehendak sebagai diri … tidak menganggap kesadaran sebagai diri … Ia tidak lagi berlari berputar mengelilingi bentuk, mengelilingi perasaan, mengelilingi persepsi, mengelilingi bentukan-bentukan kehendak, mengelilingi kesadaran. Karena ia tidak lagi berlari berputar mengelilingi semua itu, maka ia terbebaskan dari bentuk, terbebaskan dari perasaan, terbebaskan dari persepsi, terbebaskan dari bentukan-bentukan kehendak, terbebaskan dari kesadaran. Ia terbebaskan dari kelahiran, penuaan, dan kematian; terbebaskan dari dukacita, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan; terbebaskan dari penderitaan, Aku katakan.”
“Akan tiba saatnya, para bhikkhu, ketika samudra raya mengering dan menguap dan tidak ada lagi, tetapi tetap saja, Aku katakan, tidak ada mengakhiri penderitaan bagi makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan.
“Akan tiba saatnya, para bhikkhu, ketika Sineru, raja pegunungan, terbakar dan musnah dan tidak ada lagi, tetapi tetap saja, Aku katakan, tidak ada mengakhiri penderitaan bagi makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan.
“Akan tiba saatnya, para bhikkhu, ketika bumi besar ini terbakar dan musnah dan tidak ada lagi, tetapi tetap saja, Aku katakan, tidak ada mengakhiri penderitaan bagi makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara yang terhalangi oleh ketidaktahuan dan terbelenggu oleh ketagihan.
“Misalkan, para bhikkhu, seekor anjing terikat dengan tali pada sebuah tiang atau pilar yang kuat. Ia akan terus berlari berputar mengelilingi tiang atau pilar yang sama itu. Demikian pula, kaum duniawi yang tidak terpelajar … menganggap bentuk sebagai diri … perasaan sebagai diri … persepsi sebagai diri … bentukan-bentukan kehendak sebagai diri … kesadaran sebagai diri …. Ia akan terus berlari berputar mengelilingi bentuk, mengelilingi perasaan, mengelilingi persepsi, mengelilingi bentukan-bentukan kehendak, mengelilingi kesadaran. Karena ia terus berlari berputar mengelilingi semua itu, maka ia tidak terbebaskan dari bentuk, tidak terbebaskan dari perasaan, tidak terbebaskan dari persepsi, tidak terbebaskan dari bentukan-bentukan kehendak, tidak terbebaskan dari kesadaran. Ia tidak terbebaskan dari kelahiran, penuaan, dan kematian; tidak terbebaskan dari dukacita, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan; tidak terbebaskan dari penderitaan, Aku katakan.
“Tetapi siswa mulia yang terpelajar … tidak menganggap bentuk sebagai diri … tidak menganggap perasaan sebagai diri … tidak menganggap persepsi sebagai diri … tidak menganggap bentukan-bentukan kehendak sebagai diri … tidak menganggap kesadaran sebagai diri … Ia tidak lagi berlari berputar mengelilingi bentuk, mengelilingi perasaan, mengelilingi persepsi, mengelilingi bentukan-bentukan kehendak, mengelilingi kesadaran. Karena ia tidak lagi berlari berputar mengelilingi semua itu, maka ia terbebaskan dari bentuk, terbebaskan dari perasaan, terbebaskan dari persepsi, terbebaskan dari bentukan-bentukan kehendak, terbebaskan dari kesadaran. Ia terbebaskan dari kelahiran, penuaan, dan kematian; terbebaskan dari dukacita, ratapan, kesakitan, ketidak-senangan, dan keputus-asaan; terbebaskan dari penderitaan, Aku katakan.”
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com